Hari ini Inge ulang tahun. Entah yang keberapa. Aku tak pernah tahu. Yang jelas, sepertinya bukan yang ke-16. Mungkin yang ke-15. Bila aku salah taksir, maafkan aku. Pun bila mataku tak tajam mengamati, maafkan aku. Bagiku, lebih baik mengatakan dia berumur 16 tahun daripada mengatakan dia berumur 61 tahun.
**
Kupandangi fotonya. Foto aneh yang tak pernah kulupa. Terkenang kala foto itu aku yang take. Aku mencoba memberi sugesti,”Ayo senyum.. satu.. dua..” Dia malah melotot. “Ah jangan gitu dech.. ayo lagi.. satu.. dua..”. Dan bibirnya malah melenceng ke kiri, sementara alisnya membentuk tapal kuda.
“Hh.. gini lho sayang. Kepala tegak.. senyum dikit.. nahh.. gitu.. dikit lagi.. nahh.. siipp.. satu.. dua.. “. Pas kameraku men-take, suara mercon Ojan anak pak RT tiba-tiba berbunyi keras sekali. DAR!!!
Dan hasil foto aneh yang kudapat. Senyum dikit berubah mangap, mata sayu berubah melotot, dan daun telinga tiba-tiba melancip, mirip tanduk setan.
HHhh..
**
Aku senyum-senyum sendiri. Tahun lalu, Inge mengundangku saat ulang tahunnya. Ramai dan riuh banget. Teman-temannya pada datang. Membawa banyak bingkisan dan kado. Tapi dia masih berdandan saja di kamarnya. Semua sudah lapar ingin menyantap kue ulang tahun. Semua berharap agar Inge segera keluar dan meniup lilin disertai doa. Sebuah tanda akan segera makan kue.
Dan memang dia keluar dari kamarnya. Tapi dia memakai kostum yang tak biasa. Baju polka dot kombinasi warna kuning hitam, dan rok rumbai rumbai warna orange. Di kedua pangkal lengannya, ada aksesoris berbentuk sayap. Di pergelangan kakinya, ada binggel penari remo.
Untung dia tidak memakai terompah Abu Nawas.
**
Anehnya, kami semua terkesima olehnya. Dengan hangat, dibagikannya piring-piring kecil kepada kami. Kue akan segera dibagi.
Musik mulai menghentak, dan kami semua berharap piring kecil kami akan segera diisi.
“Yang mau kue, harus tepuk tangan setelah aku menari.. oke??”
Kami semua mengangguk.
Dan dia menari. Lenggak-lenggok tarian wayang orang dengan iringan host musik. Perlahan, ia mencolek kue ulang tahun dan memakannya sendiri.
“Yang mau kue, harus tepuk tangan setelah aku berjoget. oke??”
“Wookeh..” kami berbarengan menyahut.
Tarian ala karnaval Brazil pun disuguhkan, tapi iringan musiknya mirip lagu Sepultura. Dan kue itu tetap dimakannya.
Kami selalu bertepuk tangan dan amat gembira. Terhibur bukan main. Kemudian mengangkat piring-piring kami lagi. Berharap sekali mendapat kue ulang tahun.
Sayang sekali, kue ulang tahun itu hampir habis dimakan sendiri oleh si pemilik hajat ulang tahun. Kami masih tetap membawa piring-piring kecil kami. Kami sudah hampir berkesimpulan bahwa kami bakal ngaplo. Tak mendapat kue seirispun.
Anehnya, kami tak marah.. dan malah semakin sayang dengan Inge yang amat gembira dengan ulang tahunnya. Dengan kuenya. Dengan tariannya. Dengan lenggak lenggoknya. [ ]
NB : Fiksi ini dipersembahkan untuk ultah Kompasianer Inge.
...happy birthday to hope u will always
have a good health,
more career in life..
and hope that more birthdays to come..
always take care...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H