Berandai-andai, melamun dan melambungkan khayal itu saya banget. Entah karena itu pengaruh zodiak atau apa saya juga kurang paham, yang penting kehaluan ini tidak sampai mengarah ke maladaptive daydreaming, hehehe enggak lah ya.
Berbicara tentang hunian impian, menggiring mimpi saya sejak remaja hingga mimpi itu berkembang ketika beranjak dewasa dan mulai disibukkan oleh kehidupan keluarga kecil saya. Sayangnya hingga sekarang mimpi itu pun belum terwujud secara nyata dan sempurna, alias masih "halu".
Ketika SMA, saya nyaris berangkat karena lolos seleksi pertukaran pelajar ke Jepang. Mimpi ini terpaksa kandas hanya karena Ibu tak mau saya tinggal sendiri dalam jangka waktu yang panjang. Waktu itu, jauh sebelum mengenal istilah wibu di era milenial, bisa dikatakan saya sudah ter-wibuwibu.
Mulai dengan belajar tekun Bahasa Jepang serta mempelajari budayanya. Yang paling wibu adalah menciptakan angan - angan tidur di atas futon yang digelar di atas tatami dengan shikibuton sebagai alas tidur dan kakebuton, selimut yang halus dan hangat di dalam kamar dengan pintu gesernya yang khas.
Bahagianya adalah ketika membuka jendelanya, kita dapat menghirup udara segar dengan leluasa dan memandang hamparan taman yang penuh dengan tanaman hias menyejukkan mata, sembari mendengar gemericik air dari kolam zen berhias bebatuan.
Seperti ketika malam terlelap hangat dan nyaman, pagi bangun dan membuka mata dipenuhi dengan kesegaran dan energi baru yang positif. Re-charge energi yang berkelanjutan setiap waktu.
Kolaborasi Konsep Rumah Bergaya Japandi dan Skandinavian
Dari ulasan kehaluan saya di atas cukup menggambarkan bahwa saya sangat memimpikan mempunyai rumah minimalis yang sederhana, fungsional, nyaman, alami, space-saving, dan tentunya harus estetik.
Rumah impian saya itu merupakan sebuah perpaduan antara gaya Japandi natural berdesain interior tradisional Jepang yang harmonis dan alami dengan interior dan furnitur gaya Skandinavia yang minimalis dan fungsional.
Desain yang mengusung konsep sederhana dengan keindahan budaya Jepang "wabi-sabi" dipadu dengan konsep kenyamanan interior yang efisien dan berhias furniture minimalis multifungsi ala gaya skandinavian.
Dilansir dari dekoruma.com "wabi-sabi" adalah konsep budaya Jepang yang berarti melihat keindahan di dalam ketidaksempurnaan. Pada interior, konsep ini bisa diartikan mengoptimalkan hunian kecil dan sederhana menjadi lebih nyaman dengan tata letak yang efisien dan furnitur multifungsi.
Sementara itu, lagom adalah filosofi gaya hidup Skandinavia yang mengutamakan keseimbangan dalam berbagai aspek.Â
Dari perkawinan kedua konsep ini, lahirlah gaya Japandi yang sederhana namun tetap estetik, multifungsi, dan mampu mengakomodasi gaya hidup dan kebutuhan penghuninya. [dekoruma.com]
Elemen Alam Ala Japandi
Sentuhan alam dalam hunian merupakan sesuatu yang mampu membuat kenyamanan dan mengalirnya energi positif bagi penguninya. Dengan menambahkan elemen alam dengan tanaman tradisional Jepang seperti bonsai di antara jenis tanaman lain akan memunculkan kekhasan hunian Jepang.
Nuansa alam yang dapat dilihat dari dalam rumah atau kamar tidur melalui jendela kaca geser yang besar merupakan sensasi tersendiri yang pasti menghadirkan kesegaran badan dan jiwa.
Tak hanya memandang keindahan taman hijau dan segar saja, namun akan jauh lebih menyejukkan jika diiringi dengan suara gemericik air kolam kecil dari taman samping kamar atau di tengah bangunan rumah yang menghubungkan banyak ruang; ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, dan dapur.
Hmmmm... pasti menenangkan.
Taman Zen Klasik
Carut marut kerja hectic di era milenial saat ini memacu kita untuk mencari suasana yang tenang, nyaman dan menyejukkan pikiran. Bagi saya solusinya adalah kondisi rumah yang nyaman dan tenang sebagai tempat kita pulang usai bekerja.
Seringkali saya membayangkan mempunyai hunian dengan ruang-ruang yang langsung terhubung dengan taman sehingga di ruang manapun gairah dan inspirasi menulis atau hobi yang lainnya selalu hidup dan berkembang secara baik.
Saya ingin di tengah-tengah rumah ada space yang cukup untuk taman dengan kolam kecil di salah satu sisinya dan cukup terkena sinar matahari.Â
Taman yang dapat dinikmati dari balik jendela kamar dan jendela ruang kerja yang cukup lebar. Taman ini juga terhubung dengan ruang tamu dan ruang keluarga.
Taman sederhana yang dikenal dengan istilah Zen Garden. Zen adalah ketenangan, kedamaian, dan kesederhanaan yang dihadirkan melalui sentuhan alam; tanaman, bebatuan, pasir dan gemericik air. Sentuhan zen yang memengaruhi arsitektur Jepang yang klasik dan estetik. Salah satu elemen penting dalam Japandi dengan taman Zen ialah suara gemericik air yang menenangkan, memunculkan efek meditatif.
Pembuatan taman ini didasarkan pada tiga prinsip, yaitu kealamian (Shizen), kesederhanaan (Kanso), dan penghematan (Koko). Prinsip-prinsip inilah yang melahirkan desain dengan penekanan keseimbangan, kenyamanan, dan ketelitian.
Material utama dalam membuat taman zen ada tiga material antara lain adalah media tanam, pasir, dan kerikil. Pasir dan kerikil ditaburkan hingga menutupi area taman dan dibuat pola spiral atau bergelombang yang mewakili laut yang diyakini membantu menenangkan dan menjernihkan pikiran.
Elemen Kayu dan Bambu
Saya juga menginginkan semua material rumah dibuat dari kayu sama seperti gaya rumah tradisional Jepang yang sarat dengan unsur yang natural, terkesan hangat dan menenangkan.
Perpaduan antara lantai, dinding dan furniture yang mengandung elemen atau nuansa kayu yang sederhana justru membuat ruangan tampak elegan. Duduk di atas alas duduk dengan meja tamu yang sepadan bagi saya terkesan santai dan mengakrabkan.
Perabot pun tak perlu banyak, cukup perabot sederhana yang modern dan multifungsi ala skandinavian, mengingat rumah tidak mempunyai space yang luas.
Minimalis Modern
Berdasarkan ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa saya memimpikan rumah minimalis modern yang sederhana dan lekat dengan elemen alam. Mengapa memilih rumah minimalis?
Saya membayangkan masa tua saya pasti akan lekat dengan kesendirian meskipun saya mempunyai tiga orang anak. Mengapa demikian?
Sebagai orang tua saya menyadari bahwa kelak anak-anak saya mempunyai dunia sendiri dengan tanggung jawab sendiri bersama keluarga mereka masing-masing.
Saya tak ingin hidup menjadi beban mereka dengan sebisa mungkin siap untuk hidup sendiri. Tentunya semangat hidup ini akan terus terisi dan bahkan mungkin bisa membuat lansia produktif jika masih bisa menyalurkan hobi dan hidup dalam hunian yang mendukung.
Hidup dalam hunian minimalis yang sederhana, nyaman, dan tenang tanpa perlu megah dan penuh dengan perabot.
Jika memang hunian ini pun menjadi hunian favorit bagi anak-anak, saya juga akan merasa lebih bahagia mereka dapat berada bersama-sama saya setidaknya di akhir pekan atau salah satu di antara mereka ada dan tinggal bersama saya.
Saya berharap dapat hidup sehat, tenang, dan bahagia hingga kelak menutup mata. Semoga. Salam sehat dan gembira! (Yy)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H