Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cinta, Tuhan, dan Kepemilikan

21 Februari 2011   01:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:25 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak pernah menonton tayangan infotainmen di televisi dengan serius seperti ketika nonton sepakbola. Saya hanya menonton acara itu sambil berlalu lalang untuk mengerjakan kegiatan pagi semisal mencuci mobil atau menyemir sepatu. Bukan karena saya tidak tertarik menonton acara itu, tetapi karena yang ditampilkan terkadang tidak begitu saya butuhkan. Dan tentu saja saya tak mau dipaksa untuk memelototi ulasan artis yang ulang tahun, ulasan cakar-cakaran muka dari sesama artis dan ulasan perihal artis yang melarikan diri dari rumahnya.

Tapi pagi ini agak lain. Saya agak terperangah manakala infotainmen menampilkan kolega-kolega almarhum Adjie Massaid yang serempak memberikan semacam nasehat kepada Angelina Sondakh agar tabah menghadapi hidup ketika orang yang amat dicintainya telah meninggalkannya, menghadap Yang Maha Kuasa.

Salah satu yang membuat saya terhenyak adalah ketika salah satu kolega Adjie Massaid berkata,”Hai Angie. Tabahkan hatimu. Kita boleh mencintai apapun di dunia ini. Tapi jangan pernah kita merasa memilikinya. Sebab, apapun di dunia ini adalah milik Tuhan. Kita diberi kebebasan untuk mencintai apapun di dunia ini, tapi tak diberi kebebasan untuk memilikinya. Sebab, semua akan kembali kepadaNya. Kita semua milik Tuhan dan sesungguhnya semua akan kembali kepadaNya..

**

Saya jadi terdiam sejenak dan menunda pekerjaan pagi saya. Saya tak kuasa untuk menahan sejenak beberapa patah kata yang amat indah itu. Mungkin bukan karena saya mencintai infotainmennya, tetapi karena apa yang saya dengar lantas tak bisa saya biarkan. Saya harus menghayatinya.

Jika pagi datang dengan ditandai munculnya sinar mentari di ufuk timur, saya selalu gembira dan amat suka dengan kegiatan tetangga sebelah yang menurut saya adalah keluarga yang bahagia dan ceria. Ketika saya asyik dengan busa-busa kit sampoo mobil, saya selalu memperhatikan keluarga sebelah rumah yang ramai dengan suara anak-anak mereka yang akan pergi ke sekolah. Pun juga suara gaduh mami dari anak-anak itu yang sedang mempersiapkan sarapan pagi serta suaminya yang mempersiapkan diri untuk mengantar anak-anaknya pergi ke sekolah.

Mereka tentu orang-orang yang saling mencintai dan membentuk sebuah keluarga. Mereka tentu merasa saling memiliki. Suami yang memiliki istri dan anak-anaknya, dan juga sebaliknya. Anak-anak yang tentu juga memiliki orang tuanya.

Tetapi sungguh! Jika mereka menonton tayangan infotainmen yang baru saja saya tonton, mereka harus kembali menghayati dan merenungi bahwa kepemilikan akan orang-orang yang dicintai ternyata tak boleh dijadikan dasar kebahagiaan yang hakiki. Sebab, tentu saja kita tak pernah bisa memiliki apapun di dunia ini. Semua hanya titipan dan setiap saat juga harus siap untuk diambil kembali oleh pemilik abadi yakni Tuhan Yang Maha Esa.

Namun demikian, ternyata Tuhan mengaruniakan sebuah cinta yang indah bagi kita yang kita berikan kepada orang-orang terdekat kita. Kita diberi kebebasan untuk mencintai mereka, yang kemudian menjadi dasar bagi terbentuknya motivasi luhur untuk merawat mereka, memperhatikan mereka dan tentu saja membuat mereka bahagia. Sungguh indah cinta itu. Dan Tuhan sungguh bijaksana. Tetapi, Tuhan juga sudah memberi rambu bahwa mereka tentu bukanlah milik kita. Mereka semua akan kembali kepadaNya suatu saat nanti.

**

Setelah jeda iklan, saya kembali menemukan kata-kata bijak untuk yang kedua kalinya. Salah seorang kolega Adjie Massaid berkata,”Cinta kita kepada orang-orang terdekat kita, tentulah harus mencerminkan cinta kita kepada Tuhan..

Ampun.. begitu indahnya kata-kata itu. Baru kali ini ada infotainmen yang amat mendidik!! Jerit saya dalam hati.

Memang benar adanya. Ketika kita mengetahui bahwa cinta telah tumbuh dalam diri kita, maka sebenarnya kita telah melihat Tuhan hadir dalam kehidupan kita. Ketika kita melihat sebuah kebahagiaan, maka tentu kita telah melihat keagungan Tuhan.

Coba sekarang Anda perhatikan!

Apakah Anda akan menolak keberadaan Tuhan jika Anda melihat bayi Anda yang putih, mulus, montok dan sehat telah lahir dan hadir di tengah-tengah keluarga Anda?

Apakah Anda akan menolak cinta Tuhan ketika tiba-tiba Anda dipertemukan dengan seseorang yang Anda cintai?

Jadi, sebenarnya cinta telah hadir ditengah-tengah kehidupan dan kita harus menyongsongnya. Kelak kita semua akan tahu bahwa hanya cinta yang sanggup membersihkan hati nurani kita yang sudah kotor dan berkerak ini. Hanya cinta yang sanggup untuk membuat dunia ini penuh kedamaian tanpa pertikaian dan saling membunuh.

Cuman.. saya hanya ingin berpesan saja.. bahwa cinta kita tak kan mungkin tumbuh dengan subur jika kita ingkar akan pemilik cinta yang abadi. Tuhan Yang Maha Kuasa. [ ]

Salam Kompasiana,

Mr. President

Kota Reog Ponorogo, 21 Pebruari 2011

Catatan : Status pagi ini, sehat dan waras. (No Kenthir)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun