Mohon tunggu...
Zuhdy Tafqihan
Zuhdy Tafqihan Mohon Tunggu... Tukang Cerita -

I was born in Ponorogo East Java, love blogging and friendship..\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Andai Aku Presiden RI Episode 39 – “Mencium (part-1)”

7 Januari 2010   01:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:35 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ini Lanjutan dari Episode 38.

Aku tak ingin mengingkari janjiku untuk mengundang mbah dukun cinta itu ke istana. Jelas karena aku takut kalau ilmu-ilmu yang diturunkannya kepadaku hilang. Masih saja terngiang-ngiang di telingaku dialog itu. (eps 38)

”Sungguh kau tak akan melupakanku? Meski suatu saat kamu sudah jadi orang besar??”

”Ya Mbah. Sungguh.. Jika saya nanti menjadi presiden, saya akan mengundang mbah di istana, dan membuatkan mbah kopi yang paling enak sedunia..”

”Awas, kalau kamu ingkar janji, ilmu yang kuturunkan kepadamu.. bakalan hilang..”

”Ya Mbah. Janji mbah.”

**

Dan pagi ini dia datang. Mengenakan baju batik Pekalongan, memakai ikat kepala, dan jenggotnya tetap panjang dan memutih.

”Wahahaha.. hidupmu sudah enak ya.. ” katanya sambil memelukku.

”Enak apaan, Mbah? Jadi presiden itu nggak seberapa enak..” sambutku.

”Lho.. kenapa begitu?” tanya mbah dukun cinta keheranan.

”Jadi presiden itu.. tanggung jawabnya besar mbah. Kalau ada satu saja penduduk negeri ini yang kelaparan.. tertindas.. oh.. itu juga menjadi tanggung jawab saya, mbah.. Maka itu.. ketika saya terpilih dulu.. saya langsung ucapkan istighfar 1000 kali. Saya sangat berat menerima jabatan ini.. tapi.. ya karena sudah terjadi.. bagaimana lagi..?”

”Hahaha.. lha apa tukar aja.. gantian aku yang jadi presidennya?” seloroh mbah dukun cinta asal.

”Jangan mbah..” jawabku spontan. ”Mbah nggak punya pengalaman jadi presiden..”

”Lho..??”

”Iya mbah.. kedepan ini, untuk menjadi seorang presiden, harus mempunyai pengalaman dulu menjadi presiden.. ”

”Oo.. gitu ya..”

Aku hanya tersenyum saja.

**

Setelah berbasa-basi sana sini, dan setelah beberapa seruput kopi panas telah kami nikmati bersama, aku mengajak mbah dukun cinta menuju ruangan khususku yang kedap suara, dan tak bisa tersadap oleh satelit Amerika sekalipun. Bunker ini very very very top secret area in the world. Pernah digunakan oleh Osama untuk sembunyi juga. Hoho.. enggak enggak..

“Ada apa sih sebenarnya, kok kamu mengajakku pergi ke ruangan hebat ini..?” tanya mbah dukun cinta serius.

”Mm.. begini mbah. Terus terang saja ya mbah.. saya itu menginginkan sesuatu yang sudah saya pendam sejak lamaaa sekali. Sampai sekarang belum tergapai keinginan saya itu.” jawabku juga tak kalah serius.

”Lho.. kok serius banget. Apa sih keinginanmu itu..? Mbah kok jadi penasaran..?”

Aku melihat ke kiri dan ke kanan dulu. Ke atas dan ke bawah dulu siapa tahu masih ada setan atau genderuwo yang nguping.

”Begini mbah. Saya sudah lama ingiiiiin mencium pipi sahabat saya.. sampai sekarang belum teraih keinginan saya itu..”

”Busyeeeet!!”

**

”Dia itu sekretaris pribadi saya mbah..”

”Oo.. yang tadi di depan.. yang..”

”Lho.. mbah sudah tahu, toh..?”

“Maksudmu kan yang memakai rok panjang..?”

”Mm.. iya mbah. Iya betul..”

”Hehehe.. ”

”Kenapa, mbah..?”

”Kayak’e dia memang kemambung..”

”Apa kemambung itu, mbah?”

”Ya kalau ibarat buah mangga.. kemampo.. seger.. setengah mateng ya setengah muda.. hehe..”

”Busyett!!”

**

”Sapa sih namanya?” tanya mbah dukun cinta tak sabar.

”Mm.. Natalia, mbah..” jawabku pelan. ”Dia beda, mbah. Dia bukan kayak gadis-gadis kencur yang mudah dibohongi itu. Dia pinter, cerdas, dan punya daya tawar selangit, mbah. Teknik mbah yang biasa-biasa.. tak akan mempan..” kataku.

Mbah dukun cinta nampak terdiam dan memandangiku.

”Sebentar.. aku ingin tahu dulu..”

”Apaan sih mbah?”

”Kamu ingin mencium pipinya itu.. orientasinya apa dulu nich.. mbah kepengin tahu..?”

Aku merengut.

”Ya.. ya.. ciuman.. pipi.. ya.. sayang gitu, mbah.. kasih sayang maksudku.”

Mbah dukun cinta terdiam lagi.

”Bener itu? Tak ada unsur nafsunya gitu.. kasih sayang yang seperti apa?”

Aku merengut lagi.

”Ya benar mbah. Ciuman pipi sayang thok.. nggak ada lain-lainnya..”

”Oke.. ibaratnya.. kayak nyium pipi siapa nich..?”

”Mm.. nyium pipi.. adik cewekku, mbah..”

”Bener itu?”

”Ya mbah.. cuman, bedanya.. dia kan sahabatku..”

”Nah.. itu bedanya..”

**

”Kalau ibaratnya diubah dulu gimana?”

”Ibarat apa, mbah?”

”Ibarat nyium nenek-nenek peot di panti-panti jompo itu..”

”Waah.. ya nggak to mbah..”

**

”Soalnya.. kamu adalah public figure.. harus punya integritas moral.. harus mempunyai etika.. Kamu seorang presiden.. ”

”Iya aku tahu, mbah..”

”Ingat kasusnya..”

”Kasusnya siapa, Mbah..?”

Clinton.. Monica Lewinski..”

Aku tercenung sesaat. Banyak juga nich literatur mbah dukun cinta.

”Enggak mbah.. aku jamin.. enggak bakal kotor dan menjijikkan seperti itu.. yakin.. satu ciuman pipi penuh kasih sayang.. lainnya tidak sama sekali..”

Mbah dukun cinta menarik nafas panjang sambil geleng-geleng kepala.

**

”Jadi.. sasaranmu.. di pipi sebelah mana nich..?” tanya mbah dukun cinta lagi.

”Mm.. pipi kiri mbah..”

”Kenapa kamu milih yang kiri..”

”Lha.. karena.. karena kita biasa berjalan di sebelah kiri..”

”Apa hubungannya???”

[ ada lanjutannya besok.. masih seru.. hehe.. sabar ya..]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun