Motor tanpa pelat nomor belakang semakin sering ditemui di jalan raya di berbagai daerah di Indonesia termasuk di kota Malang. Fenomena ini tidak hanya mengundang perhatian masyarakat, tetapi juga menjadi tantangan serius bagi penegakan hukum lalu lintas.
Meskipun terlihat sepele, tidak tampaknya pelat nomor belakang pada kendaraan memiliki dampak yang luas, baik dari segi keamanan, ketertiban, maupun hukum.
Sudah lama hal ini mengusik benak saya, dan dalam kesempatan tertentu saya sempat juga mengabadikan. Saya menggali informasi dari beberapa teman dan saya sendiri pun pernah mengalami hal serupa, di mana dengan terpaksa saya mengendarai motor tanpa plat belakang.
Melalui tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman dan juga membahas berbagai aspek terkait masalah ini, termasuk penyebab, keresahan yang dirasakan oleh pihak lain, risiko, sanksi, dan solusi yang dapat diambil.
Penyebab Banyaknya Motor Tanpa Pelat Nomor
Ada beberapa alasan utama mengapa motor tanpa pelat nomor belakang sering ditemui di jalan raya:
- Kelalaian atau lupa memasang plat nomor kendaraan sering kali dialami jika ketika untuk  keperluan tertentu seperti perbaikan atau pengecatan, pelat nomor belakang harus dilepas terlebih dahulu.Â
- Kendaraan baru membutuhkan waktu tertentu untuk menuntaskan administrasi atau dokumen (STNK dan Notice pajak) kurang lebih dua minggu. Namun kendaraan baru tersebut sering digunakan sebelum pelat nomor resmi dikeluarkan. Dalam beberapa kasus, pelat sementara yang seharusnya digunakan juga tidak dipasang.
- Adanya upaya menghindari tilang elektronik (ETLE)Â yang telah dipasang di beberapa titik. Dengan berkembangnya sistem tilang elektronik, beberapa pengendara sengaja melepas pelat nomor belakang untuk menghindari deteksi oleh kamera tilang, yang umumnya menangkap gambar dari belakang kendaraan.
- Tidak sedikit pula kendaraan tanpa pelat nomor merupakan motor bodong, yaitu motor yang tidak memiliki dokumen resmi. Motor seperti ini sering kali digunakan untuk aktivitas ilegal.
- Sebagian pengendara melepas pelat nomor belakang demi alasan estetika, terutama pada motor hasil modifikasi.
- Info terbaru yang saya peroleh ada beberapa geng atau kelompok tertentu yang membuat identitas dengan melepas pelat motor dengan diberi tanda tertentu. Sampai saat ini saya belum mendapat kejelasan geng atau kelompok apa dan maksudnya untuk apa. Kebenarannya masih diragukan.
- Pelat nomor jatuh dan pengendara tidak menyadarinya. Kejadian ini pernah saya alami sendiri. Saya baru menyadari bahwa pelat nomor belakang motor saya jatuh entah di mana saat perjalanan dari kantor. Saya menelusuri jalanan yang saya lewati sampai berulang kali tanpa hasil. Akhirnya terpaksa saya membuat duplikatnya di salon pelat motor langganan.
Alasan ke-7 ini bukan saya sendiri yang mengalami, sesuai pengalaman pribadi dan beberapa teman mengeluhkan alas atau tatakan pelat bawaan dari dealer sering kali kualitasnya kurang baik hingga menyebabkan pelat nglewer bahkan jatuh di jalan.
Sejak kejadian yang saya alami itu saya menyulap pelat nomor motor menjadi lebih kokoh, kuat, tulisan lebih jelas, dan estetik tanpa mengubah esensi dan keasliannya. Hanya diperelok dan diperjelas tulisan embos bawaannya yang seperti asal smprot saja. Tidak estetik!
Keresahan yang Dirasakan oleh Pihak Lain
Fenomena motor tanpa pelat nomor belakang tidak hanya memengaruhi pelaku, tetapi juga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dan pihak-pihak lain:
1. Pengguna Jalan Lain
Pengendara lain merasa khawatir ketika berbagi jalan dengan kendaraan tanpa pelat nomor karena sulit untuk mengidentifikasi motor tersebut jika terjadi kecelakaan atau pelanggaran.
2. Pihak Kepolisian
Aparat penegak hukum menghadapi tantangan dalam menegakkan aturan lalu lintas. Kendaraan tanpa pelat nomor menyulitkan proses identifikasi saat razia, penyelidikan kasus kecelakaan, atau tindak kriminal.
3. Pemilik Kendaraan Sah
Pemilik kendaraan yang mematuhi aturan merasa dirugikan karena adanya kesan bahwa pelanggaran seperti ini dibiarkan, sehingga memicu ketidakpuasan terhadap penegakan hukum.
4. Â Masyarakat Umum
Masyarakat cenderung merasa resah karena fenomena ini dapat mencerminkan lemahnya penegakan aturan dan potensi peningkatan angka kriminalitas di jalan raya.
Risiko dan Dampak
Absennya pelat nomor belakang pada kendaraan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membawa sejumlah risiko dan dampak negatif.
Kendaraan tanpa pelat nomor sulit diidentifikasi, baik oleh aparat penegak hukum maupun oleh masyarakat umum, terutama dalam kasus kecelakaan atau tindak kriminal.
Hal ini juga meningkatkan risiko kriminalitas. Kendaraan tanpa pelat nomor sering digunakan untuk kegiatan ilegal, seperti pencurian, penjambretan, atau pelarian dari tempat kejadian perkara.
Selain itu juga mengurangi ketertiban di jalan raya. Banyaknya kendaraan tanpa pelat nomor menciptakan kesan ketidakteraturan di jalan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
Sanksi bagi Pelanggar
Pelanggaran terkait kendaraan tanpa pelat nomor memiliki konsekuensi hukum yang jelas sesuai dengan peraturan yang berlaku:
- Undang-Undang yang mengatur Berdasarkan Pasal 280 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memasang Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang sah dapat dikenakan sanksi.
- Denda dan kurungan pelanggar dapat dikenakan denda maksimal sebesar Rp 500.000 atau pidana kurungan paling lama dua bulan.
- Penyitaan kendaraan dalam beberapa kasus, terutama bagi kendaraan yang dicurigai sebagai motor bodong, kepolisian dapat melakukan penyitaan hingga pemilik dapat membuktikan legalitas kendaraan tersebut.
- Tilang dan razia rutin aparat kepolisian secara rutin mengadakan razia kendaraan di berbagai titik untuk menindak pengendara yang tidak memiliki kelengkapan kendaraan, termasuk pelat nomor.
Solusi untuk Mengatasi Fenomena Ini
Untuk menekan angka kendaraan tanpa pelat nomor belakang, diperlukan langkah-langkah strategis dari berbagai pihak:
- Perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mematuhi aturan lalu lintas, termasuk kewajiban memasang pelat nomor baik oleh pemerintah maupun aparat terkait.
- Adanya peningkatan penegakan hukum secara konsisten menindak pelanggaran ini melalui razia dan patroli rutin di jalan raya.
- Pengembangan teknologi tilang elektronik sistem ETLE perlu ditingkatkan agar dapat mendeteksi kendaraan tanpa pelat nomor, termasuk dari depan kendaraan.
- Mempercepat proses administrasi kendaraan dengan segera mengeluarkan pelat nomor resmi untuk kendaraan baru agar pemilik tidak tergoda menggunakan kendaraan sebelum pelat resmi tersedia.
- Pentingnya pemerintah mengadakan program legalisasi kendaraan tanpa dokumen resmi dengan syarat tertentu (pemutihan), sehingga motor bodong dapat diregistrasi ulang.
- Kesadaran pribadi sebagai pengguna kendaraan bermotor sangat penting. Satu hal ini harus diawali oleh niat pribadi untuk menaati peraturan lalu lintas dengan kesadaran diri untuk tidak mengganggu ketertiban dan kenyamanan pengguna jalan yang lain.
Fenomena motor tanpa pelat nomor belakang merupakan masalah yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek, mulai dari kesadaran hukum masyarakat hingga efektivitas penegakan aturan.
Untuk mengatasi hal ini, dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Dengan edukasi yang baik, penegakan hukum yang tegas, dan perbaikan sistem administrasi, diharapkan fenomena ini dapat diminimalkan demi menciptakan jalan raya yang lebih aman dan tertib. Salam bijak! (Yy)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI