Termasuk juga soal panggilan. Kyai tadi mencotohkan, setelah akad, suami maupun istri dilarang menyebut bapak ibu mertua masing-masing dengan julukan "bapakmu" atau " ibumu". Tapi sebutlah dengan panggilan "bapakku" dan "ibuku". Tidak ada lagi istilah "bapak ibumu". Yang ada hanyalah "bapak ibuku".
Dari segi tanggung jawab juga demikian. Menantu wajib merawat mertua, sebagaimana merawat bapak ibu sendiri. Jika kondisi mereka sudah sepuh, tidak bisa lagi cari nafkah, maka yang wajib menafkahi adalah menantu.Â
Laparnya seorang mertua, di hadapan menantu sama dengan laparnya bapak ibu sendiri. Membiarkan mertua tidak terawat secara sengaja, sama saja dengan menelantarkan bapak ibu sendiri. Dan hal ini dilarang oleh agama. Jika sengaja melakukan, hukumnya dosa besar. Membiarkan mertua kelaparan dan ditelantarkan, sama berdosanya dengan membiarkan bapak ibu sendiri dalam kondisi lapar dan terlantar.
Yang terakhir, Kyai tadi menjelaskan tentang rumah tangga ideal. Bahwa rumah tangga ideal adalah sebagaimana yang terjadi pada keluarga Rosulullah SAW. Seperti apa hubungan suami istri yang benar, ya seperti yang ditunjukkan oleh beliau dan istri-istri beliau. Model keluarga beliau tersebut, juga ditunjukkan oleh para sahabat. Sehingga, kondisi keluarga para sahabat, rata-rata menjadi rumah tangga yang ideal ketika itu.
Sekarang ini kata Kyai, model keluarga ideal sebagaimana gambaran pada jaman kanjeng nabi dan para sahabat, sudah sulit ditemukan. Mengapa, karena tempat bertanya sebagai sumber rujukan jika terjadi selisih paham antara suami istri, sudah tidak ada lagi. Dulu, ketika para sahabat berselisih dengan pasangan masing-masing, pengaduannya langsung kepada Rosul SAW. Petunjuk dari nabi itu yang dijadikan pedoman oleh para sahabat untuk menyelesaikan perselisihan.
Saat menerima petunjuk, para sahabat melaksanakannya tanpa reserve. Tidak ada protes. Apalagi diskusi. Pokoknya, apa yang disarankan Nabi, ya itu yang diwujudkan. Mengapa demikian, karena petunjuk yang didapat, baik berdasar dawuh langsung yang berupa sunnah dan hadits atau sikap beliau, sifatnya absolut. Pasti betul. Mutlak benar. Karena langsung bersumber dari Allah SWT.
Sekarang, petunjuk semacam itu jelas sudah tidak ada. Karena Rosul SAW sudah wafat 14 abad silam. Rata-rata, dalam soal rumah tangga, tiap umat islam mengalami masalah yang sama. Termasuk yang tergolong ulama sekalipun. Lha bagaimana mereka akan memberi petunjuk, jika masalah yang diadukan juga dialami oleh mereka..?
Diakui atau tidak, gambaran rumah tangga ideal jaman nabi sangat sulit untuk diterapkan pada masa sekarang ini. Bagaimana tidak, hubungan yang terjalin antara nabi dan para istri beliau, penuh dengan suasana harmoni, tenang, saling mengerti dan sebagainya. Yang jika digambarkan dengan kata-kata, rasanya tidak akan cukup. Dari saking idealnya kondisi rumah tangga beliau.
Lalu apa yang semestinya dilakukan oleh para pasangan suami istri di jaman sekarang ini..?Â
Kata Kyai, yang bisa dilakukan adalah berproses untuk menjadi ideal. Berproses artinya, ada upaya semaksimal mungkin untuk meniru keluarga nabi. Karena memang itu tidak mungkin dan terlalu sulit, maka cukuplah sampai dimana usaha itu dilakukan. Jangan sampai memaksakan diri. Karena yang dilihat oleh Allah itu bukan hasilnya. Tapi usahanya. Demikian ringkasan dawuh Kyai dalam acara walimah tadi. Semoga bermanfaat. Amiinn...