Seiring dan sejalan dengan tujuan pembangunan dunia kepariwisataan, pemerintah mengembangkan desa wisata dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, serta memajukan kebudayaan.
Pengembangan ini juga merupakan salah satu bentuk percepatan pembangunan desa secara terpadu yang mendorong transformasi sosial, budaya, dan ekonomi desa.
Sebagai upaya pengembangan, setiap daerah atau desa sangat diharapkan untuk mencermati potensi yang sudah ada untuk diangkat, dikembangkan, dan dilestarikan. Hal ini dimaksudkan agar memberikan nilai tambah, manfaat serta menghasilkan produktivitas yang tinggi demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Seperti halnya kota Malang yang kaya akan budaya dan tradisi, hingga kini terus dikembangkan potensinya. Potensi-potensi ini berasal dari berbagai desa atau kini disebut kelurahan yang berada dalam wilayah kota Malang.
Mengacu Pada Sejarah 935 Masehi
Malang memiliki 37 kelurahan dan masing-masing kelurahan itu mempunyai kekhasan yang mendukung perkembangan ekonomi setempat.
Salah satu dari 37 kelurahan ini adalah Kelurahan Bunulrejo. Cikal bakal berdirinya kelurahan ini dapat kita ketahui melalui tulisan-tulisan saya sebelumnya.
Saya sangat tertarik menuliskan kelurahan ini karena Kelurahan ini sangat getol membangun wisata budaya yang mengacu pada sejarahnya di 925 Masehi.
Secara administratif Kelurahan Bunulrejo terbentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1987. Nama Bunulrejo sendiri baru ditetapkan pada tahun 1981 oleh Perda Kotamadya Malang.
Sebelum Bunulrejo, nama yang dikenal adalah “Bunul “. Seperti dalam tulisan saya sebelumnya tentang Bunulrejo, menurut Perda Kotamadya Malang No. 4 tahun 1967, desa Bunul masuk dalam Lingkungan VI Kecamatan Blimbing.
Lingkungan yang dimaksud merupakan kesatuan desa yang secara administratif membawahi sebuah wilayah sejajar dengan desa-desa tersebut (wilayah desa di dalam kota) jadi dalam hal ini tidak ada kepala desa yang ada hanya “Kepala Lingkungan” Dengan demikian kepala lingkungan statusnya sejajar dengan Kepala Desa. [kelbunulrejo.malangkota.go.id]
Terbentuknya KIM Mbois Kelurahan Bunulrejo
Sebagai langkah awal kota Malang dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan peningkatan ekonomi masyarakat adalah dengan mendorong kelompok-kelompok masyarakat untuk mendayagunakan informasi agar memberikan nilai tambah bagi kehidupan masyarakat.
Kelompok-kelompok ini dibentuk sebagai wadah yang membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi, peningkatan akses dan pedayagunaan informasi tersebut melalui kelompok. Kelompok masyarakat ini Bernama generik Kelompok Informasi Masyarakat (KIM).
Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI No. 08/PER/M.KOMINFO/6/2010 tentang Pedoman Pengembangan dan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial, tanggal 1 Juni 2010 KIM (Kelompok Informasi Masyarakat) atau kelompok sejenis lainnya adalah kelompok yang dibentuk oleh, dari, untuk masyarakat secara mandiri dan kreatif yang aktivitasnya melakukan pengelolaan informasi dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan nilai tambah.
Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) adalah suatu lembaga layanan publik yang dibentuk dan dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat yang secara khusus berorentasi pada layanan informasi dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. KIM Mbois Kelurahan Bunulrejo sendiri mulai disosialisikan pada 24 September 2019 dan diketuai oleh Andri Wiwanto, ST., MM., IPM.
Walaupun upaya pengembangan KIM Mbois Bunulrejo sempat terhenti oleh pandemi Covid-19, namun tim ini tetap bergerak untuk terus mengembangkan ekonomi kreatif masyarakat di wilayah kelurahan Bunulrejo.
Sebagai contoh konkrit adalah hasil budi daya sayur yang dikembangkan oleh masing-masing RW di kelurahan ini dapat mendukung pemenuhan kebutuhan pangan warga yang terdampak Covid-19.
Upaya pengembangan urban farming yang mengacu kepada prinsip dasar karakter pelakunya sebagai masyarakat urban, membuahkan hasil yang menggembirakan. Warga dapat berkarya bersama mengubah lahan minimalis di kampung dan rumah mereka menjadi sebuah lahan sayur yang hasilnya dapat dinikmati bersama.
Bapak Andri menyampaikan bahwa salah satu pondasi pengembangan ekonomi kreatif di Kelurahan Bunulrejo ialah dengan mengembangkan konsep wisata tematik berdasarkan sejarahnya (sejak 935 Masehi). Hal ini secara tidak langsung branding "Medhayoh Bunulrejo" akan berkembang dan bahkan menjadi “ruh” atau nyawa dari wisata budaya yang diusung.
Branding “Medhayoh Bunulrejo”
“Medhayoh Bunulrejo” merupakan konsep wisata tematik Kelurahan Bunulrejo yang mengusung pemberdayaan ekosistem kreatif masyarakat. Konsep ini kemudian menjadi branding agar semakin dikenal oleh masyarakat khususnya di kelurahan Bunulrejo.
"Medhayoh" adalah istilah dalam budaya jawa yang berarti bertamu. Namun tidak sekadar bertamu secara umum, dimana seseorang datang ke rumah saudara atau orang lain secara fisik, "Medhayoh" adalah bertemunya hati seseorang dengan saudara atau orang lain, baik memiliki tujuan penting sampai pada hanya sekadar "tilik dulur" atau bahkan sekadar mampir karena kebetulan lewat rumahnya. [ademosindonesia.or.id]
KIM Mbois Bunulrejo sebagai wadah yang bekaitan langsung dengan ini telah lebih dulu bergerak sebelum diresmikan.
Langkah awal yang dibuat adalah dengan mengadakan seminar kajian yang bertemakan “Revitalisasi Pasar Bunulrejo Berbasis Pasar Wisata dan Pengembangan Kepemudaan Tourism" pada 25 Februari 2018 tepat di puncak HUT Kelurahan Bunulrejo yang ke 1083.
Langkah berikutnya adalah digelarnya “Flashmob Tari Bapang dan Bunulrejo Culinary Festival” pada 27 Oktober 2019 di depan pasar tradisional Bunulrejo yang diikuti oleh 1000 penari yang terdiri dari anak-anak hingga ibu-ibu rumah tangga. Selain untuk mengenalkan Tari Bapang kepada masyarakat, kegiatan ini dimaksudkan lebih pada upaya melestarikan budaya tradisional asli Malang.
Pada 23 November 2019, KIM Mbois Bunulrejo dengan branding “Medhayoh Bunulrejo” Kembali menggelar “Recycling and Batik Night Carnival” yang menampilkan kreasi karya warga kelurahan Bunulrejo. Kegiatan yang dibuka dengan penampilan musik perkusi ini menampilkan kreativitas mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Kegiatan yang mendongkrak ekonomi kreatif masyarakat ini menampilkan fashion show dengan busana dari daur ulang dan batik on the street yang dimeriahkan dengan gelaran bazaar dan pameran produk UMKM Bunulrejo.
Event-event megah ini rencananya akan digelar secara berkelanjutan sehingga dapat juga mendongkrak kunjungan wisata ke Kota Malang, khususnya ke wilayah Kelurahan Bunulrejo. Hanya saja rencana ini belum dapat terealisasi kembali karena badai pandemi Covid-19 di awal tahun 2020.
Namun meskipun demikian pemberdayaan masyarakat di kelurahan ini tetap berlanjut dan bertahan, bahkan kini telah menjelma menjadi kampung-kampung yang mandiri dan mulai melahirkan potensi-potensi yang khas dan menarik yang layak dilestarikan sebagai pariwisata berkelanjutan.
Kampung Wisata Kreatif
Setelah terbelenggu oleh badai Covid-19 selama kurun waktu tiga tahun, geliat perekonomian kreatif masyarakat di kelurahan Bunulrejo mulai tampak. Jika sektor urban farming bisa bertahan bahkan semakin berkembang, maka sektor lain berupa kegiatan-kegiatan yang bersifat seni dan teatrikal juga kini mulai kembali mempunyai nafas.
Nafas ini yang menghidupi kreativitas masyarakat yang bergerak menuju perkembangan menjadi sebuah desa wisata yang diperkaya dengan kampung-kampung wisata yang mempunyai ciri khas masing-masing.
Kelurahan Bunulrejo memiliki 21 RW yang masing-masing mempunyai kekhasan dan sangat mendukung ekonomi kreatif masyarakat berkelanjutan. Dengan “ruh” masa 935 Masehi kampung-kampung ini bertumbuh, berkembang dan dipersiapkan menjadi sebuah kampung wisata yang diharapkan tak mati ditelan waktu.
Beberapa hal yang menjadi “ruh” dan telah hidup di Kelurahan ini, antara lain adalah :
Urban Farming yang dihidupkan di perkotaan khususnya di RW-RW yang ada di Kelurahan Bunulrejo dan berhasil meningkatkan perekonomian dan kebersamaan di tengah masyarakat.
Kampung Edukasi yang terdapat di Kelurahan Bunulrejo; seperti Kampung Edukasi Lansia (RW 18), Kampung Edukasi Herbal dan Zero Waste (RW 19), Kampung Edukasi Pangan (RW 07), dan Kampung Edukasi Batik (RW 10).
Dalam Kampung Batik ada kegiatan pelatihan dan hasil produk Batik khas Bunulrejo yaitu Batik Kantil dan Batik Tirto Telogo. Selain meningkatkan ekosistem ekonomi kreatif masyarakat juga mencerminkan kekhasan kawasan Bunulrejo yang identik dengan bunga dan telaga di masa 935 Masehi.
Pusat Gastronomi di kota Malang yang mengacu pada pentingnya pangan atau kuliner sebagai kebutuhan primer di sebuah peradaban. Dengan penggalian sejarah lebih dalam diharapkan akan lahir juga Wisata Gastronomi Bunulrejo yang menyuguhkan kuliner khas dan budayanya yang sudah ada sejak 935 Masehi.
Bank Popok atau Diapers yang medayagunakan limbah diapers sebagai kegiatan sinergi lingkungan. Tema yang diusung adalah “Gerakan Menabung Air, Sinergi Lingkungan dan Sanitasi” dengan kegiatan penanganan limbah rumah tangga (popok atau diapers) sehingga tidak sampai ke TPS atau TPA atau lebih ngeri lagi jika dibuang di sungai begitu saja.
Sanggar Seni Tari yang merupakan pengembangan tanpa batas dari Kelurahan Bunulrejo melalui Kampung Keluarga Berkualitas (KB). Sanggar ini mengadakan latihan tari tradisional dan tari kreasi baru bagi anak-anak dan dewasa.
Sanggar Seni Dalang Wayang Kulit Bunulrejo, Sanggar Seni Gumelaring Sasangka Aji (RW 10) yang eksis di tengah gempuran arus teknologi digital. Sanggar seni ini membuka kelas dalang wayang kulit cilik yang mengajarkan materi pendalangan, karawitan dan les Macapat.
Hutan Kampung Edukasi SD Negeri Bunulrejo 3 dan 6 Malang
Masih banyak lagi kekuatan budaya yang tumbuh di Kelurahan Bunulrejo ini yang hingga kini masih terus digali dan akan terus dikembangkan sehingga tidak lenyap ditelan zaman dan waktu.
Kampung-kampung wisata tematik ini terus dibina dan digerakkan terus menerus sehingga menjadi nafas dan “ruh” tanpa mengabaikan arus perkembangan teknologi. Bahkan justru harus bersinergi sehingga dapat berdenyut dan berkelanjutan.
Sebagai contoh konkrit dan dapat dilihat, dinikmati secara langsung adalah satu kampung yang mempunyai multi keunggulan yakni kampung RW 10. Selain mempunyai keunggulan sebagai kampung batik, kampung ini yang mempunyai lahan urban farming yang sudah berjalan sejak 2020.
Urban farming RW 10 ini dikenal dengan Rumah Sayur dan Toga Guyup Rukun dan dikelola oleh warga kampung RW 10. Bahkan sejak tahun 2023 bertambah fungsinya dengan adanya budidaya ikan lele yang telah mampu mendongkrak perekonomian warga kampung itu sendiri.
Selain sebagai Kampung Batik dan Kampung Sayur, kampung ini juga yang mempunyai Sanggar Seni Dalang dan Karawitan Wayang Kulit yang menjadikannya sebagai Kampung Wayang. Sebuah keunggulan yang layak dilestarikan.
Kolaborasi ketiga keunggulan di kampung RW 10 ini sudah menjadi aset Kelurahan Bunulrejo dan menjadi destinasi wisata edukasi bagi sekolah-sekolah dan obyek penelitian.
Mendukung Pariwisata Berkelanjutan
Berangkat dari gambaran di atas, jika dikembangkan dan dilestarikan maka Desa Wisata Bunulrejo kelak akan bertumbuh dan berkembang layaknya kampung-kampung wisata yang telah ada di kota Malang seperti : Kampung Tridi, Kampung Warna-Warni, Kampung Biru, Kampung Putih, Kampung Sanan Tempe, Kampung Desaku Menanti, Kampung Keramik Dinoyo, Kampung Malang Heritage dan masih banyak lagi.
Dengan menggemakan branding "Medhayoh Bunulrejo" maka "ruh" budaya 935 Masehi akan menyatu dan menjadi sebuah ikon tersendiri bagi Kelurahan Bunulrejo yang sarat dengan sejarah masa lalu.
Keberadaan kampung-kampung unik ini sangat mendukung pariwisata berkelanjutan jika pemerintah baik daerah maupun pusat terus mendukung.
Demikian juga keterlibatan masyarakat dan stakeholder sangat diperlukan demi keberlanjutan pariwisata berkelanjutan melalui keunikan dan keunggulan masing-masing kampung ini. Salam Pariwisata Indonesia! (Yy).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya