Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Wanita Itu Multitasking, Termasuk Jadi Tukang di Rumah Sendiri

2 Desember 2024   11:00 Diperbarui: 2 Desember 2024   12:11 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jika Anda ingin sesuatu dikatakan, tanyakan pada seorang pria; jika Anda ingin sesuatu dilakukan, tanyakan pada seorang wanita." - Margaret Thatcher

Dunia kita saat ini masuk dalam era modern yang membuat wanita tidak lagi mempunyai peran yang terbatas pada ruang domestik atau stereotip tertentu. Kini, wanita mampu melakukan banyak hal, termasuk berperan sebagai "tukang" di rumah sendiri dan menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan yang sama baiknya dalam hal keterampilan teknis dengan para pria.

Dalam kondisi darurat, wanita mampu menjadi kreatif dan “smart” dalam mengambil tindakan untuk menyelamatkan diri, keluarga, juga rumah dan seisinya. Memang tidak semua wanita mampu melakukan hal demikian, namun berdasarkan pengalaman pribadi, saya jadi banyak belajar dan mampu mengatasi kerusakan-kerusakan kecil di rumah hingga berani naik ke atas genteng.

Urusan keran yang bocor, membuat rak, memasang dan memperbaiki lampu, pasang kabel seterika, memasang antena, dan printilan lain yang bermasalah saya kerjakan sendiri tanpa panik mencari tukang.

Tinggal sejauh mana kerusakan barang-barang tersebut atau kondisi darurat yang seperti apa yang membuat saya memilih untuk tidak langsung memanggil atau mencari tukang.

Pengalaman Pribadi

Dalam dunia digital sekarang ini, tukang mudah dicari dalam genggaman. Jasa-jasa perbaikan printilan dengan mudah memanggil tukang servis, hanya saja kadang beberapa hal tidak memberikan kepuasan bagi kita (saya).

Sebagai contoh ketika saya memanggil tukang servis mesin cuci, setelah diservis muncul rentetan masalah-masalah lain yang ujung-ujungnya berulang kali memanggil dan menggunakan jasa mereka. Banyak cucian numpuk, biaya membengkak namun hasil tetap tidak memuaskan.

Yang membuat ilfil adalah ketika ada seorang teman yang membantu menyampaikan bahwa sebenarnya hanya ada kerusakan kecil saja dan nyatalah setelah dibantu teman saya, mesin tersebut malah baik-baik saja. Yah, karena awam saya tidak paham tentang elektronik jadi ya sudah pasrah saja pada tukang servis.

Tetapi saya yakin tidak semua jasa tukang servis melakukan hal yang sama dengan yang saya alami sebab pasti dengan media yang canggih segala bentuk complain dan review tidak puas dengan mudah tersalurkan dan mendapat respon. Namun kembali lagi, tak semua orang mau melampiaskan melalui media atau media chat dalam aplikasi termasuk saya.

Bekal Ilmu dari Ayah

Membahas pertukangan, ayah saya termasuk yang tidak sedikit-sedikit memanggil jasa tukang. Selama bisa mengerjakan sendiri dan ada waktu mengerjakannya, ayah selalu mengatasinya sendiri. Dengan background sekolah pertukangan dan perkayuan di era kolonial Belanda, ayah mempunyai keterampilan beragam dan sedikit-sedikit ilmunya menular pada saya yang sejak kecil dijadikan asisten ketika beliau memperbaiki sesuatu yang rusak di rumah.

Mengajak anak memberikan pelajaran praktis (Sumber: Dokumentasi pribadi 2018)
Mengajak anak memberikan pelajaran praktis (Sumber: Dokumentasi pribadi 2018)

Ayah selalu mengajarkan hal-hal kecil yang tak terduga dapat bermanfaat ketika saya dewasa. Ayah yang mulitalenta mengajarkan ilmu-ilmu sederhana pertukangan seperti membuat garis tanpa penggaris, mengukur tanpa alat ukur, menyambung kabel, memasang lampu, membongkar alat elektronik, hingga memasang antena dan membetulkan genteng di atap rumah.

Membetulkan Genteng Sendiri

Siapa bilang wanita takut ketinggian? Tidak semua wanita takut ketinggian, saya termasuk salah satu di antaranya. Ketika almarhum suami saya masih ada, hampir semua dia yang mengerjakan dan saya tetap selalu ambil bagian. Namun saat saya harus benar-benar mengurus semua sendiri semua ilmu yang pernah saya dapat dari ayah menjadi hal yang sangat penting dan membantu.

Untuk kerusakan-kerusakan sederhana yang membutuhkan waktu segera saya masih mampu, dan jelas akan memanggil orang yang ahli saat benar-benar membutuhkannya.

Pengalaman saya diajari ayah hal-hal sederhana saya tularkan pula pada anak-anak, terlebih pada anak lelaki saya. Sama halnya dengan saya dulu, di awal-awal dia merasa ini hanya sebagai asyik-asyikan saja namun saya yakin akan sangat bermanfaat ketika kita dewasa dan dituntut untuk melakukan aksi sebagai solusi.

Sebagai salah satu pengalaman adalah ketika hujan mendera terus-menerus sepanjang bulan November tahun 2018 rumah saya bocor tak terkendali. Rumah banjir tak terelakkan, beberapa alat elektronik dan barang-barang milik kami, saya ikhlaskan rusak tanpa bisa diperbaiki kembali.

Ketika bocor tak terelakkan (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Ketika bocor tak terelakkan (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Saya sedih karena mencari tukang sangat sulit pada waktu itu, semua zonk. Hal ini tak bisa saya biarkan berlarut-larut. Saya harus sehat agar mampu berpikir tenang dan mencari solusi. Hingga ahirnya saya memutuskan untuk memperbaikinya sendiri.

Saya ingat, waktu itu saya mengajukan cuti dua hari tepat di hari ulang tahun anak lelaki saya. H-1 ulang tahunnya, saya mulai naik ke atap dan memeriksa sendiri kondisi atap rumah saya yang ternyata banyak genteng yang melorot, lembar seng yang berlubang, dan talang yang mulai aus.

Dengan segera saya mulai belanja beberapa barang yang diperlukan sambil berkonsultasi dengan teman dan pemilik toko bangunan. Saya bersyukur mereka dengan senang hati membantu saya menyiapkan bahan apa saja yang patut dibeli.

Anak lelaki saya sudah bisa sendiri (Sumber: Dokumentasi pribadi 2021)
Anak lelaki saya sudah bisa sendiri (Sumber: Dokumentasi pribadi 2021)

Alhasil, saya dan anak lelaki saya mampu berbuat sederhana membongkar dan memasang talang dan membetulkan dan merapikan genteng-genteng melorot yang membuat beberapa titik di rumah saya bocor.

Menghapus Stigma Wanita dan Profesi Tukang

Stigma terhadap peran dan pekerjaan untuk wanita yang dianggap “tak biasa” seringkali muncul dalam masyarakat. Salah satunya adalah menjadi tukang, sebuah pekerjaan yang identik dengan keterampilan fisik, kerja keras, dan lingkungan yang didominasi pria. Namun, sudah saatnya kita meninggalkan pandangan usang ini dan membuka ruang bagi wanita untuk membuktikan bahwa kemampuan tidak ditentukan oleh gender.

Asyik dan ngeri-ngeri sedap (Sumber: Dokumentasi pribadi 2018)
Asyik dan ngeri-ngeri sedap (Sumber: Dokumentasi pribadi 2018)

Jika dahulu, pekerjaan tukang seperti tukang kayu, tukang bangunan, atau tukang ledeng dianggap terlalu berat untuk wanita. "Wanita kurang kuat secara fisik" atau "tidak cocok bekerja di lapangan", merupakan alasannya berkisar pada stereotip. Padahal, kemampuan sebagai tukang tidak hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga kreativitas, keterampilan teknis, ketelitian, dan pemecahan masalah karakteristik yang bisa dimiliki siapa saja.

Stigma bahwa wanita tidak mampu menjadi tukang adalah cerminan dari pola pikir lama yang perlu diubah. Wanita memiliki potensi yang sama untuk berhasil di bidang ini. Dengan dukungan masyarakat, pendidikan, dan akses kesempatan, tidak ada lagi batasan yang membatasi wanita untuk menjadi apa pun yang mereka inginkan, termasuk tukang.

Mengapa Wanita Mampu Menjadi Tukang?

Seiring berjalannya waktu wanita masa kini semakin sadar akan pentingnya kemandirian. Dengan belajar keterampilan seperti memperbaiki peralatan rumah tangga, mereka tidak hanya menghemat biaya tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri.

Didukung dengan akses informasi digital modern, mereka menjadi mudah menyelesaikan beberapa masalah teknis dalam rumah tangga. Dengan mencermati video tutorial, artikel, hingga kursus online memudahkan siapa saja, termasuk wanita, untuk belajar memperbaiki dan membangun sesuatu.

Wanita sering dikenal lebih teliti dan sabar, sehingga hasil pekerjaan mereka sering kali lebih rapi dan presisi. Ini menjadi nilai tambah saat mengerjakan tugas seperti contohnya memasang wallpaper atau memperbaiki perabot.

Anak lelaki saya sudah bisa sendiri (Sumber: Dokumentasi pribadi 2021)
Anak lelaki saya sudah bisa sendiri (Sumber: Dokumentasi pribadi 2021)

Melakukan pekerjaan teknis melatih problem-solving dan meningkatkan keterampilan multitasking. Wanita juga mempunyai kreativitas tinggi dan sering menemukan solusi kreatif dalam menyelesaikan sesuatu dalam rumah tangga. Dengan demikian wanita “smart” mampu menghemat sebagian pengeluaran tanpa memanggil jasa profesional untuk pekerjaan kecil.

Wanita memang serba bisa, dan menjadi tukang di rumah sendiri adalah salah satu wujud nyata dari kemampuan multitasking dan keberanian untuk menghadapi tantangan. Dengan kemandirian ini, wanita tidak hanya mendobrak batasan, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka mampu menciptakan rumah tangga yang nyaman dan efisien dengan tangan mereka sendiri. Semangat! (Yy)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun