Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Panik Separuh Penyakit, Tenang adalah Obat, Sabar Awal Kesembuhan

19 Mei 2022   12:33 Diperbarui: 29 Mei 2022   00:04 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada seorang ahli kedokteran muslim. Kelahiran Bukhara Uzbekistan tahun 980 M. Namanya Abu Al-Husayn ibn Abdillah ibn Sina. Biasa dijuluki Ibnu Sina. 

Di dunia barat, terkenal dengan sebutan Avicenna. Beliau memperkenalkan satu teori kesehatan yang cukup populer. Bahwa sakit tidak hanya disebabkan oleh kondisi fisik, namun juga oleh jiwa.

Dalam bahasa latin, teori Ibnu Sina dikenal dengan kalimat : Mens Sana In Corpore Sano. Artinya : "didalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat". Untuk menjaga kesehatan dan mengatasi penyakit, Ibnu Sina memiliki tiga tips. 

Ketiganya merupakan panduan cukup jitu dan sering dikutip oleh berbagai ahli kesehatan. Pertama, Kepanikan Adalah Separuh Penyakit. Kedua, Ketenangan Adalah Separuh Obat. Ketiga, Kesabaran Adalah Awal Dari Kesembuhan

Dua tahun kemarin, selagi pandemi covid-19 lagi ganas-ganasnya, para ahli kesehatan memang menyarankan, agar pasien terpapar covid-19 tidak panik. 

Bersikap lebih tenang dan mengurangi beban pikiran. Makanya, selain diberi obat medik, pasien yang dikumpulkan disatu tempat, juga diterapi model konseling kejiwaan. 

Olah raga diluar ruangan, bercanda dengan sesama penderita dan sebagainya. Semua dilakukan, agar pasien lebih rileks. Beban pikiran menjadi ringan. Tips macam ini, diharapkan diikuti pula oleh mereka yang belum terpapar. Sebagai langkah antisipasi.

Lepas dari itu, alhamdulilah saat ini Indonesia dinilai salah satu negara terbaik dalam menangani virus. Presiden Joko Widodo mengatakan, gotong royong menjadi kunci keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Pemerintah pusat hingga ke tingkat kelurahan, kata Jokowi, secara bersama-sama bergotong royong mengatasi wabah penyakit mematikan yang berasal dari Provinsi Wuhan di Tiongkok itu.(BeritaSatu, 29 Maret 2022)

Berhubung kondisi makin membaik, maka pada Selasa sore (17/05), dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker ketika berada di luar ruangan dan sedang dalam keadaan tidak padat. Akan tetapi, ada 3 golongan masyarakat yang tetap disarankan menggunakan masker, yakni (1) berkegiatan di ruangan tertutup dan transportasi publik; (2) usia lanjut atau 60 tahun ke atas; dan (3) jika memiliki penyakit bawaan atau komorbid (Kompasiana, 18 Mei 2022)

Atas anjuran pelonggaran masker. tentu ada pihak yang merasa senang. Meskipun tak dapat dipungkiri, terdapat pula yang kurang nyaman. Biasalah. Namanya kebijakan. Tidak mungkin seratus persen mampu memuaskan semua orang. Pro kontra pasti muncul.

Yang merasa senang, mungkin selama ini tidak nyaman selagi pakai tameng ini. Apalagi untuk waktu yang lama. Tak dapat dipungkiri, pakai masker memang tidak selamanya membawa suasana nyaman. Terkadang sumpek dan terasa sesak. Terlebih, ada sebagian ahli yang mengkritik penggunaan perisai hidung dan mulut ini.

Ada seorang dokter pensiunan ahli bedah saraf. Namanya, dokter Russell Blaylock. Mengutip hasil sejumlah penelitian, katanya penggunaan masker selama berjam-jam berpotensi mengganggu masuknya oksigen. Efeknya, menimbulkan sakit kepala. Bahkan, dapat meningkatkan resistensi saluran pernapasan, akumulasi karbondioksida, hipoksemia, hingga komplikasi serius yang mengancam jiwa. (CNN Indonesia Kamis, 28 Mei 2020).

Memang benar, klaim Dokter Russel secara spesifik ditujukan khusus kepada masker jenis N95 bagi tenaga medis. Jenis ini memiliki daya saring sangat kuat dan tingkat kerapatan tinggi. Namun sejumlah fakta dilapangan menunjukkan, hampir semua jenis masker yang beredar dipasaran, sungguh menggangu terhadap hirupan sirkulasi udara yang masuk ke hidung. 

Apalagi, masker yang dijual belikan dipinggir jalan. Terbuat dari kain. Punya motif, corak dan gambar beragam. Entah apa maksudnya dan siapa pembuatnya. Tidak jelas. Nyatanya, itu beredar secara bebas. Apakah memenuhi standard kualifikasi kesehatan.? Menurut saya tidak. Karena belum ada sertifikasi, atau minimal pernyataan dari lembaga berwenang.

Saya, dan mungkin sebagian pembaca, pernah membeli masker jenis pinggir jalan itu. Terus terang, rasanya memang kurang nyaman. Sumpek. 

Desainnya kurang pas diwajah. Tdak menyenangkan, agak sulit bernafas. Dan ketika bicara, maskernya sering melorot. Harus sering-sering dibetulkan. Sangat menggangu sekali. Naah, bagi yang pernah mengalami seperti yang terjadi pada diri saya, terlebih pada dasarnya memang kurang suka pakai masker, anjuran pelonggaran masker adalah kabar baik.

Namun demikian, bagi yang sejatinya sangat suka pakai masker, belum tentu pelonggaran masker dianggap kabar buruk. Bisa jadi, juga merupakan kabar bagus. Mengapa, karena pelonggaran masker mengesankan keadaan, bahwa dari segi kesehatan negara kita sedang baik-baik saja. 

Sudah mulai bergerak ke arah normal seutuhnya. Dimana, keberadaan covid-19 dianggap virus biasa. Seperti halnya flu yang sering ditemui sehari-hari. Disini, terjadi pergeseran kondisi. 

Dari yang awalnya berupa pandemi, sekarang berubah jadi endemi. Meskipun hal ini belum dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, tapi paling tidak sudah memenuhi harapan kebatinan masyarakat Indonesia. Hingga mereka dapat bersikap lebih tenang.

Membandingkan situasi dulu, saat melihat dimana-mana orang selalu pakai masker, rasanya ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Mengapa, karena selama dua tahun ini, kita disuguhi oleh fakta bahwa tujuan memakai masker adalah untuk menangkal virus pembunuh yang namanya covid-19. 

Jadinya, pakai masker identik dengan sesuatu yang gawat. Hingga patut diwaspadai. Disini, hati, sikap dan perbuatan selalu dipenuhi oleh kewaspadaan dan kecurigaan yang tinggi. Jangan-jangan nanti ketularan virus. Lalu meninggal.

Selanjutnya, orang menjadi panik dan gelisah. Padahal, belum tentu virus itu menular, masuk menjangkiti kita. Karena masih taraf waspada. Virusnya masih jauh, tapi kita sudah tertekan lebih dulu. Akibatnya, meskipun bebas covid, namun kita sudah terpapar lebih dulu oleh perasaan was-was, hati gelisah dan pikiran tidak tenang. Inilah yang disebut oleh Ibnu Sina dengan kalimat : Kepanikan Adalah Separuh Penyakit.

Sebaliknya, saat berjumpa dengan situasi normal, melihat orang-orang disekitar tidak lagi bermasker, meskipun mungkin masih ada beberapa yang pakai, tentu membuat hati terasa lebih tenang. Seakan-akan suasana balik lagi seperti dulu. Sebelum terjadi pandemi. Dimana orang-orang bebas melakukan aktifitas, hilir mudik kesana-kemari tanpa ada rasa takut atau khawatir terpapar virus gawat dan mematikan.

Apalagi, jika suasana normal itu di alami oleh para jomblowan dan jomblowati. Naah ini dia. Sambil refresing cari udara segar. Keluar jalan-jalan ditempat terbuka. Diselingi aktifitas mata yang agak nakal, lirik sana lirik sini. Siapa tahu ketemu lawan jenis ganteng atau cantik. Menumbuhkan harapan dapat jodoh yang segera bisa dipersunting. 

Memenuhi permintaan orang tua yang sudah kesusu ingin timang cucu. Ini situasi yang sungguh sangat menggembirakan. Cuci mata sekaligus ikhtiar mewujudkan impian orang tua. Dampak dari situasi yang kondusif macam ini, hatipun jadi tenang. Menurut Ibnu Sina, ketenangan seperti itu adalah separuh obat.

Paksaan memakai masker melalui regulasi ketat yang berlangsung selama kurun waktu 2020-2022, telah menciptakan mindset berbeda pada tiap orang. Setelah ada keputusan pelonggaran masker, tentu juga menimbulkan sikap tidak sama. Ada yang merasa, pakai masker merupakan pilihan baik. Karena lebih terjamin dari segi kesehatan. 

Bisa menyaring debu, sebagai tameng virus, mengurangi aroma tidak sedap, mencegah tertularnya penyakit dan hal-hal positif lain. Sementara itu, bagi yang tidak suka masker, keputusan pelonggaran masker pasti disambut gembira. Menurut saya, dua-duanya bagus. Karenanya, silahkan dipilih. Namun demikian, yang tidak bisa disangkal dari dua kenyataan itu adalah, saat ini negara kita ternyata sudah lebih siap menghadapi berbagai tantangan datangnya virus. Bravo pemerintah RI...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun