Aku duduk bersila di dekat Anjungan Tunai Mandiri di sebuah pom bensin. Setelah kurang lebih satu jam perjalanan dari kota, aku dengan keenam temanku sengaja berhenti di tempat ini.
Kutenggak air mineralku yang sudah menipis, di sampingku Damian menyeruput kopi hitam yang dia pesan di warung samping pom bensin. Asap rokoknya berkeliaran dan tiba-tiba hilang tersapu angin kecil.
Aku bukan perokok dan dipaksa untuk berdamai dengan keadaan menjadi perokok pasif. Nyesek juga.
“Tumben kamu gak ngopi?...”, Damian bertanya sambil menyodorkan gelas kopi hitamnya ke arahku.
“Lagi males Dam, perutku agak begah…”, jawabku jujur.
“Perlu ini?”, Damian mengambil sesuatu di saku tas pinggangnya lalu ia berikan padaku.
“Wah siip, makasih Dam”, kuterima satu sachet minuman herbal anti angin dari Damian.
Kuminum obat herbal itu sampai habis. Pedas-pedas sejuk. Kami pun lanjut ngobrol sambil menunggu kelima teman kami selesai menunaikan sholat lohor di mushola.
Seumur-umur baru kali ini pergi dan harus nginep lama di desa bareng gerombolan cowok ambyar. Mahasiswa jurusanku hanya menyisakan tujuh gelintir orang dan aku satu-satunya cewek. Dan selama kuliah mereka selalu menganggapku seorang cowok, bukan cewek.