Natalia membawa setumpuk surat kabar hari ini, dan seperti membantingnya di hadapanku. Di mejaku. Mukanya cemberut, bibirnya terkatup, dan matanya memperlihatkan sebuah ketidaksukaan.
“Ini headlines paling menyedihkan sepanjang sejarah. ” Kata Natalia ketus. Ia memperlihatkan satu koran kepadaku.
PRESIDEN PINGSAN SAAT KUNJUNGAN KE DAERAH. Dokter Kepresidenan Tak Tahu Menahu. Bahkan Pengawalpun Tidak Tahu.
“Apa yang Anda pikirkan, Mr. President? Apa yang Anda lakukan jelas tidak benar. Anda gegabah. Anda mulai tidak memikirkan posisi Anda sebagai simbol negara. Bagaimana mungkin ini terjadi?” lanjut Natalia.
Kemudian ia memperlihatkan satu koran lagi.
PRESIDEN PINGSAN SETELAH JAMUAN MAKAN SIANG DI DAERAH. ANALISIS PENGAMAT : MUNGKINKAH PRESIDEN DIRACUN?
“Ini jelas tak bagus. Menimbulkan fitnah bagi lawan-lawan politik Anda.. menimbulkan instabilitas. Anda tahu, Mr. President? Indeks saham melemah pagi tadi..” Natalia tak mungkin dibendung.
Satu koran lagi.
PRESIDEN PINGSAN SAAT PERTEMUAN DENGAN KELUARGA RAHADJENG. SIAPA SEBENARNYA RAHADJENG?
“Saya tidak suka ini. Saya tidak suka. Tepatnya.. saya tidak suka, Mr. President. Dan secara pribadi.. sebagai sahabat.. saya punya pertanyaan. Mengapa Anda tak memberitahu saya bahwa Anda sedang mengunjunginya.. bahwa Anda sedang mengunjungi dia..”
Semakin banyak koran.
RAHADJENG MENGGANTI POSISI DOKTER KEPRESIDENAN. Wawancara eksklusif dengan Rahadjeng yang mengompres Presiden.
Muka Natalia nampak berubah 180 derajat setelah memperlihatkan headlines koran terakhir itu.
“Saya lebih dekat kepada Anda setiap hari. Saya tak pernah melepaskan perhatian kepada Anda sedetikpun. Saya tak pernah tidak berpikir bagaimana memberikan yang terbaik untuk Anda, Mr. President. Tapi.. ttt.. ttt.. tapi.. mengapa dia yang mempunyai kesempatan itu.. ? Kesempatan untuk menyentuh Anda.. mengompres.. kesempatan yang lebih intim.. Sebagai sahabat.. saya protes.. lebih lama siapa sebagai sahabat antara saya dengan dia?? Tapi mengapa Anda tak pernah menciptakan momen yang lebih dekat dengan saya, Mr. President..?” Mata Natalia agak kemerahan.. Dan aku merasa bersalah.
Satu Koran lagi..
SEORANG GADIS, BERDUAAN DI KAMAR DENGAN PRESIDEN. GADIS ITU MEMBERIKAN PERTOLONGAN PERTAMA KEPADA PRESIDEN YANG PINGSAN. SIAPAKAH GADIS YANG BERUNTUNG ITU?
“Jika saya ada di sana.. saya tak akan membiarkan itu terjadi. Saya akan membawakan vitamin seperti biasanya. Saya akan memberikan moment kapan Anda harus relaksasi dalam tiga menit kesibukan Anda. Dan ternyata.. gadis kencur anak akuntansi itu yang Anda pilih. Dan saya.. saya di sini.. hanya menangis karena menerima telpon para ajudan.. saya tak bisa memberikan pertolongan.. dan karena saya sama sekali tak Anda libatkan.. saya tak punya moment.. entahlah..!” mata Natalia berkaca-kaca lagi..
“Dan mengapa Anda memblokir nomor saya, Mr. Presiden..? Apa karena khawatir saya ganggu ketika Anda punya agenda berduaan dengan dia? Atau.. karena Anda sudah tak menerima saya sebagai sahabat?? Mengapa?” irama dan nada kata Natalia menurun dan melemah..
Matanya sembab. Ada dua butir air mata.
AKU JADI SANGAAAAATTTTT BERSALAH DENGAN DIA..
**
“Tanpa bermaksud apa-apa. Saya hanya ingin Anda mendengarkan kalimat terakhir saya..” lanjut Natalia.
“Ss.. ssa.. saya.. cemburu pada gadis itu. Saya tak malu mengakui ini..”
Natalia pun terisak..
[ aku nulis sambil mewek juga.. salam sayang buat yang baca ini.. ]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H