Semua menunggu, menunggu apa?
Menunggu pensiunan janda dan gaji naik meskipun masih hanya bisa untuk makan dan minum karena harga sembako pun lebih dulu pada naik. Kebutuhan lain seperti listrik, air, wifi dan pulsa dijalani seperti “dolanan dakon” (Bahasa Jawa: mainan dakon, sebuah mainan tradisional anak-anak) di mana butir-butir dakon diambil untuk mengisi ceruk-ceruk hingga semua terisi. Dapat diartikan kita dapat memenuhi kebutuhan hidup secara bergantian hingga semuanya terpenuhi.
Jika menunggu anak-anak beranjak dewasa dan bekerja. Ah, masih jauh dan pantang untuk membebankan semua kepada anak.
Sebuah perjalanan panjang dan masih harus menjalani proses yang penuh drama dan intrik apalagi yang berurusan dengan kebutuhan penting selain sembako seperti gas, air, listrik dan jaringan internet.
Menurunkan daya listrik dengan proses berliku hingga akhirnya menyerah untuk tetap bertahan, membayar wifi Ind****e yang setiap kurun waktu justru semakin beranjak naik tanpa ba bi bu. Leher seperti tercekik tak mampu menelan, apalagi bernafas.
Masih bersyukur anak-anak mendapat KIP sekolah berkat status anak yatim meskipun tidak tiap tahun. Si bungsu SMP mendapat seperempat semester, sekali dalam tiga tahun.
Anak yang SMK mendapat KIP sekali dalam tiga tahun. Yang sulung kuliah tidak mendapat KIP, namun sangat bersyukur mendapat beasiswa kampus sehingga hanya membayar UKT saja.
Berbeda dengan teman-teman mereka yang murni mendapat KIP sekolah maupun KIP kuliah setiap tahun, kami masih harus memenuhi semuanya dengan segala kemampuan yang ada.
Untuk mendapatkan KIP diperlukan KKS (Kartu Keluarga Sejahtera), itu yang menjadikan agak sulit. Dikatakan tidak mampu rumah masih layak walapun milik orangtua. Gaji pun ganda; gaji sendiri dan pensiunan janda. Namun dikatakan cukup juga masih harus mencari pekerjaan sambilan.
Ya sudahlah, gembira saja… toh masih wajar untuk pura-pura tertawa selama tidak tertawa sendiri.
Kepo dengan jurus Kungfu jumpalitan apa yang saya lakukan hingga saya tetap bertahan di posisi menengah (cenderung ke bawah) ini? Yuk kita simak curhatan kisah saya…