Pengerjaan gua Maria ini selesai dalam jangka waktu satu tahun, hingga kemudian diberkati oleh Mgr. Fransiscus Xaverius Sudartanta Hadisumarta, O.Carm, Uskup Malang pada waktu itu pada tanggal 25 Mei 1986 dengan nama tetap seperti nama sebelumnya yakni Gua Maria Sendang Purwaningsih.
Pada 10 Mei 1990, Romo Demmer memberkati sendang atau sumur yang dibuat untuk melengkapi sarana umat berziarah ke Gua Maria ini. Bersamaan dengan ini pula, Gua Maria ini dapat digunakan oleh umat Katolik sekitar (paroki) untuk mengadakan kegiatan rohani.
Terdapat dua rute jalan salib di Gua Maria Sendang Purwaningsih. Rute yang pertama mempunyai jarak tempuh sekitar 2 kolimeter dari sisi kanan gereja menuju ke Gua Maria. Jalan salib melewati jalan desa ini merupakan perjalanan yang sangat menarik dan berkesan dengan akses melewati rumah-rumah penduduk. 14 perhentian peristiwa jalan salib berada di depan rumah-rumah dan melewati jalan yang dikelilingi pepohonan.
Rute jalan salib juga ada di area Gua Maria yang teduh di bawah pepohonan yang rindang. Suasana hening, sunyi dan teduh sangat terasa di area ini. Selesai jalan salib umat berdoa dan bermeditasi di gua depan Gua Maria atau dapat juga di ruang samadi.
Simbol Iman dan Pluralitas
Gua Maria Sendang Purwaningsih sebagai tempat ziarah umat Katolik merupakan simbol iman yang sering juga menjadi simbol pluralitas masyarakat di Indonesia. Hal ini karena:
- Keberagaman Pengunjung:
Tempat suci ini sering dikunjungi oleh umat Katolik dari berbagai suku, budaya, dan bahasa. Selain itu, tidak jarang orang dari agama lain juga datang untuk menghormati atau sekadar mencari kedamaian. - Lokasi di tengah kemajemukan masyarakat:
Terletak di daerah yang dihuni oleh masyarakat dengan latar belakang agama dan budaya yang beragam. Berada di kawasan yang dihormati oleh masyarakat sekitarnya yang saling menjunjung tinggi adab dan toleransi. - Simbol Perdamaian dan Toleransi:
Sering menjadi tempat berkumpul yang mengedepankan dialog lintas agama dan budaya. Hal ini mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika, di mana perbedaan dihormati dan hidup berdampingan secara harmonis. - Ritual dan Tradisi Lokal:
Seperti halnya Gua Maria yang lain, Gua Maria ini juga melakukan praktik ziarah dengan elemen tradisi lokal, seperti penggunaan bunga, ibadah dalam bahasa daerah atau adat setempat yang biasa disebut “inkulturasi”.
Gua Maria mencerminkan bagaimana keyakinan agama dapat menjadi jembatan untuk mempererat hubungan antar komunitas dengan semangat toleransi dan saling menghormati.
Tulisan ini merupakan catatan perjalanan panjang Gua Maria Sendang Purwaningsih sebagai tempat ziarah, yang tidak hanya menyimpan nilai sejarah sejak masa kolonial Belanda, tetapi juga tetap relevan sebagai simbol keimanan dan keheningan di era modern.
Selamat menjalani masa adven bagi sahabat yang merayakannya. Salam, doa, cinta! (Yy)
Referensi:
- Agustinus Maryanto (2002). Perjalanan Paroki "Ratu Damai" Purworejo (Suatu Refleksi Sejarah). Gereja Katolik Maria Ratu Damai.
- Edison, Dr (2013). Perjalanan Ordo Karmel Indonesia. Karmelindo.
- ngalam.id