Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen : Kampung Sebelah

17 April 2024   14:05 Diperbarui: 17 April 2024   14:17 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | (smartresize.com)

Malam merambat. Desah dedaunan mengiringi langkahku yang semakin kupercepat, melewati jalan setapak yang membelah hamparan nisan. Gemericik sungai kecil dekat Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kencana Ungu terdengar semakin dekat.

Jembatan yang menghubungkan dua kampung ini mendecit laksana bunyi tuts piano ketika kulalui. Rapuh termakan usia. Kakiku mendadak bergetar sambil mengendap-endap kecil aku menahan agar tak berbunyi, dan itu sangat mustahil.

Kuusap keringat di keningku oleh gelisah yang tiba-tiba menyergap. Ingin segera kulalui jembatan ini dengan cepat, namun semakin aku cepat melangkah derak-deraknya semakin seru menderu.

“Ya Tuhan, temani aku ya…”, gumamku dalam hati untuk menenangkan hatiku.

Jantungku berdetak sangat kencang ketika angin menggoyang pohon-pohon bambu di kanan kiriku. Ia berderak-derak seiring dengan derak bilah-bilah jembatan tua yang tengah kulewati.

Mendekati lahan Pak Sholeh aku melompat mengakhiri lengkingan jembatan reyot ini. Keringatku mengucur deras di tengah malam yang dingin.

Sekilas Mak Siti terlihat membuka pintu tuanya. Belum sempat kusapa, buru-buru ia menutupnya kembali. Aku terhenyak dan merasa agak lain.

Kampung ini sunyi, hanya kerik jangkrik bersaut-bersautan. Langkah kupercepat menaiki jalan yang menanjak dan lengang. Aku heran, mengapa tak ada satu pun lampu yang terang di tugu masuk kampung sebelah ini.

Aku juga sering bertanya-tanya, mengapa tidak segera melebarkan dan memperbaiki akses menuju kampung sebelah yang jauh dari jalan raya ini.

Kulihat rumah Pak Fendi di ujung belokan ketiga. Suasana yang senyap membuatku gugup. Sepertinya aku benar-benar terlambat. Sambil berlari kecil kupercepat langkahku berharap segera sampai di rumah besar satu-satunya di kampung itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun