Antara Mertua, Menantu Dan Keluarga Ideal
Hadir pada acara walimah. Tuan rumah yang mengundang masih terhitung famili. Dia menikahkan anak pertamanya. Seorang putri. Dapat suami pemuda tetangga kecamatan.
Yang menarik adalah mauidhah hasanah. Atau ceramah nikah yang disampaikan kyai setelah akad. Seorang ulama yang cukup disegani diwilayah tersebut. Namanya KH. Muhammad Hasyim Sonhaji.Â
Saya simak, ada dua hal yang penting dari dawuh beliau. Pertama, tentang hubungan menantu dan mertua. Kedua, tentang rumah tangga ideal.
Mengawali ceramahnya, Kyai mengulas tentang mahrom. Yakni orang yang haram untuk dinikahi. Bahwa dilihat dari latar belakang, atau sebab akibat, mahrom terbagi menjadi tiga. Satu mahrom karena nasab. Yang masuk jenis ini adalah  bapak, ibu, anak, adik, kakak, paman, bibi, kakek, nenek.
Dua, mahrom karena persusuan. Yaitu dua orang laki dan perempuan yang saat masih bayi menyusu pada satu orang yang sama. Syarat menjadi mahrom persusuan adalah usia bayi belum dua tahun dan minimal ada lima kali persusuan.
Tiga, mahrom karena sebab. Yaitu bapak dan ibu mertua, menantu, serta kakek nenek mertua. Ada satu lagi, yakni anak tiri. Dengan syarat, orang tuanya sudah pernah berkumpul (berhubungan badan).
Seorang laki-laki yang telah akad nikah, maka saat itu juga berlaku mahrom dihadapan bapak ibu mertua. Karena sebab pernikahan tadi.Â
Sebagai mahrom, kedudukan, perlakuan dan tanggung jawab suami terhadap mertuanya, sama dengan yang dimiliki istri kepada bapak ibunya.Â
Suami wajib memperlakukan kedua mertuanya, persis seperti perlakuan kepada bapak ibunya sendiri. Tidak boleh ada perbedaan. Dalam segala hal dan kondisi apapun.