Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kompasiana, Media Pencipta Energi Positif

6 November 2012   04:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:54 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perikiraan saya, Anda pasti pernah melihat permainan senter anak-anak yang digerakkan secara mekanik dengan tangan (meremas-remas gagangnya, sehingga muncul nyala lampu pada ujungnya). Mainan ini sering dijual di tempat keramaian seperti di pasar malam atau di terminal dan tempat keramaian lainnya. Teringat kembali pelajaran ketika SMA, energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan. Energi adalah kekal, dia hanya berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, berpindah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Permainan senter tadi bisa menjadi contohnya. Energi mekanik berpindah menjadi energi listrik. Energi listrik berpindah menjadi energi cahaya. Dan seterusnya.

Hipotesis yang pernah saya susun sekitar 1 atau 2 tahun yang lalu mungkin akan sedikit menguak misteri kekekalan energi ini, meskipun sama sekali tidak kredibel, karena hanya pengalaman pribadi. Menulis, seperti juga berpikir, belajar, merenung, bertindak, atau entah apalagi kegiatan yang dilakukan, asalkan disertai dengan niatan baik dan punya tujuan positif, pada dasarnya adalah energi yang bisa mengumpul kapan saja, dan akan bisa berpindah kapan saja menjadi apa saja.

Banyak sekali kompasianer yang telah terbukti melakukan 'picu energi' dengan menulis, khususnya menulis di kompasiana, dan kemudian ternyata ada energi positif yang muncul dan berpindah menjadi rahmat, rejeki dan karunia lain yang mungkin saja unpredictable (tidak bisa diprediksi). Sebut saja kawan Yusran Darmawan, kawan Johan Wahyudi, atau kawan Wijaya Kusumah yang sedikit atau banyak, telah memberikan testimoninya.

**

Kini testimonial itu harus saya susun untuk memperkuat betapa 'picu energi' dengan menulis ini sungguh-sungguh telah membuat segalanya bisa berubah. Awal mulanya saya tak begitu paham, tapi pelan-pelan, segalanya terkuak oleh waktu. Ketika pertama kali saya menulis di Kompasiana, saya tak pernah membayangkan bahwa menulis adalah awal dari munculnya semacam academic sense dalam hidup. Ternyata, menulis bisa memberi picu agar seseorang berpikir, merenung, mengasah otak, menimbang, membayangkan, mensintesa, dan akhirnya diakhiri dengan menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan, dan menuangkan renungan dalam coretan.

Saya tak begitu paham apa yang terjadi sampai akhirnya saya berketetapan hati untuk meneruskan tradisi menulis itu untuk suatu kebutuhan yang lebih formal, yakni meneruskan kuliah, menimba ilmu lagi. Dan alangkah ajaibnya, dan tak mungkin saya ingat kembali lagi apa yang sebenarnya terjadi dengan menulis ini, ketika sekarang, saat ini, saya sedang terduduk manis di sebuah perpustakaan ber-ac, menyelesaikan tulisan ilmiah penelitian agar bisa lulus kuliah. Segalanya terjadi begitu saja, yang pada mulanya hanyalah tulisan-tulisan guyonan serial “Andai Aku Presiden RI”, sampai suatu saat ketika aku harus menulis tulisan ilmiah yang sekelumit pernyataan seorang pakar saja harus ada footnotenya.

Hmmm.. Segalanya berlalu begitu saja persis seperti pertanyaan seorang pria yang sudah berumah tangga,”Lha iya lhoh.. kok dia ya yang jadi istriku sekarang.. kok bukan yang itu saja ya..” Wakakakak..

**

Hidup selalu dipenuhi dengan misteri, terlebih urusan kekekalan energi yang ada hubungannya dengan menulis ini. Saya jadi teringat seseorang yang amat terkenal dan beliau seorang seniman nasional, bahkan internasional. Jika ditanya mengenai pencapaiannya sampai saat ini ketika dia mendapatkan penghargaan-penghargaan, bahkan ada hadiah dalam nominal yang cukup besar, tentu dia akan juga bingung dengan apa yang terjadi ketika pena pertamanya menetak pada kertas putih, dimana itu adalah peristiwa di hari paling awal ketika dia menulis. Mengapa seperti ini jadinya sekarang? Mengapa saya terkenal? Mengapa saya dapat banyak penghargaan? Dia juga pasti akan terheran-heran.

Hikmahnya, saya jadi menyukai teman-teman yang sedang berjuang habis-habisan sampai saat ini untuk tetap interes menulis, interes mengembangkan komunitas menulis, interes dengan kegiatan pelatihan menulis, atau apa saja yang ada hubungannya dengan menulis. Meski saya tak begitu berinteraksi dengan salah satu yang saya pandang ada diantara berbagai komunitas ini, saya cukup melihat Kampung Fiksi salah satunya.

Satu hal yang bisa saya sampaikan, jika semua kegiatan itu diawali dengan niatan positif dan tujuan yang baik, insya allah energi akan terkumpul semakin besar dan akan berpindah menjadi anugerah yang luar biasa dari Tuhan untuk Anda. Amin..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun