Tepat tiga puluh enam hari KKN di desa di kaki Gunung Kawi ini bersama teman-temanku yang gokil. Bergumul dengan kekonyolan mereka yang gak ada adat. Obyek candaan yang tepat dan cocok hanyalah aku.
Ada hal-hal baru saat aku menjalani masa KKN. Mau tidak mau kebiasaan mahkluk konyol yang disebut lelaki ini menjadi sesuatu yang biasa dan untungnya tidak terlalu menular padaku. Yaaah, nular-nular dikit pastilah…
Mereka paling malas ganti baju, bisa jadi seminggu kaos oblongnya cukup satu saja.
“Mbah, bawaanmu dikit amat. Setipis tas laptop gitu bisa muat baju sebulan lebih…,” kulihat Didik temanku yang tengah melipat kaos merah yang kena noda biru muda waktu mengecat pagar kemarin.
“Cukuplah pakai kaos seminggu sekali… tidur gak perlu pakai baju, pakai sarung aja cukup. Kamu aja yang ribet kayak cewek,” jawab Didik yang biasa dipanggil Mbah ini cuek.
Alamak, aku nyengir sambil tepok jidat. Parah… aku cewek yang bener gak dianggap sebagai perempuan. Hmmm, emang ribet… apa iya perempuan seribet itu.
Kulirik bawaanku yang segunung dengan tas kemping yang muat 50 liter.
“Ya Allah… ternyata aku ribet!”
***
Siang ini cuaca panas sekali. Setelah berpamitan dengan sedikit perpisahan seremonial dengan pihak sekolah dan aparat desa setempat kami bermaksud mengunjungi dusun Ubalan yang dikenal sebagai sumber air yang segar untuk segala aktivitas dengan air.
Dulu, ketika kami KKN di sana, tak seramai sekarang. Masih hanya sebatas sumber air untuk aktivitas penduduk desa sehari-hari. Mandi, mencuci, memandikan ternak dan memancing.