Keluarga Schmutzer memainkan peran besar dalam pembangunan fisik, spiritual, dan sosial masyarakat Ganjuran. Keluarga Schmutzer berkontribusi besar dalam pembangunan gereja Ganjuran dan dapat kita simak dalam perjalanan sejarah sebagai berikut:
1. Pembangunan Gereja dan Inkulturasi Iman Katolik
- Inisiator gereja Ganjuran: Julius Robert Anton Maria Schmutzer dan Joseph Ignatius Julius Maria Schmutzer mendirikan gereja Ganjuran (1924)Â sebagai respons atas kebutuhan spiritual karyawan pabrik gula dan masyarakat sekitar.
- Inkulturasi budaya: Mereka memperkenalkan unsur budaya Jawa ke dalam kehidupan gereja melalui seni dan arsitektur. Altar, relief, dan patung-patung di Gereja Ganjuran mencerminkan nilai-nilai lokal, seperti: Patung Hati Kudus Yesus sebagai Raja Jawa dan Bunda Maria digambarkan sebagai Ratu Jawa yang menggendong bayi Yesus.
- Izin dari tahta suci: Inkulturasi ini diawali dengan persetujuan dari Tahta Suci, menjadikan Gereja Ganjuran sebagai pelopor penggabungan budaya lokal dan iman Katolik, jauh sebelum praktik ini umum dilakukan di Gereja Katolik Indonesia.
2. Dukungan Sosial dan Ekonomi
Keluarga Schmutzer tidak hanya memikirkan kebutuhan spiritual tetapi juga kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar:
- Pendirian pabrik gula Gondanglipuro: Sebagai pusat ekonomi di wilayah Ganjuran, pabrik ini menyediakan lapangan kerja dan mendorong kemajuan ekonomi.
- Program kesejahteraan karyawan: Selain memberi pekerjaan, keluarga Schmutzer juga memperhatikan kebutuhan spiritual karyawan mereka melalui pembangunan gereja.
3. Karya Sosial dan Pendidikan
- Pembangunan sekolah-sekolah (Kanisius): Keluarga Schmutzer mendirikan sekolah-sekolah yang kemudian dikelola oleh Yayasan Kanisius untuk mendidik anak-anak masyarakat setempat.
- Pelayanan kesehatan: Mereka membangun fasilitas kesehatan untuk membantu masyarakat, termasuk mendirikan rumah sakit.
- Pengangkatan martabat lokal: Keluarga Schmutzer mendukung pelestarian budaya lokal dengan menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam adat istiadat setempat, tanpa menghilangkan keaslian tradisi Jawa.
4. Pemimpin dalam Komunitas Katolik
- Sebelum mereka meninggalkan Indonesia, keluarga Schmutzer memberikan dukungan logistik bagi para katekis awam dan pastor untuk menyebarkan ajaran Katolik di wilayah tersebut.
- Keluarga Schmutzer sangat mendukung karya pelayanan para katekis dan pastor. Beberapa pastor yang pernah berkarya di Ganjuran berkat dukungan mereka adalah Pastor Henri van Driessche, SJ, Fransiskus Strater, SJ, dan Adrianus Djajaseputra, SJ.
5. Warisan yang Bertahan Lama
- Ketika keluarga Schmutzer kembali ke Belanda (1934): Karena kesehatan Julius terganggu, keluarga Schmutzer kembali ke Belanda dan  pengelolaan aset mereka diserahkan kepada pihak lain. Sekolah diserahkan kepada Yayasan Kanisius, sementara para katekis dan pastor melanjutkan karya mereka secara mandiri.
- Selama masa revolusi (1947-1949): Bangunan gereja, candi, rumah sakit, dan sekolah yang didirikan oleh keluarga Schmutzer selamat dari penghancuran. Hal ini mencerminkan bahwa kontribusi mereka dihormati oleh masyarakat lokal, bahkan di masa konflik.
6. Filosofi Luhur Keluarga Schmutzer
- Keluarga Schmutzer sangat menghormati budaya lokal, mereka percaya bahwa iman Katolik dapat tumbuh subur tanpa harus menyingkirkan budaya asli masyarakat.
- Keluarga Schmutzer melayani dengan kasih. Mereka tidak hanya memberi pekerjaan tetapi juga memberdayakan masyarakat melalui pendidikan, kesehatan, dan spiritualitas.
- Keluarga Schmutzer sangat mencintai budaya Jawa, hal ini terlihat dari cara mereka berupaya memadukan keindahan seni dan tradisi lokal ke dalam karya iman.
Peran besar keluarga Schmutzer tidak hanya terbatas pada fisik bangunan Gereja Ganjuran, tetapi juga dalam membangun fondasi iman, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. Warisan mereka terus hidup hingga kini melalui Gereja Ganjuran yang menjadi pusat spiritual sekaligus simbol harmoni antara iman dan budaya.
 Awal Mula Pendirian Gereja Ganjuran
Wacana mendirikan gereja Ganjuran muncul pada tahun 1912 ketika Julius dan Joseph Schmutzer, dua bersaudara pemilik Pabrik Gula Gondanglipuro menyadari pentingnya tempat ibadah bagi karyawan pabrik gulanya dan masyarakat sekitar Ganjuran.
Mereka tidak hanya ingin meningkatkan kesejahteraan ekonomi para buruh melalui pekerjaan di pabrik gula, tetapi juga ingin memberikan ruang untuk pengembangan iman kekatolikan.