Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gereja Ganjuran: Aktualisasi Ajaran Sosial Gereja melalui Peran Julius dan Joseph Schmutzer dalam Mendukung Kaum Lemah

18 Desember 2024   13:00 Diperbarui: 18 Desember 2024   14:04 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paseban Pastor Henri van Driesshe, SJ (Sumber: dokumentasi pribadi)

Pada tahun 1934, keluarga Schmutzer kembali ke Belanda karena alasan kesehatan Julius Schmutzer. Meskipun demikian, warisan mereka tetap hidup di Ganjuran. Para katekis awam melanjutkan pengajaran agama secara mandiri, dan sekolah-sekolah tetap berfungsi di bawah Yayasan Kanisius. Gereja Ganjuran pun terus berkembang dan resmi menjadi paroki pada tahun 1940 di bawah kepemimpinan Pastor Albertus Soegijapranata, SJ.

Meskipun sempat mengalami masa-masa sulit, seperti penghancuran pabrik gula oleh pasukan sekutu pada tahun 1948, gereja, candi, rumah sakit, dan sekolah tetap dilestarikan karena dianggap sebagai bagian dari hak masyarakat Jawa, bukan milik penjajah.

Relief-relief jalan salib di kompleks gereja Ganjuran (Sumber: dokumentasi pribadi)
Relief-relief jalan salib di kompleks gereja Ganjuran (Sumber: dokumentasi pribadi)

Akulturasi Gaya Bangunan Hindu-Buddha Jawa dalam Masyarakat Modern

Gereja Ganjuran dikenal sebagai salah satu contoh unik dari akulturasi budaya dalam konteks keagamaan. Gereja ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai simbol harmoni antara budaya Jawa dengan ajaran Kristen. Gereja ini menggambarkan bagaimana seni dan arsitektur Jawa dipadukan dengan nilai-nilai agama Kristen dalam menciptakan ruang ibadah yang khas.

Keunikan gereja Ganjuran terletak pada desain arsitekturnya yang mencerminkan ciri khas bangunan Hindu-Buddha Jawa, seperti atap limasan, ukiran kayu, dan ornamen-ornamen tradisional. Konsep ini bukan sekadar estetika, tetapi juga mencerminkan sikap inklusif gereja terhadap budaya setempat. Desain gereja ini menggambarkan upaya untuk merangkul budaya lokal tanpa mengorbankan esensi ajaran Kristen, menciptakan ruang yang bisa diterima oleh umat dari berbagai latar belakang.

Prasasti berdirinya gereja Ganjuran 1924 (Sumber: dokumentasi pribadi)
Prasasti berdirinya gereja Ganjuran 1924 (Sumber: dokumentasi pribadi)

Dalam konteks masyarakat modern, gereja Ganjuran tidak hanya menjadi tempat ibadah tetapi juga pusat budaya dan pendidikan yang memperkenalkan konsep-konsep akulturasi kepada generasi muda. Gereja Ganjuran juga memromosikan dialog antaragama dan penghargaan terhadap keragaman, yang semakin relevan dalam masyarakat yang semakin majemuk seperti sekarang.

Gereja Ganjuran merupakan contoh bagaimana arsitektur tidak hanya sebagai bagian dari budaya tetapi juga alat untuk membangun kesadaran sosial dan keagamaan di tengah masyarakat yang terus berubah. Dalam upaya menciptakan tempat ibadah yang inklusif, gereja ini menunjukkan bagaimana kita dapat merayakan identitas budaya dan agama dalam masyarakat modern.

Warisan yang Hidup

Gereja Ganjuran bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol kepedulian sosial dan akulturasi budaya. Julius dan Joseph Schmutzer telah menunjukkan bagaimana ajaran sosial gereja dapat diwujudkan dalam tindakan nyata yang memberikan dampak besar bagi masyarakat.

Patung Yesus sebagai Raja Jawa (Sumber: gerejaganjuran.org)
Patung Yesus sebagai Raja Jawa (Sumber: gerejaganjuran.org)

Hingga kini, Gereja Ganjuran tetap menjadi pusat ziarah dan spiritualitas yang unik, di mana nilai-nilai keimanan, budaya Jawa, dan semangat inklusivitas hidup berdampingan secara harmonis. Warisan keluarga Schmutzer terus menginspirasi, menunjukkan bahwa iman yang diwujudkan dalam tindakan nyata memiliki kekuatan untuk mengubah kehidupan banyak orang.

Relevansi dengan Ajaran Sosial Gereja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun