Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memaknai Tradisi Imlek di Gunung Kawi sebagai Obyek Wisata Religi dalam Keberagaman Agama

3 Februari 2025   13:45 Diperbarui: 3 Februari 2025   13:33 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pintu gerbang utama masuk pesarean Eyang Djoego dan Eyang R.M. Iman Sudjono (Sumber: Dokumentasi pribadi)

"Agama melarang adanya perpecahan, bukan perbedaan". - Gus Dur

Perayaan Imlek di Pesarean Gunung Kawi, Malang, bukan hanya sebuah perayaan budaya, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keberagaman dan toleransi antarumat beragama. Sebagai salah satu destinasi spiritual yang dihormati oleh berbagai komunitas, Gunung Kawi menjadi tempat yang unik untuk merayakan Imlek dengan penuh makna dan kebersamaan.

Gunung Kawi sebagai Obyek Wisata Religi

Gunung Kawi dikenal sebagai tempat yang memiliki daya tarik spiritual bagi berbagai kepercayaan. Selain menjadi tujuan peziarahan bagi umat Tionghoa yang merayakan Imlek, tempat ini juga dihormati oleh umat Islam, non Islam, dan kepercayaan lainnya.

Tempat ini konon identik dengan tempat mencari pesugihan, namun hingga saat ini pernyataan atau cap tersebut tidak dapat dibuktikan dan merupakan pernyataan yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Mereka yang datang adalah dengan ketulusan hati untuk beribadah, bersemedi, dan mencari keheningan batin di tengah alam yang masih sejuk dan natural.

Salah satu Event lomba dalam perayaan Cap Go Meh Imlek di Pesarean Gunung Kawi 2024 (Sumber: IG @pesareangunungkawi)
Salah satu Event lomba dalam perayaan Cap Go Meh Imlek di Pesarean Gunung Kawi 2024 (Sumber: IG @pesareangunungkawi)

Makam Eyang Djoego dan Eyang Raden Mas Iman Sudjono, yang berada di kompleks Pesarean Gunung Kawi, menjadi titik utama kunjungan bagi para peziarah yang mencari keberkahan dan ketenangan spiritual.

Suasana hening, sejuk dan damai terpancar di tempat ini. Meskipun umat non muslim terlebih kaum Tionghoa juga sangat menjunjung tinggi dan menghormati keberadaan pesarean ini. Komplek ini pun sangat mencerminkan kebhinekaan dalam persatuan.

Warga Tionghoa menghormati Eyang Djoego dan Eyang Raden Mas Iman Sudjono sebagai tokoh kharismatik yang hidup dengan penuh cinta kasih, welas asih dan mampu memberikan kedamaian.

Pintu gerbang utama masuk pesarean Eyang Djoego dan Eyang R.M. Iman Sudjono (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Pintu gerbang utama masuk pesarean Eyang Djoego dan Eyang R.M. Iman Sudjono (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Mereka sangat menghormati dan menjunjung tinggi kedua tokoh tersebut dengan memberi sebutan Thai Lo Shu pada Eyang Djoego yang artinya Guru Besar Tertua, dan Dji Lo Shu pada Eyang Raden Mas Iman Soedjono yang berarti Guru Besar Muda atau Guru Besar Kedua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun