Alhasil, saya dan anak lelaki saya mampu berbuat sederhana membongkar dan memasang talang dan membetulkan dan merapikan genteng-genteng melorot yang membuat beberapa titik di rumah saya bocor.
Menghapus Stigma Wanita dan Profesi Tukang
Stigma terhadap peran dan pekerjaan untuk wanita yang dianggap “tak biasa” seringkali muncul dalam masyarakat. Salah satunya adalah menjadi tukang, sebuah pekerjaan yang identik dengan keterampilan fisik, kerja keras, dan lingkungan yang didominasi pria. Namun, sudah saatnya kita meninggalkan pandangan usang ini dan membuka ruang bagi wanita untuk membuktikan bahwa kemampuan tidak ditentukan oleh gender.
Jika dahulu, pekerjaan tukang seperti tukang kayu, tukang bangunan, atau tukang ledeng dianggap terlalu berat untuk wanita. "Wanita kurang kuat secara fisik" atau "tidak cocok bekerja di lapangan", merupakan alasannya berkisar pada stereotip. Padahal, kemampuan sebagai tukang tidak hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga kreativitas, keterampilan teknis, ketelitian, dan pemecahan masalah karakteristik yang bisa dimiliki siapa saja.
Stigma bahwa wanita tidak mampu menjadi tukang adalah cerminan dari pola pikir lama yang perlu diubah. Wanita memiliki potensi yang sama untuk berhasil di bidang ini. Dengan dukungan masyarakat, pendidikan, dan akses kesempatan, tidak ada lagi batasan yang membatasi wanita untuk menjadi apa pun yang mereka inginkan, termasuk tukang.
Mengapa Wanita Mampu Menjadi Tukang?
Seiring berjalannya waktu wanita masa kini semakin sadar akan pentingnya kemandirian. Dengan belajar keterampilan seperti memperbaiki peralatan rumah tangga, mereka tidak hanya menghemat biaya tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri.
Didukung dengan akses informasi digital modern, mereka menjadi mudah menyelesaikan beberapa masalah teknis dalam rumah tangga. Dengan mencermati video tutorial, artikel, hingga kursus online memudahkan siapa saja, termasuk wanita, untuk belajar memperbaiki dan membangun sesuatu.
Wanita sering dikenal lebih teliti dan sabar, sehingga hasil pekerjaan mereka sering kali lebih rapi dan presisi. Ini menjadi nilai tambah saat mengerjakan tugas seperti contohnya memasang wallpaper atau memperbaiki perabot.
Melakukan pekerjaan teknis melatih problem-solving dan meningkatkan keterampilan multitasking. Wanita juga mempunyai kreativitas tinggi dan sering menemukan solusi kreatif dalam menyelesaikan sesuatu dalam rumah tangga. Dengan demikian wanita “smart” mampu menghemat sebagian pengeluaran tanpa memanggil jasa profesional untuk pekerjaan kecil.
Wanita memang serba bisa, dan menjadi tukang di rumah sendiri adalah salah satu wujud nyata dari kemampuan multitasking dan keberanian untuk menghadapi tantangan. Dengan kemandirian ini, wanita tidak hanya mendobrak batasan, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka mampu menciptakan rumah tangga yang nyaman dan efisien dengan tangan mereka sendiri. Semangat! (Yy)