Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tidak Adil, Baiknya Pemerintah Serahkan Sekolah pada Swasta

30 Mei 2022   10:03 Diperbarui: 30 Mei 2022   10:20 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sekolah Swasta. Dok. Pribadi

Hendak tahun ajaran baru. Orang tua sibuk cari sekolah buat anak tersayang. Tentu yang dituju adalah lembaga istimewa. Agar anak mendapat pendidikan terbaik. Tapi masalahnya, terbaik buat siapa.? Jangan-jangan buat orang tuanya. Bukan untuk anak itu sendiri.

Ukuran sekolah terbaik saat ini sudah relatif. Beda dengan jaman dulu. Saat pandangan orang tua tentang sekolah masih fokus pada status. Jika bukan sekolah negeri, rasanya kurang afdhol. Negeri sekalipun, kalau tidak masuk kategori favorit atau center, masih dipandang minor.

Saat ini, mayoritas orang tua sudah paham tentang kriteria sekolah terbaik. Ketika pilih lembaga, status sebagai sekolah swasta negeri bukan lagi ukuran. Malah, dilaman Sahabat Keluarga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri, tidak ditemukan tips tentang status tersebut. Yang di perhitungkan justru diluar itu. Antara lain, pertama faktor keterlibatan anak. Ini dianggap penting. Agar anak merasa senang dan tidak terbebani.

Kedua, visi misi sekolah. Programnya terukur dan realistis. Indikatornya dilihat dari pengajaran yang ditonjolkan. Seperti nilai-nilai keagamaan, akademik, karakter, perilaku, kecakapan, kemandirian dan kewirausahaan. Ketiga, sekolah yang mampu menggali, menemukan, mengembangkan dan mengoptimalkan potensi anak. Keempat, tenaga pengajar. Orang tua cenderung melihat kualitas guru. Sanggup atau tidak menjalankan program pendidikan. Bukan hanya pada tekstualisasi kurikulum. Yang lebih penting, dapat menjadi inspirasi bagi anak didik.

Kelima, pertimbangan kurikulum dan kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh sekolah. Apakah mampu mengoptimalkan bakat, minat dan potensi..? Jika tidak, sebaiknya pilih sekolah lain. Agar potensi anak tidak rusak. Keenam, lokasi sekolah. Seyogyanya juga menjadi pertimbangan bagi orang tua. Agar energy anak tidak banyak terbuang. Hanya gara-gara kelelahan dijalan.

Ketujuh, pertimbangkan pendidikan agama. Ini juga sangat penting. Harapannya, anak punya kesadaran dan pemahaman yang benar tentang tugas, peran dan tanggung jawab sebagai hamba Tuhan. Kedelapan, soal sarana dan prasarana. Mengapa, karena sekolah ibarat rumah kedua bagi anak-anak. Harus dapat menyenangkan dan membuat kerasan layaknya dirumah sendiri. Meskipun bentuk fisiknya berupa ruang kelas, taman, perpustakaan, laboratorium, sarana olah raga, ruang kesenian, arena bermain, kantin, perlengkapan kelas, alat peraga edukasi dan sebagainya. (diresume dari Kompas.com edisi 10/12/2020).

Dari delapan tips tersebut, tidak ada satupun yang mengarah pada pertimbangan status sekolah. Makanya, untuk kondisi saat ini, wacana pilih sekolah swasta atau negeri, nampaknya sudah kurang relevan. Yang dicari orang tua lebih pada pertimbangan kualitas. Apapun status sekolahnya. Baik swasta maupun negeri.

Fakta tentang penilaian sebagai sekolah maju dan favorit juga sama. Banyak lembaga swasta yang lebih maju dibanding negeri. Demikian pula sebaliknya. Maka itu, daripada mewacanakan sekolah swasta negeri, saya lebih setuju jika mendiskusikan perubahan penyelenggara dan regulasi pendidikan.

Di negara kita, penyelenggara pendidikan adalah pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dimaksud yakni dari pusat hingga daerah. Sedang masyarakat meliputi perorangan atau lembaga. Namun lebih dulu harus memenuhi syarat-syarat legalitas administrasi.

Baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (sekolah negeri), maupun oleh masyarakat (sekolah swasta), memiliki tujuan yang sama. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi manusia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani rohani, memiliki budi pekerti luhur, mandiri, berkepribadian, dan punya rasa tanggung jawab.

Dalam teori, pemerintah memang diwajibkan memberi perlakuan yang sama terhadap sekolah swasta negeri. Tapi dalam praktik, sering terjadi ketimpangan. Baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak. Perlakuan secara langsung, lahir dari peraturan yang kadang tidak memihak kepada sekolah swasta. Utamanya dari pemerintah pusat. Saya sebagai salah satu penyelenggara pendidikan swasta, punya pengalaman tersebut. Yaitu, ketika guru-guru dilembaga saya, wajib pindah ke sekolah negeri, gara-gara terjaring sebagai pegawai negeri dan guru P3K.  Padahal, status mereka sebelumnya adalah guru tetap di yayasan. Sudah sangat senior, berpengalaman dan puluhan tahun menjadi tenaga pengajar. Begitu ada kesempatan ikut tes CPNS atau P3K dan lolos, mau tidak mau mereka harus pindah ke sekolah negeri.

Itu terjadi, karena lahir dari peraturan yang sangat tidak adil. Sekolah swasta yang merekrut mereka pertama kali saat belum punya pengalaman. Dibimbing sekian tahun. Hingga akhirnya menjadi pendidik yang mumpuni. Mampu melahirkan anak didik yang ideal. Tahu-tahu, begitu lolos CPNS atau P3K, wajib pindah ke sekolah negeri. Melalui kekuasaan pemerintah pusat, sekolah negeri mendapat fasilitas "mau enaknya sendiri". Tanpa susah payah keluarkan biaya, tenaga dan pikiran, langsung mendapat guru berkualitas. Hasil "merebut" secara paksa guru-guru dari sekolah swasta. Ironis bukan..

Memang betul, ada upaya yang bisa dilakukan agar para guru PNS atau P3K bisa kembali mengajar di sekolah asal. Tapi itu karena kebijakan. Bukan karena aturan atau regulasi. Kalau kebijakan, ya tergantung mood atau kedekatan dengan pihak penguasa. Kalau lobinya bagus dan ada hubungan baik, dijamin lancar. Tapi kalau tidak, lebih-lebih jika dihubungkan dengan masalah politik, bakal habis itu guru-guru swasta diambil semua oleh sekolah negeri.

Saya pernah menyampaikan aspirasi tentang persoalan guru-guru swasta lolos CPNS dan P3K yang direbut oleh sekolah negeri. Agar bisa dikembalikan lagi ke sekolah swasta. Saya tujukan kepada salah satu lembaga berwenang. Saya sampaikan beberapa alasan logis. Antara lain : pertama, mereka mengabdi dan merintis pengalaman sebagai pengajar di sekolah swasta sudah puluhan bahkan belasan tahun. Kedua, data Dapodik dan GTK yang dipakai untuk syarat mendaftar, berasal dari sekolah swasta. Jika bukan karena itu semua, mana mungkin mereka bisa lolos sebagai peserta tes CPNS dan P3K. Dengan kata lain, lolosnya mereka menjadi PNS dan P3K, adalah berkat jasa sekolah swasta, tempat dimana pertama kali mereka merintis karir sebagai guru. Sementara sekolah negeri yang menerima mereka, sama sekali tidak "keluar" keringat.

Bagaimana hasil aspirasi saya..? Ternyata tidak sukses. Alasannya, itu sudah merupakan keputusan pemerintah pusat lewat aturan di BKN. Bahwa penempatan guru hasil tes CPNS dan P3K, harus sesuai dengan lembaga yang dipilih dalam formulir saat mengisi pendaftaran. Dan tahukah anda sekalian, bahwa didalam formulir itu tidak ada satupun tercantum pilihan item untuk sekolah swasta. Semuanya sekolah negeri. Inilah salah satu regulasi pemerintah pusat yang saya sebut memperlakukan sekolah swasta dengan sangat tidak adil.

Imbas dari itu semua, sekolah swasta banyak mengalami kerugian. Yang pasti, gurunya berkurang secara cukup signifikan. Artinya, yayasan atau lembaga harus merekrut ulang dan membina lagi seorang guru baru dari awal. Sebuah pekerjaan yang tidak mudah. Pastinya memerlukan waktu cukup lama. Belum lagi soal honor yang harus dikeluarkan. Andai guru yang lolos CPNS dan P3K itu tetap bisa mengajar di sekolah swasta, honor yang diberikan kepada mereka sebelumnya, bisa dialihkan buat kepentingan lain. Misal menambah fasilitas sarana prasarana.

Mengatasi permasalahan itu semua, saya usul agar ada perubahan regulasi pendidikan secara menyeluruh. Termasuk penempatan guru hasil tes CPNS dan P3K. Lebih dari itu, juga regulasi penyelenggara pendidikan. Saat ini, persepsi publik tentang pilihan sekolah sudah berubah. Publik tidak lagi mengenal yang namanya sekolah swasta negeri. Yang mereka cari adalah kualitas. Dalam konteks ini, sebaiknya pemerintah jangan lagi ikut campur tentang tekhnis penyelenggaraan pendidikan. Dengan kata lain, saya usul agar tidak ada lagi yang namanya sekolah negeri. Untuk urusan tekhnis pendidikan, serahkan semuanya kepada masyarakat. Melalui sekolah swasta.

Terlebih, kualitas sekolah swasta mencetak generasi muda calon penerus bangsa, saat ini sudah cukup terbukti. Banyak pejabat negara dan posisi penting lainnya dinegara ini, yang dipegang oleh kader lulusan sekolah swasta. Seperti dari pondok pesantren atau lembaga pendidikan swasta lain yang sejenis dengan lembaga itu. Misal sekolah berbasis agama Kristen, katholik, hindu dan buddha.

Lantas, jika tidak ada lagi sekolah negeri, apa peran pemerintah dalam soal pendidikan..? Tugas pemerintah hanya satu, yakni memastikan agar lembaga penyelenggara pendidikan tetap berada dalam koridor nilai-nilai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Undang-undang Dasar 1945. Caranya, jalankan tugas itu lewat regulasi. Agar produk sekolah swasta tidak keluar dari rel kesepakatan para pendiri bangsa.

Jadi, regulasi pendidikan yang diciptakan oleh pemerintah, tidak lagi berkutat pada soal tekhnis pengajaran. Melainkan lebih tertuju pada penguatan nilai-nilai kebangsaan, pelestarian budaya, persatuan dan kesatuan ditengah perbedaan ragam suku dan budaya. Nantinya, jika ada kunjungan pejabat pemerintah ke satu lembaga pendidikan, yang dilihat bukan nilai mata pelajaran. Tetapi keberhasilan nilai-nilai luhur yang melekat pada diri anak didik. Seperti kepedulian pada lingkungan, sifat gotong royong, akhlak yang ditunjukkan, sikap sabar untuk antri dan nilai-nilai lain yang selaras dengan budaya nusantara.

Ilmu pengetahuan gampang dicari. Asal bisa baca tulis, lewat media apapun mudah didapat. Namun soal nilai-nilai luhur sebagaimana saya sebut tadi, sangat sulit dicapai. Kecuali ada kerja keras semua pihak. Memang realisasinya butuh waktu sangat panjang. Tidak bisa dalam waktu dekat. Apalagi sekarang juga. Itu tidak mungkin. Karena harus ada proses perubahan undang-undang  oleh anggota DPR RI dan Pemerintah pusat lewat kekuasaan Presiden. Tapi kalau tidak dimulai dari sekarang, lalu kapan lagi ada jaminan perlakuan pemerintah terhadap eksistensi sekolah-sekolah swasta yang saat ini sudah cukup banyak berdiri di negara kita..?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun