Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Film Dokumenter "Jejak Sang Timur" Sebuah Atmosfer Baru Budaya Literasi di Indonesia

18 November 2024   17:00 Diperbarui: 18 November 2024   18:06 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama pemeran utama Sula dan Flo | Dokumentasi pribadi 

"Karang yang terkikis akan tetap setia kepada ombak" - Kirana Kejora

Mendapat kesempatan menonton Film dokumenter "Jejak Sang Timur" karya penulis Kirana Kejora yang diputar melalui nobar di Auditorium Universitas Brawijaya dan Mopic Cinema Malang pada 12 September 2024 IKA UB bersama Universitas Brawijaya dan Kemendesa PDTT lalu merupakan pengalaman istimewa bagi saya. 

Bagaimana tidak, film yang juga dapat disaksikan melalui platform OTT Maxstream Telkomsel ini digelar bersama para artis, kru film, alumni UB, dan sivitas akademika UB. Sebuah kebanggan bagi saya memperoleh kesempatan untuk mengikuti acara tersebut. Acara nobar di Mopic Cinema diselenggarakan dengan mengundang komunitas penulis, seniman, pelajar, dan mahasiswa. Sayangnya saya baru bisa sharing tulisan ini hari ini.

Karya Kolaborasi

Film yang menyuguhkan keindahan panorama alam Kepulauan Sula, Maluku Utara ini merupakan sebuah karya budaya yang istimewa dan membanggakan dari para alumni Universitas Brawijaya (UB) yang dipersembahkan kepada masyarakat. 

Film ini merupakan karya kolaborasi antara Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) dan Direktorat Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Sebelumnya film ini telah tayang perdana di bioskop XXI Jatiland, Ternate dalam acara Gala Premiere, 3 Agustus 2024 lalu. 

Keberhasilan film dokumenter yang berdurasi kurang lebih 1 jam ini adalah bukti bahwa alumni UB mempunyai kontribusi dalam dunia perfilman. Harapannya ke depan setelah kesuksesan kali ini akan muncul potensi-potensi alumni UB dalam bidang kreatif dan industri lainnya di masa-masa mendatang.

Bersama Kirana Kejora, produser dan penulis skenario Film Jejak Sang Timur | Dokumentasi pribadi
Bersama Kirana Kejora, produser dan penulis skenario Film Jejak Sang Timur | Dokumentasi pribadi

Film "Jejak Sang Timur" murni garapan alumni UB yang dengan sepenuh hati mengerjakan karya fenomenal ini sebagai atmosfer baru dalam dunia perfilman Indonesia. Kisah inspiratif dan menggugah rasa nasionalisme yang tinggi ini disutradarai oleh alumnus S2 FISIP UB 2019, Fajaria Menur Widowati dan diproduseri sekaligus penulis skenario Kirana Kejora, alumnus FPIK UB 1989.

Aktor dan aktris ternama, seperti Laras Sardi, Kevin Arbani, serta Sidane Azhar pun turut membuat film ini menjadi kuat dan hidup. Yang membuat UB bangga adalah bahwa kru film “Jejak Sang Timur” sebagian besar adalah merupakan alumni UB.

Tanjung Waka, Desa Fatkayon, Kecamatan Sulabesi Timur, Pulau Sulabesi, Kepulauan Sula, Maluku Utara | KOMPAS.com/ANGGITA MUSLIMAH
Tanjung Waka, Desa Fatkayon, Kecamatan Sulabesi Timur, Pulau Sulabesi, Kepulauan Sula, Maluku Utara | KOMPAS.com/ANGGITA MUSLIMAH

Menyuguhkan Keindahan Alam Kepulauan Sula

Film ini berfokus pada Kepulauan Sula yang memiliki keindahan panorama alam yang menakjubkan. Selain panorama alamnya yang indah, kawasan ini dikenal dengan keragaman budaya dan adat istiadatnya.

Kepulauan Sula adalah sebuah wilayah yang terletak di Provinsi Maluku, Indonesia. Kepulauan ini terdiri dari beberapa pulau utama, seperti Pulau Sanana, Pulau Taliabu, Pulau Mangole, dan sejumlah pulau kecil lainnya. Selain dikenal karena keindahan alamnya yang memukau, Kepulauan Sula juga memiliki keunikan dalam hal ekonomi dan budaya yang menggambarkan kekayaan tradisi serta potensi ekonomi yang ada di wilayah ini.

"Jejak Sang Timur" hadir untuk meruntuhkan stereotip dan menunjukkan kehidupan sehari-hari orang-orang di wilayah timur Indonesia dengan cara yang lebih manusiawi dan mendalam. Film ini menggambarkan bagaimana mereka mempertahankan tradisi, merespons perubahan zaman, dan beradaptasi dengan tantangan globalisasi, sambil tetap menjaga kearifan lokal yang diwariskan dari nenek moyang mereka.

Eksotisme keindahan alam sebagai latar belakang film ini didukung dengan lantunan lagu “Sula Sang Timur” sebagai ost atau tema yang digarap secara khusus oleh Trie Utami dan Redy Eko Prastyo.

Sinopsis 

Dikisahkan seorang gadis keturunan Jawa dan Maluku bernama Flower Timur berusia 24 tahun yang merupakan puteri tunggal almarhum Abdul Rahim, seorang aktivis lingkungan di Sula, dengan Sinta Rahayu, yang seorang peneliti budaya.

Flo, panggilan gadis ini kehilangan ayahnya ketika berusia 14 tahun. Sang ayah meninggal ketika menjalankan tugas sebagai seorang guru di Kepulauan Sula. Sejak ayahnya meninggal dunia, Flo dibawa kembali ke Malang oleh sang ibu meskipun hubungan mereka dengan keluarga sang ibu tidak harmonis setelah ibu Flo memutuskan untuk menikah dengan sang ayah.

Flo, yang merupakan mahasiswi Magister Ilmu Sosial di Universitas Brawijaya ini bertekad untuk meriset dan menemukan akar keluarganya di Sula walaupun dengan keputusan itu ia harus rela berpisah dengan Cakra Wangsa, kekasihnya yang seorang pengacara karena tidak mendukung rencananya untuk kembali ke Kepulauan Sula.

Sula Sangaji dan Flower Timur | Sumber : screenshot trailer film @youtube.com
Sula Sangaji dan Flower Timur | Sumber : screenshot trailer film @youtube.com

Ketika Flo tiba di Sula ia tak dapat menghindari rasa kecewa karena banyak anggota keluarganya tidak ada di tanah Sula dan meninggalkan kakek dan Tantenya Asfi, yang merawat sang kakek.

Beruntung ia bertemu kembali dengan Sula Sangaji, teman masa kecilnya yang kini menjadi aktivis lingkungan dan budaya di kepulauan Sula. Sula yang dulu adalah sahabat Flo, ternyata akhirnya menumbuhkan perasaan cinta dalam hati Flo dan sebaliknya.

Dengan tekad yang sama Flo dan Sula akhirnya bersama, berjuang memajukan Kepulauan Sula. Mereka juga bercita-cita untuk mengenalkan potensi keindahan alam, konservasi lingkungan, serta budaya lokal kepulauan Sula di mata dunia.

Bersama Kevin Arbani pemeran Sula Sangaji | Dokumentasi pribadi 
Bersama Kevin Arbani pemeran Sula Sangaji | Dokumentasi pribadi 

Menumbuhkan Rasa Cinta pada Tanah Kelahiran

Melihat fenomena pemuda yang minim sekali kembali ke daerahnya setelah mengenyam pendidikan tinggi, film ini merupakan film yang tepat dalam menyiratkan pesan mendalam bagi para pemuda-pemuda daerah di Indonesia.

Tak hanya Sula, masih banyak daerah lain yang tertinggal karena ditinggal merantau oleh orang-orang berpendidikan yang lebih memilih keluar dan hidup di luar daerah kelahirannya. 

Dalam film ini, Flo yang merasa lebih senang dipanggil Timur merupakan anak muda yang tangguh dan berani memilih untuk membangun daerah kelahirannya yang mempunyai potensi yang luar biasa di dalamnya.

Dia merasa bahwa ia sangat dibutuhkan di daerah ini dan bertekad menyelesaikan sekolah magisternya demi membangun daerahnya bersama sahabat dan kekasihnya, Sula.

Seperti yang Sekjen Kemendes, Pembangunan Daerah Terringgal dan Transmigrasi Taufik Madjid katakan setelah nobar di Ternate mengatakan bahwa "Anak muda setinggi apa pun pendidikan dan sejauh apa pun tempat menimba ilmu, jangan lupa untuk kembali membangun daerah. Masyarakat di desa membutuhkan uluran pikiran, waktu, karya terbaik anak-anak muda khususnya di Sula. Anak muda harus membangun daerah." [malut.com]

Kita patut bersyukur bahwa saat ini fokus pembangunan di Indonesia tidak hanya terpusat di Pulau Jawa namun telah disebarluaskan hingga ke pelosok negeri. Hal ini terbukti dengan pesat dan cepatnya perubahan status desa berdasarkan IDM serta banyaknya pemenang lomba antar-desa di seluruh Indonesia yang pemenangnya merata hingga ke Indonesia Timur. [malut.com]

Atmosfer Baru Literasi Budaya

Melalui keberhasilan film ini muncul kekuatan baru dalam upaya memahami dan bersikap sesuai dengan kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa yang akan selalu dikenang dan dihayati hingga anak cucu.

Kehadiran film-film dokumenter yang dilatarbelakangi oleh kekayaan alam dan budaya bangsa ini merupakan atmosfer baru literasi bangsa di mana pesan yang terkandung dan disampaikan dalam film ini dapat dipahami secara baik oleh masyarakat terlebih generasi penerus bangsa.

Semoga negeri kita yang kaya raya ini menjadi benar-benar tangguh dan mandiri tak kalah dari negara-negara lain di dunia di masa-masa mendatang. Pun pula kreativitas anak-anak bangsa mengolah semuanya dalam bentuk audio visual atau film yang keren dan modern dapat semakin terpacu dan diperkaya. 

Salam Literasi. (Yy)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun