Bahayagunungapidibedakanmenjadibahayaprimerdan bahayasekunder (Smith, 1996., StieltjesandWagner,1999, Wright, et al. 1992, Crandell, 1984).Bahayaprimerataubahayalangsung,didasarkanpadadampaklangsungdarihasil-hasilerupsi, meliputialiranlava(lavaflows),aliranpiroklastik(pyroclastic flow), bahanjatuhan(free-falldeposits)dangas. Bahayasekunder atau bahayatidaklangsungdidasarkanpadaakibatsekunder darierupsi,meliputilahar,gerakanmassa(slumps, slides, subsidence,blockfalls, debrisavalanche), tsunamidanhujanasam. Baik bahaya primer maupun sekunder saat ini terjadi mengiringi erupsi Merapi 2010 khususnya aliran piroklastik atau sering disebut awan panas atau wedhus gembel; bahan jatuhan seperti abu, pasir, dan kerikil, khusus abu diberitakan sudah menjangkau jarak ratusan km (Kota Bogor), bahkan mengganggu aktivitas penerbangan; Bahaya sekunder berupa lahar saat ini mencemaskan warga di bantaran Kali Code di Kota Yogyakarta. Tulisan ini lebih fokus kepada bahaya primer yangpalingbanyak menimbulkan dampak bencana, khususnya korban jiwa yaitu aliranpiroklastik atau awan panas.
Piroklastikamerupakanbahanhamburanyanglangsungberasaldarimagma.Istilahituberasaldarikatapyro(bahasayunani)yangberartiapidanclastyangberartikepingan, butiran, fragmenataupecahan. Dengandemikianpiroklastikaberarti kepinganyangberapi, membaraatauberpendarpadasaatdilontarkandaridalambumike permukaanbumimelaluikawahgunungapi. Awan panas merupakan salah satu bentuk aliran piroklastik, berupa aliran suspensi dari batu, kerikil, abu, pasir, dalam suatu masa gas vulkanik panas yang keluar dari gunungapi dan mengalir turun mengikuti lerengnya. Kecepatan aliran dapat mencapai lebih dari 100 km per jam dengan jarak jangkau dapat mencapai puluhan kilometer (Ratdomopurbo dan Andreastuti, 2000). Dari kejauhan, awan tersebut seperti awan bergulung-gulung menuruni lereng gunungapi, yang pada waktu malam aliran tersebut nampak membara. Benturan antar batu-batu atau material yang besar di dalam awan panas itu terlindungi oleh gas sehingga benturan teredam. Oleh karena itu aliran awan panas sekalipun dalam bentuk turbulensi dalam perjalanannya tidak berisik seperti longsoran material dingin (lahar).
AwanpanaskhususnyadiG. Merapidibedakanmenjadiawanpanasguguran,awanpanasletusandanawanpanasletusanterarah(Voight, etal, 2000).AwanpanasyangseringdisebutsebagaiwedusgembelyangmasukdalamkategoriTipeMerapi,hanyamerupakansalahsatubentukawanpanasyangada,tetapiawanpanastipeinilahyangpalingseringterjadi, lihat Tabel 1 dan Gambar 1-C. Awan panas 2010 menurut pendapat penulis ciri-cirinya lebih dekat dengan awan panas letusan yang sering diidentifikasi sebagai awan panas tipe St. Vincent. Awan panas ini terbentuk karena runtuhnya material vulkanik yang tererupsi secara vetikal, lihat Tabel 1, Gamabr 1-B. Sementara awan panas letusan terarah juga menurut penulis juga pernah terjadi di Merapi yaitu saat letusan tahun 1930 yang menghasilkan awan panas terjauh abad 20 yaitu 13 km, lihat Tabel 1 dan Gambar 1-A, tetapi rekor ini dipecahkan awan panas 2010.
Tabel 1.KlasifikasiIstilah yangSeringDigunakanuntukMenamakanAwanPanas
Lacroix, 1930
Escher,1933 and Macdonald, 1972
Voight, et al, 2000
Padanan kata Indonesia
Mekanisme Pembentukan
Nuee ardentes d`avalance
Merapi-type, glowing clouds
Dome-collapse nuee ardentes
Awan panas guguran
Runtuhnya kubah lava (dome collapse)
Fountain-collapse nuee ardentes
Nuee ardentes d`explosions vulkaniennes
St. Vincent-type glowing clouds
Awan panas letusan
Runtuhnya material vulkanik yang tererupsi secara vertikal (collapse of vertically erupted debris fountain)
Directed-explosion nuee ardentes
Nuee peelenes d`explosion dirigee
Glowing clouds by directed blasts
Awan panas letusan terarah
Ledakan terarah (directed blast)
Sumber : Voight, et al, 2000
[caption id="attachment_71933" align="aligncenter" width="622" caption="Sumber: Macdonald, 1972 dalam Ratdomopurbo, dkk, 2000"][/caption]
Pertanyaannya mengapa awan panas letusan terjadi mengiringi erupsi 2010 dan sampai kapankah erupsi akan berakhir? Mah Rono berharap letusan terus berlansung dan jangan fluktuatif seperti sebelumnya sampai energi gas habis dan aktivitas pun menurun menuju normal kembali. Kalau berkaca pada Hartmann (1935), erupsi saat ini memasuki fase utama. Hartmann membagi tiap erupsi di G. Merapi menjadi 3 fase yaitu fase awal atau keadaan sebelum erupsi, fase utama yaitu aktivitas utama dan fase akhir.Ketiga fase tersebut merupakan satu siklus aktivitas letusan Merapi. Berdasarkan apa yang terjadi pada fase awal, utama dan akhir, Hartmann membedakan kronologiletusan menjadi empat bagian, lihat Gambar 2. Di sini leboh difokuskan pada kronologi C karena menurut hemat penulis mendekati kejadian erupsi tahun 2010.
Kronologi C mirip dengan kronologi B, hanya saja pada awalnya tidak terdapat kubah lava tetapi sumbat lava yang menutup kawah Merapi. Oleh adanya sumbat lava tersebut, fase utama berupa letusan Tipe Vulkanian dengan awanpanas lebih besar (Tipe St. Vincent). Fase akhir dari kronologi letusan yaitu berupa pembentukan kubah lava baru. Menurut penulis sumbat lava untuk erupsi 2010 adalah sisa kubah lava 2006 yang tidak longsor menjadi awan panas tipe merapi. Fase utama diawali saat letusan 26 Oktober yang menghasilkan awan panas letusan yang menerjang kampung Mbah Maridjan. Fase ini terus berlanjut dan menghasilkan letusan besar pada tanggal 3 dan 4 yang menghasilkan awan panas sejauh 17 km menerjang Dusun Argomulyo. Fase ini masih berlanjut sampai sekarang. Berdasarkan skenario C Hartmann ini, eruspsi 2010 akan diakhiri dengan pembentukan kubah lava 2010, tetapi waktunya sulit diperkirakan. Sementara sampai sekian dulu..
Referensi
- Crandell, P. R. 1984. Source Book for Volcanic Hazards Zonation. United Nations Education Scentific and Culture Organization.
- Ratdomopurbo dan Andreastuti, 2000. Karakteristik Gunung Merapi. Direktorat Vulkanologi.
- Smith, K., 1996. Environmental Hazards: Assessing Risk and Reducing Disaster. Second Edition, Routledge, London and New York.
- Stieltjes, L and Wagner, J.J., 1999. Volcanic Hazards. Comprehensive Risk Assessment for Natural Hazards, WMO.
- Voight, B., Constantine, E.K., Siswowidjoyo, S., Torley, R., 2000. Historical Eruptions of Merapi Vocano, Central Java, Indonesia,1768-1998.Journal of Volcanology and Geothermal Research Volume 100 (2000), Elsevier, Amsterdam, hal. 69-138.
- Wright, T.L., 1992. Living with Volcanoes. The U.S. Geological Survey's Volcano Hazards Program, United States Government Printing Office,Washington.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H