Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Harapan terhadap Lahirnya KIB Golkar, PPP dan PAN

14 Mei 2022   21:59 Diperbarui: 17 Mei 2022   06:40 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah) berjabat tangan dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (kanan) dan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa (kiri) usai menggelar pertemuan di Jakarta, Kamis (12/5/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso via KOMPAS.com)

Golkar, PPP dan PAN membuat gebrakan politik baru. Tancap gas, mendahului parpol lain. Mengikat kerjasama dalam bentuk koalisi. Namanya Koalisi Indonesia Bersatu. Disingkat KIB.

"Tentunya kita akan bekerja sama, mengawal agenda-agenda politik ke depan, termasuk dalam pemilu nanti di 2024," kata Ketum Golkar Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, sebagaimana dikutip dari Kompas.com 14/05/2022. 

Selain itu, ketiga parpol sepakat untuk menjauhi politik identitas, mengawal pemerintah saat ini hingga berakhir pada 2024 dan melanjutkan program-program strategis Presiden Jokowi.

Pada kesempatan yang sama, Sekjen PAN Eddy Soeparno menyatakan bahwa pertemuan Ketua Umum Partai Golkar, PAN dan PPP tidak memiliki inisiator awal.

Sebelumnya, antara Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan dan Suharso Monoarfa, sudah melakukan komunikasi yang intens secara regular. Yang kemudian pembahasan mengerucut pada kesepakatan membentuk koalisi bernama Indonesia Bersatu tersebut.

Parpol lain, lanjut Sekjen PAN, dipersilahkan jika ingin ikut KIB. Namun, adanya beberapa ketentuan dan pernyataan Sekjen PAN di atas, nampaknya merupakan sebuah kuncian: Bahwa jika ingin bergabung, setidaknya harus legowo menerima paling tidak dua konsekuensi. 

Pertama, tidak boleh memainkan politik identitas. Sebagaimana pernah terjadi pada pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lalu. 

Bagi parpol yang pernah, atau punya ancang-ancang hendak mendongkrak suaranya saat pemilu 2024 nanti dengan cara mengusung politik identitas, tentu harus berpikir dua kali. Jangan coba-coba mendekat. Jika tidak ingin malu ditolak mentah-mentah.

Kedua, harus rela "duduk" di gerbong kedua. Artinya, tidak boleh menuntut macam-macam. Karena untuk gerbong pertama, "kursinya" sudah penuh dikapling oleh Golkar, PPP dan PAN. 

Secara tersirat, hal ini nampak dari penyampaian Sekjen PAN. Bahwa ketiga Ketum partai sebelumnya sudah intens mengadakan komunikasi secara regular. Artinya, tidak ada Ketum Partai keempat yang ikut terlibat dalam proses lahirnya KIB.

Menampilkan sikap politik yang tegas macam KIB diatas saya kira wajar. Terlebih, secara adminstratif kekuatan suara Golkar, PPP dan PAN di parlemen cukup signifikan untuk mengusung Capres Cawapres dari KIB sendiri. Tidak perlu ada tambahan dari parpol lain. 

Untuk diketahui, jumlah anggota legislative tingkat pusat dari Golkar hasil Pemilu 2019 adalah sebanyak 85 kursi. PPP 19 dan PAN 44. Totalnya sama dengan 148 kursi. Jika dikonversi kedalam hitungan prosentase, ketemu jumlah 23.6 prosen.

Jumlah tersebut tentu sangat memenuhi syarat. Pasal 222 UU. No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum menyebutkan bahwa:

Pasangan calon (presiden/wapres) diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 prosen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Namun demikian, potensi itu belum tentu memuluskan perjalanan KIB ke depan. Dalam konteks pencalonan Capres/Cawapres, bisa-bisa malah akan jadi batu sandungan. Ingat, kader yang dibutuhkan sebagai calon, maksimal hanya berjumlah dua orang. Tidak bisa tiga, apalagi empat. 

Yakni, satu Capres. Dan satu lagi Cawapres. Sementara anggota KIB berjumlah tiga parpol. Artinya, ada satu parpol yang mesti mengalah. Harus ikhlas dan rela hanya menjadi pengusung.

Masalah akan beres dan kekhawatiran KIB bubar di tengah jalan bisa terpatahkan, jika soal krusial pencalonan tersebut dapat diselesaikan sejak dini.

Mulai sekarang sudah ada kesepakatan dan pengertian bersama. Kemungkinan yang bisa dijadikan opsi adalah berpedoman pada hasil perolehan suara. Di mana kalau dilihat secara berurutan atas dasar ranking, Golkar menempati peringkat pertama. Kedua PAN. Dan terakhir PPP.

Jika ini yang dijadikan dasar, maka yang berpeluang menjadi Capres adalah kader Golkar. Sedang Cawapresnya dari PAN. PPP sendiri?

Mungkin bisa ditawarkan posisi menteri yang jumlahnya cukup signifikan. Seimbang dengan pengorbanan PPP untuk mengalah tidak jadi Wapres. Apakah memang demikian komitmennya, atau ada opsi lain? Wallahu'a'lam..

Sekarang, bagaimana perkiraan sikap Pak Jokowi terhadap KIB.?

Lepas dari soal siapa Capres dan Cawapresnya, dugaan saya, dalam hati kecil presiden cukup senang. 

Mengapa, karena komitmen KIB sejalan dengan keinginan beliau. Disadari atau tidak, Pak Jokowi sangat berkepentingan terhadap calon penggantinya nanti. Untuk meneruskan visi misi yang pondasinya sudah diletakkan sejak 2014 lalu.

Bagi Pak Jokowi, yang paling urgen untuk diteruskan adalah menjaga keutuhan NKRI.

Salah satu ikhtiar yang dijalankan oleh beliau, yakni mengikis habis gerakan islam transnasional, harus tetap lanjut. Di mana dalam upayanya merebut kekuasaan, gerakan ini seringkali menggunakan cara-cara politik identitas. Selain itu, beliau juga berkepentingan meneruskan pembangunan yang saat ini sudah setengah jalan. 

Jika sampai putus karena dipotong oleh pengganti beliau, alamat mendatangkan kerugian cukup besar. (Uuntuk materi ini sudah saya tulis di kompasiana. Judulnya: Melihat Kepentingan Pak Jokowi Pada Pilpres 2024. Tayang pada 11 Mei 2022).

Rupanya, KIB menjamin itu semua. Dengan memberi garis bahwa KIB hanya menerima rekan koalisi yang menolak penggunaan politik identitas serta komitmen melanjutkan program-program strategis Presiden Jokowi, saya kira itu sudah cukup sebagai harapan. Meskipun tentunya belum maksimal. Sebab koalisi yang akan muncul nanti, masih belum ketahuan berapa jumlahnya.

Demikian pula, soal visi-misi yang ingin diusung, juga belum kelihatan bentuknya. Apakah selaras dengan KIB, atau malah sebaliknya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun