“Nuna pengen punya boneka Sinterklas seperti punya Kak Melly Pak”, Nuna berbisik sambil menjewer telingaku agar lebih dekat mulutnya yang mungil.
“Iya Nuna cantik, pasti Bapak belikan untuk Nuna. Tetapi Nuna harus pinter bantu Ibu membuat pesanan kue Natal ya… Bapak harus kerja dulu supaya bisa bawa boneka Sinterklas untuk Nuna,” sahutku sambil memeluk gadis kecilku itu.
***
Hatiku bimbang untuk nekad menembus pekatnya malam dan derasnya hujan. Namun senyum istriku terus terbayang di pelupuk mataku dan celoteh Nuna gadis kecilku terngiang-ngiang di telingaku.
Karenanya, ketika orderan masuk dalam jumlah yang besar, segera saja aku ambil. Aku berharap keuntungan dan bonus yang aku peroleh juga lebih besar.
Yang lebih membuatku semangat adalah restoran cepat saji ini memberiku bonus mainan Sinterklas lucu, dan Nunaku pasti akan senang.
Dengan senyum penuh keyakinan aku nekad menembus hujan, bahkan mantel hujanku kurelakan untuk membungkus makanan pesanan itu. Kubiarkan badanku basah diterpa hujan asal dapat kubawa makanan ini tanpa cacat.
Sambil melaju pelan kubayangkan senyum puas pelangganku dapat menerima makanan ini dengan kondisi tetap baik.
Ponselku bergetar tanpa henti. Kulirik pesan notifikasi dan lima panggilan tak sempat kujawab yang terus bergetar kembali.
Sampai di depan sebuah rumah megah aku pencet bel berulang-ulang, tetapi tak seorang pun yang keluar. Badanku dingin dan menggigil, hingga memegang ponsel saja aku tak sanggup.