Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Terpapar Porno adalah Kegagalan Orangtua

11 April 2022   14:39 Diperbarui: 11 April 2022   17:38 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Era internet membawa dampak luar biasa. Info bisa diperoleh amat cepat. Namun disisi lain, kecepatan itu bisa tidak terkontrol. Jika yang masuk kedunia internet adalah orang dewasa yg sudah matang, tak perlu khawatir. Pasti akan terjadi seleksi ketat. Bisa memilih, mana yang bagus, mana yang tidak. Tapi bagi anak-anak yang mentalnya masih labil, belum terbentuk, era internet justru jadi masalah.

Terlebih sekarang. Masa-masa pembelajaran daring. Lebih bahaya lagi. Anak bebas buka konten jenis apapun. Ironisnya, kontens pornografi sangat mudah ditemukan. Akibatnya, banyak anak terpapar porno.

Anda sebagai orang tua, tentu menghadapi masalah pelik. Mau dihambat, tidak mungkin. Dilepas juga bahaya. Hendak dikontrol ketat tiap waktu juga mustahil. Masak orang tua harus jaga anak full 24 jam. Mana bisa..?. Maka jalan satu-satunya adalah solusi pembentukan mental. Baik bagi anak terpapar porno. Maupun bagi yang masih belum.

Mendapati anak terpapar porno, saran saya jangan pakai solusi ekstrim. Terutama secara fisik. Yakni, ambil tindakan menghentikan dengan cara kekerasan. Agar kapok dan jera. Tidak lagi nonton film porno. Ini adalah pilihan yang salah. Khawatirnya, kebiasaan itu memang sudah lama terjadi. Sudah menjadi kenikmatan yang sulit ditinggal. Jika faktanya begitu, maka jalan kekerasan justru memperkuat keinginan anak untuk melakukan perlawanan.

Cara melawannya adalah menjauh dari orang tua. Mencari kesempatan dan momentum yang lebih mendukung. Pilihan satu-satunya, cari tempat diluar rumah. Agar lebih bebas nonton film. Jika upaya itu sukses, maka terjadi transformasi pemikiran pada anak terpapar porno. Dari yang awalnya betah tinggal dirumah, menjadi lebih senang kalau ada diluar. Dari yang awalnya rumah adalah syurga, berubah menjadi neraka.

Jika sudah menganggap diluar rumah adalah syurga, maka keberhasilan solusi menghadapi anak terpapar porno dengan cara kekerasan, adalah semu belaka. Kelihatan sukses. Namun sebenarnya gagal. Memang saat buka internet didepan orang tua, anak terlihat konsentrasi mengakses konten-konten yang ada hubungan dengan pelajaran. 

Namun saat diluar rumah, berubah seratus delapan puluh derajat. Bukan konten-konten pelajaran yang di klik. Tapi situs-situs porno. Ingat, meskipun sama-sama tidak dibenarkan, anak nonton film porno diluar, lebih berbahaya dibanding jika masih dilakukan didalam rumah.

Mendapati masalah demikian, orang tua harus bijak. Jangan kesusu. Bernafsu melakukan perubahan sesegera mungkin. Saat itu juga, anak harus sudah insyaf. Ini tidak bisa. Karenanya, pilihlah solusi yang bersifat gradual. Pelan-pelan. Secara bertahap. Apalagi, jika anak terpapar porno sudah dalam kondisi akut. Sulit dihilangkan. Sudah lama terjadi.

Saran saya, orang tua jangan langsung memarahi anak. Apalagi hingga dipukul. Biarkan dulu barang beberapa saat. Tapi juga jangan terlalu lama. Yang proporsional saja. Cari kesempatan dan momentum terbaik. Lalu jika sudah ada, ajak ngobrol. Materinya, jangan langsung ke soal porno. 

Bicara yang lain dulu. Ngalor ngidul. Arahkan anak bicara yang dia suka. Yang menyenangkan.

Kerjakan kegiatan semacam itu secara intens. Dalam durasi tidak terputus. Tiap ada kesempatan, lakukan. Entah saat makan, asik nonton tv, santai dihalaman dsb. Jika berjalan dengan baik, maka itu akan membentuk rasa percaya anak pada orang tua. 

Naah, disaat ada kepercayaan itulah, mulai masuk bicara soal pornografi. Buka sedikit-demi sedikit. Jangan langsung fulgar. Hingga pada akhirnya nanti, jika dirasa sudah tepat, barulah singgung soal dampak negative kebiasaan nonton film porno.

Jika berdiskusi dengan anak terpapar porno menyinggung masalah pendidikan seks, sampaikan secara utuh. Jangan sepotong-sepotong. Cuma materi reproduksi saja misalnya. Yakni pengetahuan tentang fungsi organ tubuh yang berkaitan dengan seksual. 

Jika hanya ini materinya, maka pengetahuan yang diserap oleh anak tentang seks, terbatas seputar hamil atau tidak jika melakukan hubungan badan. Ini jelas tidak bagus. Semacam memberi trik pada anak, bagaimana cara agar hubungan seks diluar nikah tidak bisa hamil.

 Jadinya, anak malah punya modal cerdas untuk melakukan seks bebas. Besok-besok, pengetahuan cerdas ini akan dijadikan alat oleh anak untuk kumpul kebo. Tanpa rasa bersalah. Karena tidak ada lagi kekhawatiran akan hamil. Sesuatu yang jelas-jelas sangat kontraproduktif dengan tujuan pendidikan seks itu sendiri.

Maka selayaknya, pedidikan seks juga diimbangi materi doktrin agama. Memberi arahan pada anak terpapar porno, agar penyaluran fungsi-fungsi organ seks dilakukan secara benar. Wajib sesuai aturan agama. Beri anak dalil-dalil agama sekaligus dengan contoh-contoh yang nyata. Yang ditemui sehari-hari, tentang nilai-nilai terbaik jika hubungan seks dilakukan setelah ada ikatan pernikahan.

Kembali pada soal pendekatan gradual diatas, jika anak terpapar porno sudah punya kepercayaan pada orang tua, dan tertanam doktrin bahwa nonton film dewasa itu tidak baik, langkah berikutnya adalah buat kesepakatan. 

Bahwa jika ketahuan nonton lagi, akan ada tindakan tegas. Tapi dalam praktek, tindakan tegas itu harus kondisional. Dimulai dari yang paling ringan lebih dulu. Hingga nanti mengarah ke yang paling berat. Jika melampaui batas.

Selanjutnya, jangan terlalu sering diberi toleransi. Nantinya, akan menjadi permakluman. Anak terpapar porno akan punya pemikiran, bahwa ketahuan melanggar nonton film sekali dua kali, ternyata tidak ada teguran dari orang tua. Akibatnya, anak yang awalnya berangsur-angsur mulai "sembuh", sedikit demi sedikit kembali coba-coba.

 Pada akhirnya balik seperti semula. Jika nantinya kebiasaan itu menguat lagi, akibat banyak toleransi tadi, penyembuhan berikutnya bisa sangat sulit. Bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan sama sekali.

Itulah langkah-langkah umum jika orang tua mendapati anak terpapar porno. Namun sebelum itu, ada baiknya dilakukan antisipasi terhadap anak yang masih belum terpapar. Untuk pencegahan seperti ini, relative tidak terlalu sulit. Cukup lakukan pembiasaan, maka tontonan anak saat pegang gadget lebih mudah dikontrol.

 Kesempatan paling baik untuk melakukan pembiasaan itu adalah, saat pengetahuan anak masih dominan diperolah lewat proses imitasi. Yakni kebiasaan meniru. Ya sekitar umur 1-5 tahun. Tinggal tanamkan kebiasaan nonton konten-konten positif, maka kelak kebiasaan itu pula yang akan dibawa oleh anak.

Pembiasaan itu, yang utama wajib dilakukan oleh orang tua sendiri. Artinya, saat orang tua cari link youtube, jangan lupa klik yang mengandung nuansa ilmu pengetahuan. Misal, jika sedang bersama anak putri, carilah konten tentang resep memasak, cara jahit pakaian, mendesain mode dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi aktivitas seorang perempuan.

 Jika orang tua sedang bersama anak putra, carilah link tentang pengetahuan-pengetahuan alam liar, tayangan olah raga, permainan, tanaman, pendidikan agama, lagu-lagu rohani dsb.

Anak adalah titipan Tuhan. Menjadi kewajiban orang tua untuk menjaga anak agar tidak terjerumus pada tindakan merusak. Adanya anak terpapar porno jelas merupakan salah satu bentuk kegagalan orang tua dalam menjaga titipan Tuhan. Jadinya, yang rugi nanti bukan hanya anak itu sendiri. Orang tua, bahkan sanak saudara juga mengalami kerugian. 

Kerugian bagi anak, masa depan bisa rusak. Sedang bagi orang tua dan sanak saudara, jiwa mereka akan tersiksa. Merasa malu karena mendapati anak diperiksa polisi gara-gara terlibat pornografi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun