Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Money

Empati Ramadhan dan Larangan Eksport CPO

27 April 2022   09:54 Diperbarui: 27 April 2022   09:58 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Selama April 2022, ada dua kebijakan pemerintah yang berdampak langsung terhadap kebutuhan pangan. Pertama, awal bulan lalu keluar putusan untuk memberi Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng sebesar Rp.100 ribu perbulan. Diberikan rapel sekaligus tiga bulan. Masyarakat terima Rp.300 ribu. Lumayan. Meskipun minyak goreng saat itu mahal, namun dengan adanya fresh money itu, minyak goreng tetap bisa dibeli.

Kedua, seperti diumumkan Presiden Jokowi, pemerintah menyatakan larangan ekspor crude palm oil (CPO). Yakni bahan baku produksi minyak goreng, mulai kamis 28 April 2022. Tujuan larangan ekspor CPO, agar kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi secara melimpah dan harganya terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Meskipun efektifitas dan dampak jangka panjang dua kebijakan diatas masih jadi perdebatan, apakah mampu atau tidak mengatasi substansi persoalan pangan, namun untuk saat ini setidaknya membuka harapan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan pangan yang terjangkau dan mudah didapat. Tidak harus rebutan dan antri cukup lama. Menurut saya, dua kebijakan tersebut bernilai positif. Merupakan wujud rasa empati pemerintah yang dilahirkan lewat proses penggunaan kekuasaan.

Tidak Sekedar Empati

Salah satu dampak puasa adalah terwujudnya harmoni kehidupan social. Ini bisa terjadi, karena dengan berpuasa kelompok muslim yang tergolong mampu, akan turut serta merasakan derita lapar yang dialami saudara-saudaranya yang tergolong fuqarak masakin. Kondisi ini, menjadi salah satu faktor lahirnya rasa empati. Yakni kemampuan seseorang untuk menyadari adanya masalah kelaparan yang dialami orang lain.

Namun demikian, hanya sekedar turut serta merasakan lapar tanpa ada perbuatan, tidak akan menyelesaikan masalah derita lapar yang dialami oleh fuqarak masakin. Karena itu, rasa empati harus di iringi oleh tindak lanjut. Yaitu aksi nyata berupa dukungan materi agar rasa lapar berubah menjadi rasa kenyang. Dengan kata lain, empati menjadi pendorong bagi pihak yang punya kekuatan untuk berbuat sesuatu, agar pihak yang lemah dapat keluar dari masalah.

Memang benar, sekedar merasakan saja tanpa ada perbuatan nyata, sudah cukup menjadi bukti sebagai muslim yang baik. Namun demikian, sebutan "baik" itu belumlah cukup. Harus muncul keinginan untuk naik tingkat menjadi yang "terbaik'. Terlebih dibulan ramadhan ini. Yang terbaik tentu lebih sempurna, dibanding hanya sebutan yang baik saja.

Jika di ibaratkan kekuasaan, berhenti pada sebutan yang "baik" dan enggan menjadi yang "terbaik", merupakan salah satu tanda lemahnya iman. Berikut bandingannya dalam hadits HR. Muslim. Yang artinya : ""Jika di antara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu, dan jika kamu tidak cukup kuat untuk melakukannya, maka gunakanlah lisan, namun jika kamu masih tidak cukup kuat, maka ingkarilah dengan hatimu, dan itu adalah selemah-lemahnya iman".

Allah menciptakan manusia dalam kondisi yang berbeda-beda. Itu memang disengaja. Sebagai hikmah, pembelajaran dan peringatan. Tujuannya, agar manusia bisa saling kenal antara satu dengan yang lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Hujurat ayat 13. Yang artinya : "Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikanmu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal".

Tentu, yang sangat diharapkan untuk saling kenal pada bulan ramadhan ini adalah antara seorang muslim yang tergolong mampu atau aghniya dengan saudaranya yang tergolong fuqarak masakin. Para aghniya jangan berhenti pada sikap hanya sekedar merasakan lapar sebagaimana gambaran diatas. Istilahnya, jangan cuma berteori. Akan lebih baik lagi, jika yang tergolong sebagai fuqarak masakin itu dibantu secara materi. Untungnya, islam memiliki doktrin yang jelas tentang keutamaan aksi nyata seperti ini. Yang bila dilakukan dengan benar, ganjaran pahalanya sangatlah besar. Melebihi bulan-bulan lain diluar ramadhan.

Aksi nyata dimaksud bisa berupa yang wajib maupun sunnah. Yang wajib adalah zakat fitrah. Dalilnya, sebagaimana HR. Bukhari Muslim. Yang artinya : "Rosul SAW mewajibkan zakat ftirah dengan satu sho' kurma atau satu sho' gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut harus dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan solat ied". Sementara itu, aksi nyata yang sunnah, dalilnya adalah sebagaimana hadits riwayat Tirmidzi berikut ini. Yang artinya : "Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya sendiri".

Secara terinci, ada dua kelompok penting yang dimaksud oleh dalil-dalil diatas. Pertama adalah para orang kaya sebagai subyek. Kedua adalah orang-orang miskin sebagai obyek. Dalam unsur sebuah kalimat, subyek merupakan pelaku. Yakni sesuatu yang memiliki kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Sifatnya aktif. Kedudukannya mandiri. Pada posisi lain, dalam unsur kalimat obyek menunjukkan sesuatu yang dikenai suatu pekerjaan. Sifatnya pasif. Memiliki ketergantungan terhadap pihak lain.

Maka sebagai subyek, seorang aghniya yang memberi zakat atau sedekah punya power yang lebih kuat dibanding penerima yang posisinya sebagai obyek. Power tersebut berupa kekuasaan untuk menyalurkan zakat atau sedekah kepada siapapun yang dikehendaki. Mau disalurkan lewat amil atau panitia, langsung kepada penerima, diutamakan saudara dan tetangga dekat, diberikan kepada fuqarak masakin daerah yang jauh, ya suka-suka si aghniya. Pihak lain tidak punya kerwenangan untuk ikut campur tangan.

Pada ramadhan kali ini, sebagai obyek umat islam fuqarak masakin tengah merasakan penderitaan ganda. Menahan rasa lapar dan haus karena sedang berpuasa. Dan masih ditambah lagi oleh penderitaan akibat tingginya harga kebutuhan bahan pokok yang sulit dijangkau. Sebaliknya, bagi umat islam yang tergolong aghniya, naiknya harga bahan pokok bukan suatu persoalan. Uang mereka banyak. Setinggi apapun kenaikannya, tetap bisa mereka beli.

Memang benar, karena faktor puasa, saat ini mereka juga mengalami penderitaan lapar dan haus. Sama menderitanya dengan apa yang dirasakan oleh saudara-saudara muslim lainnya. Namun demikian, penderitaan yang dirasakan golongan aghniya tidak bersifat ganda. Sebagaimana dialami oleh muslim fuqarak masakin.

Pada titik inilah, peran lebih besar dari pemerintah sangat dibutuhkan. Sikap empati yang muncul sebagai dampak terciptanya harmoni kehidupan social dibulan ramadhan, harus diwujudkan dalam bentuk tindak lanjut yang nyata. Pemerintah jangan hanya berwacana mengeluarkan teori tentang strategi menurunkan harga kebutuhan bahan pokok. Tapi pada kenyataannya, harganya tidak pernah turun. Malah tambah naik.

Sekaranglah saatnya pemerintah menunjukkan kekuatan. Lanjutkan pada aksi nyata. Tidak mandeg hanya sampai pada titik turut prihatin. Gunakan power lebih kuat lagi. Pakai segala fasilitas yang dimiliki. Agar kebijakan yang dikeluarkan memiliki taring yang tajam dan tidak mandul. Jangan seperti yang sudah-sudah. Sok-sok-an keluarkan aturan HET minyak goreng Rp. 14 ribu. Namun terpaksa dicabut kembali. Karena minyak goreng langka dipasaran. Akibat ulah para mafia yang tidak ingin rugi. Ironisnya, pemerintah seakan tak berdaya. Kelihatan lemah. Tidak mampu membendung ulah para mafia. Saat dirasa untung tipis karena ada aturan HET, minyak hilang dari peredaran. Namun saat ada peluang untung lebih besar setelah HET dicabut, keberadaan minyak langsung booming dimana-mana.

Seyampang ramadhan masih ada, kesadaran pemerintah untuk membantu rakyat kalangan bawah yang posisinya sebagai obyek, masih menemukan momentum. Pemerintah harus sadar, bahwa pada ramadhan kali ini, mereka sungguh menderita. Mereka butuh bantuan. Karena tidak punya kuasa melawan permainan mafia yang dengan seenaknya mengatur peredaran bahan pokok dan mementingkan keuntungan semata. Sekuat apapun mereka berteriak, para mafia tidak akan pernah mendengar. Akibatnya, mereka tetap menderita.

Ibarat orang kaya, posisi pemerintah adalah sebagai subyek. Punya kuasa mengatur dan menentukan kebijakan soal bahan pokok. Kalau para orang kaya sukses meneruskan rasa empati kepada para fuqarak masakin di bulan ramadhan ini, dalam bentuk aksi nyata mengeluarkan zakat dan sedekah, masak pemerintah yang punya power besar tidak bisa mengendalikan harga bahan pokok dan melawan para mafia..?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun