Pawana berhembus semilir halus
membelai lembut rambut yang terurai
tiap helainya berjuntai-juntaiÂ
Kutatap punggung ituÂ
bersandar di kursi besi hitam mengkilat
Duapuluh menit lagi engkau berlalu
menuju ke alam moksa nan tersekat Â
Katamu engkau akan menyepi
menghilang dari pesona duniawi
Terjejal jiwaku menjeritÂ
mendekapmu dengan doa terbatin Â
Baca juga: Puisi: Di Jembatan Jarak
Duapuluh menit berlalu deru
baling-baling mendenging
Sesekali punggung itu berbalikÂ
menolehku gegas larinya beriring
Aku tersungkur dalam kelam,
berbanjir air mata tak berkata
Doa terdaras dalam bungkam,
melekatkan percaya di atap jiwa Â
Denging bising menghilang
menelannya jauh melayang
Hanya riuh setiap lalu lalang
terdesak dalam sempitnya ruang
Kuterkapar membeku
dalam cinta yang terpasung
Seiring deru dan tebaran debu
aku melangkah dalam kelu
Baca juga: Puisi: Di Depan Palacio ChapelKurekatkan percayaku
hingga waktu mengembalikanmu padaku,Â
hanya padaku...
semuamu itu Â
Dini hari, di bandara hatiku. Malang, Repro 23 April 2013 Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H