Puasa Belum Sempat Ibadah Sunnah, Jangan Khawatir
Ketika datang ramadhan atau bulan puasa, masjid tiba-tiba penuh. Mushalla tidak muat. Jamaah meluber hingga keluar halaman. Utamanya dikala masuk waktu isyak, sebagai persiapan solat tarawih.Â
Kondisi tidak jauh beda, juga kelihatan saat habis makan saur, hendak iktikaf di masjid, tahajjud dan solat shubuh. Sebuah kebiasaan yang lumrah terjadi di Indonesia. Biasanya, dilakukan ramai-ramai. Bareng seluruh anggota keluarga. Atau teman sejawat. Bisa juga oleh satu komunitas profesi tertentu.
Ironisnya, semangat itu maksimal terjadi hanya diawal-awal bulan ramadhan. Tepatnya sepuluh hari dimuka. Setelah masuk sepuluh hari ditengah, apalagi akhir, kembali sepi. Orang sudah pada asik belanja baju. Ada pula yang sibuk buat kue. Juga repot bersih-bersih dan ngecat rumah. Sebagai persiapan menyambut tamu yang hendak main lebaran. Lalu, saat pasca ramadhan, kuantitas jamaah masjid dan mushalla kembali seperti biasa. Tidak ada lonjakan.
Namun demikian, meskipun hanya diawal, cukup membuktikan bahwa semangat warga muslim Indonesia untuk mengisi bulan puasa dengan ibadah sunnah, sangat tinggi. Bahkan saking semangatnya, hampir semua kegiatan seperti dzikir, baca Quran, solawatan, istighfar, bahkan tidur sekalipun, dikaitkan dengan rukun islam ketiga ini.
Tidak salah juga sih. Karena ada dalil yang menguatkan tumbuhnya semangat itu. Simak dua hadits HR. Bukhari Muslim berikut ini. Rasul SAW. bersabda, "Apabila masuk bulan ramadhan, maka pintu-pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu".Â
Juga hadits ini : "Barang siapa yang pada bulan itu mendekat diri kepada Allah dengan suatu penghargaan, nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan pada bulan lainnya. Dan barang siapa yang melakukan suatu kewajiban pada bulan itu, nilainya sama dengan 70 kali lipat dari kewajiban yang dilakukannya pada bulan lainnya..".
Makanya, himbauan yang muncul saat ramadhan adalah, berlomba-lomba menuju kebaikan. Fastabiqul khairat. Agar kelak, timbangan kebaikan lebih berat dibanding keburukan.Â
Dimana, berat timbangan itulah nantinya yang akan membedakan ciri orang beriman dengan yang kufur, yang jujur dengan yang munafik, yang bertauhid dengan yang syirik dan yang adil dengan yang dholim.
Namun demikian, semangat mengisi kegiatan ibadah di bulan ramadhan kadang dipahami secara salah kaprah. Keliru persepsi. Hingga akhirnya mengganggu kewajiban lain. Anda yang karyawan sebuah lembaga, biasanya rajin penuh semangat masuk kantor. Nyaris jarang absen. Lima hari full dalam seminggu, dari senin hingga jumat. Tapi ketika puasa, jadi berubah drastis. Seminggu masuk kadang cuma tiga atau malah dua hari saja.
Yang punya profesi selain karyawan, juga sama. Sebelum puasa penuh semangat. Â Anda yang petani, tiap pagi rutin bawa cangkul pergi ke ladang hendak olah sawah. Yang pedagang, rajin keluar rumah buka toko ingin layani pelanggan, Yang ojol, aktif cari orderan agar sukses capai target.Â
Namun saat puasa, malah jadi kendor. Lebih banyak santai dirumah. Alasannya, agar puasa tidak terganggu dan ingin memperbanyak waktu untuk ibadah kepada Allah.
Sekedar dipahami, itu adalah pilihan kurang tepat. Bisa juga tergolong pada tindakan berlebihan. Karena memprioritaskan satu perbuatan diantara dua pilihan secara tidak berimbang.
Cenderung melepas salah satu yang sudah rutin dilakukan, untuk kemudian memilih hal lain, yang sebenarnya punya waktu temporer. Terbatas. Hanya pada saat-saat tertentu saja. Tidak setiap saat.
Memang benar, ada hadits yang menyatakan bahwa "Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do'anya adalah do'a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan." (HR. Baihaqi).
Namun, apakah karena ada hadits itu, saat puasa lalu jadi seenaknya datang terlambat kekantor karena ingin dapat tambahan pahala lewat tidur pagi..?. Ketika sudah tiba dikantor, apakah boleh diam saja, tidak berbuat apa-apa, dengan alasan ingin bertasbih dan bermunajat kepada Allah mengejar pahala berkai-kali lipat ?.
Kalau anda pilih sikap seperti itu, maka keberadaan hadits diatas justru menjadi masalah. Padahal, yang terkandung didalamnya adalah menggugah semangat. Bukan membuat orang puasa jadi berbuat malas. Menjadikan hadits tsb sebagai masalah, adalah pilihan yang keliru. Jelas merugikan. Tugas dan kewajiban jadi terbengkalai. Semua jadi berantakan. Kacau. Dalam skala tertentu, bisa jadi merusak.
Dampaknya, semua yang berkaitan dengan prestasi kerja, jadi terancam. Dimanapun dan sebagai apapun posisi dan kedudukan anda. Jika anda karyawan biasa, maka bos akan beri nilai kondite yang rendah.Â
Puncaknya, bisa turun pangkat atau bahkan di PHK. Jika kebetulan pemilik, bisa-bisa perusahan anda punya kinerja buruk. Karena tidak tertangani dengan baik, akibat terlalu berlebihan melaksanakan himbauan HR. Baihaki diatas.
Apakah umat islam yang puasa tidak boleh melakukan ibadah-ibadah sunnah untuk mengejar tambahan pahala..? Ya tidak begitu. Itu juga sikap yang salah. Cuek atas himbauan dari Allah dan Rosul SAW tentang perbuatan-perbuatan sunnah, itu sama saja dengan sikap sombong. Menganggap ibadah wajibnya sudah cukup membawa ke surga. Dan tidak perlu lagi ada tambahan ibadah sunnah.Â
Pilihan seperti ini juga kurang benar. Karena belum tentu hasil ibadah wajib yang dilaksanakan, dapat dijadikan bekal membawa seorang muslim masuk surga.
Lalu bagaimana seharusnya..? Jalankan saja secara proporsional. Apa adanya. Tidak perlu berubah. Kegiatan yang sebelumnya memang sudah rutin terlaksana, teruskan seperti biasa, meskipun sedang puasa. Yang karyawan, tetap rajin ke kantor, datang tidak terlambat dan selesaikan tugas didepan meja. Yang petani, silahkan tetap aktif cangkul tanah di ladang. Yang profesi ojol, tetap semangat cari penumpang. Yang usaha buka toko atau warung, tetap setia melayani pelanggan. Demikian juga untuk profesi-profesi lain. Terus semangat. Jangan sampai kendor.
Naahh, barulah disaat-saat kosong, ditengah-tengah jam kerja yang masih tersisa, belum waktunya pulang, tapi kewajiban sudah rampung, lakukan kegiatan tambahan berupa ibadah-ibadah sunnah tadi.Â
Anda karyawan, yang biasanya suka ngobrol ngalor ngidul dengan teman sejawat saat kerjaan kelar, gantilah ngobrol itu dengan baca istighfar misalnya. Karena baca istighfar dibulan ramadhan, mendapat ampunan sangat besar dari Allah. Tak perlu cari mushalla. Cukup baca secara diam-diam, dalam hati, sambil duduk di kursi kerja.
Anda ojol, ketika istirahat santai nunggu orderan, sempatkan baca solawat. Karena baca solawat dibulan ramadhan, kelak akan mendapat syafaat teramat besar dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW.Â
Anda petani, perbanyak baca dzikir la ilaahah illallah saat duduk istirahat berteduh dibawah pohon. Kelak dihari kiamat, dzikir ini mampu membuat muka anda bercahaya bagaikan bulan purnama.Â
Anda punya toko atau warung, bacalah Quran disela-sela nunggu pelanggan datang. Karena barang siapa yang rajin baca firman Allah ini, terlebih dibulan ramadhan, tiap satu huruf akan membawa kebaikan. Dan dalam satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat kebaikan. (HR. At-Tirmidzi).
Lalu bagaimana jika saat sedang khusuk melafalkan istighfar, solawat, dzikir dan baca quran tiba-tiba tugas datang lagi..? Yang karyawan diminta bos teliti berkas. Yang ojol datang orderan baru. Yang petani, tiba waktunya untuk kembali ayun cangkul. Dan yang punya toko atau warung, harus segera bergegas karena pelanggan pada berdatangan.Â
Maka jika begitu, hentikan dulu semua aktifitas ibadah penambah pahala tersebut. Mengapa..? Karena dalam kondisi tersebut, kerja teliti berkas, ambil orderan pelanggan, cangkul ladang dan melayani pelanggan lebih utama dikerjakan. Jika nanti kembali ada waktu kosong, silahkan lanjut lagi. Demikian seterusnya.
Ada memang waktu kosong. Tapi setelah selesaikan tugas berat, karena sedang puasa, badan terasa sangat lelah. Bawaannya jadi ngantuk. Bagaimana ini..? Ya tidur saja. Asal pilih tempat yang pas dan tidak mengganggu orang lain.Â
Naahhh, disinilah berlaku hadits bahwa tidurnya orang puasa adalah senilai ibadah sebagaimana HR. Baihaqi diatas. Itulah alasan tidur yang benar. Memang betul-betul ingin mengistirahatkan tubuh. Yang nantinya dapat ganjaran pahala ibadah sunnah. Sementara yang tidurnya adalah karena malas, ya dapatnya hanya badan segar kembali. Terbebas dari rasa kantuk saja. Untuk dapat pahala, ya tunggu dulu.
Umat islam yang karena profesi, tidak memungkinkan dapat melakukan berbagai ibadah sunnah dibulan ramadhan, jangan khawatir. Islam menjamin, apapun jenis kegiatan anda, meskipun tidak masuk kategori ibadah, Allah tetap akan memberi anda pahala senilai ibadah.Â
Dengan syarat niatnya benar. Yaitu hanya karena Allah. Bukan untuk yang lain. "Semua perbuatan tergantung niatnya. Jika karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya.Â
Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." (HR. Bukhari).
Anda rajin solat, tapi niatnya ingin disayang mertua atau diperhatikan bos, maka solat anda sama sekali tidak bernilai ibadah. Tidak ada pahala didalamnya. Kecuali gugur kewajiban saja.Â
Sebaliknya, meskipun yang anda lakukan seharian cuma teliti berkar-berkas kantor. Tapi niatnya adalah untuk melaksanakan perintah Allah tentang wajibnya mencari nafkah, demi kasi makan anak istri, maka haqqul yakin, pekerjaan yang kelihatan cuma sebatas kegiatan dunia itu, sangat bernilai ibadah. Allah akan memberi pahala besar bagi anda.
Tugas anda jaga toko..? Jangan khawatir juga. Allah akan mengganti tiap hembusan napas anda dengan pahala tak ternilai. Jika untung yang didapat, diniatkan untuk bayar zakat, sedekah buat fakir miskin atau naik haji. Itu semua, jelas nilainya lebih tinggi. Dibanding ibadah solat tapi untuk mertua dan bos tadi.
Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Inilah kesempatan bagi anda untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya. Lewat berbagai kegiatan. Bahkan dengan cara memanfaatkan kesibukan ditengah-tengah anda sedang bekerja. Ingat, cari pahala bukan cuma dari kegiatan ibadah sunnah. Tapi bisa pula dari sumber lain, sebagaimana gambaran diatas.Â
Akhirnya, saya ucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang mejalaninya. Semoga ibadah tahun ini, mampu membawa perubahan pola pikir tentang nilai-nilai ibadah yang ada hubungannya dengan pekerjaan anda. Amiinn..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H