Tahun 1941-1942, beliau bertugas di SRK Ngrejo, Wonosari di bawah naungan Yayasan Karmel sekaligus menjadi juru tulis.
Tahun 1946, F.X. Doeto Oetomo beserta keluarga kembali ke Purworejo dan bekerja sebagai petani serta menjabat sebagai pengurus koperasi di kecamatan Donomulyo.
Pada kurun waktu 1946-1948 semua sekolah ditutup karena membaranya Agresi Militer I dan II.
Hingga di tahun 1948, beliau bersama dengan teman-temannya, membuka kembali SRK Purworejo yang sejak pendudukan Jepang ditutup. Sekolah ini kemudian diresmikan oleh Yayasan Karmel pada tanggal 18 Februari 1950 dan disahkan oleh Bupati Malang dengan surat bernomor 31/I. Ag 28-7-1950.
Misi Kerasulan di Malang Selatan
Pada kurun waktu 1938-1945 sekolah menjadi sarana kerasulan, meski pada tahun-tahun tersebut begitu banyak tantangan yang harus dihadapi. Suasana politik menjadi hambatan bagi perkembangan gereja Katolik pada era penjajahan Belanda dan Jepang, seperti halnya di daerah Malang Selatan.
Sebagai sekolah berciri khas Katolik, sejak sekolah kembali beroperasi, kegiatan ibadat dilakukan dua bulan sekali dan pada hari Paskah dan Natal. Umat dan juga siswa selalu mengadakan kegiatan bersama seusai melaksanakan ibadat dengan berolahraga dan aneka kegiatan lainnya.
Umat sangat antusias dalam melaksanakan ibadat bersama, hingga kadang-kadang pada hari Minggu mereka megadakan kegiatan jalan kaki bersama menuju gereja Maria Tak Bernoda Kepanjen untuk mengikuti misa.
Lambat laun umat Katolik berkembang secara signifikan hingga pada tahun 1957, Romo G.J.A. (Gerardus Johannes Antonius) Lohuis, O.Carm atau dikenal dengan nama biara Hubertus Lohuis, datang ke Purworejo pada tahun 1957.
Romo Lohuis, seperti sebelumnya telah dikisahkan pada tulisan saya sebelumnya yang bertajuk “Gereja Katolik Maria Annunciata Lodalem Berdiri di Kawasan yang Dulu Dianggap Angker” datang ke sana diantar oleh Romo Ludovicus Djajoes, O.Carm atau dikenal dengan nama biara Brocardus Djajoes (Edison, 2013). Beliau memulai karyanya sebagai pastor paroki yang pertama.