Menjelang aktif kembali ke sekolah, saya sangat beruntung mendapat kesempatan untuk mengikuti upacara larung abu jenazah warga lingkungan saya ke laut yang termasuk dalam Selat Madura di pelabuhan Tanjung Tembaga, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Hari Sabtu, 4 Januari 2025 lalu merupakan peristiwa yang sangat berkesan bagi saya untuk dapat memberikan penghormatan terakhir pada Ibu Maria Indrawati, sosok yang dikenal sangat baik oleh keluarga, kerabat, sahabat, dan kenalan.
Abu jenazah beliau yang disemayamkan di rumah duka Gotong Royong setelah dikremasi di Sentong Baru Lawang, di penghujung tahun; Selasa, 31 Desember 2024 yang lalu.
Abu jenazah dalam sebuah wadah keramik berbalut kain merah ini dilarung di tengah laut atas permintaan almarhum dan keluarga dengan berbagai pertimbangan dan tradisi leluhur mereka.
Melalui peristiwa ini, perdana dalam hidup saya menyaksikan dan mengikuti upacara larung abu jenazah dari awal hingga akhir. Saya pun memetik beberapa hal yang saya bagikan dalam tulisan kali ini. Ternyata akar budaya dapat menembus semua sisi kehidupan termasuk tembok agama dan dogma.
Upacara larung abu jenazah adalah tradisi yang dilakukan oleh beberapa komunitas, terutama yang memiliki akar berbagai budaya seperti Jawa dan Tionghoa, atau tradisi agama tertentu. Upacara ini melibatkan prosesi menaburkan atau menenggelamkan abu jenazah ke laut atau sungai sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggal sekaligus simbol penyatuan kembali dengan alam.
Meskipun tradisi ini kental dengan nilai spiritual dan budaya, bagaimana maknanya dipertahankan di tengah modernitas saat ini? Mari kita kulik bersama...
Filosofi Larung Abu
Secara filosofis, larung abu jenazah melambangkan:
- Kembalinya jiwa ke asal
Dalam banyak kepercayaan, manusia dianggap berasal dari alam semesta. Larung abu adalah simbol kembalinya jiwa dan jasad ke unsur asalnya, menyatu dengan alam dan semesta. - Pelepasan dan keikhlasan
Larung abu menjadi representasi pelepasan ikatan duniawi dan penerimaan keluarga atas kepergian orang tercinta. - Keselarasan dengan siklus Kehidupan
Tradisi ini mengajarkan bahwa hidup adalah perjalanan yang berujung pada penyatuan dengan alam, menekankan harmoni antara manusia dan semesta.