Aku masih termenung menatap jendela kamarku. Kupandang kamboja bermekaran tepat di halaman samping dekat jendela kamarku di lantai dua. Burung-burung gereja erasia melompat dan terbang di antara dahan dan rantingnya.
Kubiarkan cahaya mentari menembus vitras menerpa meja kerjaku hingga tampak berkilau. Sepotong mawar putih kuselipkan di antara bunga sedap malam di dalam vas kaca bening pemberian Omak ketika aku duduk di tingkat satu.
Kubuka buku panduan misa tahbisan imam Katolik yang sampulnya biru berhias frame bunga warna emas dan merpati putih yang cantik dan tampak elegan.Â
Kupejamkan mata sembari kunyanyikan bait-bait mazmur setengah suara dan ini mampu menenangkan perasaanku.
Tuhan adalah gembalaku
tak’kan kekurangan aku
Dia membaringkan aku
di padang yang berumput hijau
Ia membimbingku di air yang tenang
Ia menyegarkan jiwaku
Ia menuntunku dijalan yang benar
oleh kar’na nama-Nya sekalipun aku berjalan
dalam lembah kekelaman
aku tidak takut bahaya
sebab Engkau besertaku
Seminggu sebelumnya, ponselku off dan tidak menerima atau mengirim pesan apapun dan ke manapun. Sejak kunyalakan kemarin malam ia bergetar tiada henti sampai detik ini.
Ada debar yang tak menentu, namun berangsur lenyap ketika kudaraskan kidung Magnificat penyejuk jiwaku. Aku merasa tenteram di pelukan Ibunda Sang Kristus.
***