Mengulas kota Malang tak pernah membuat saya bosan, bahkan saya semakin tergelitik untuk terus menggemakannya. Tak hanya sebagai surganya bangunan sejarah kolonial atau kota bunga yang merujuk Kerajaan Medang Kamulan yang melekat di kota ini saja namun kekhasan bahasanya yang unik dan benar ini menarik.
Seperti kita ketahui bersama bahwa bahasa sangat erat hubungannya dengan komunikasi antar manusia. Bahasa daerah merupakan dialek setempat sehari-hari. Bahasa daerah juga merupakan sesuatu yang khas dan menjadi identitas diri sebuah daerah.
Kota Malang mempunyai keistimewaan tersendiri dalam menunjukkan identitasnya yang khas selain telah mempunyai keistimewaan dari segi geografisnya. Salah satunya adalah kekhasan dialek Malangan yang dikenal dengan Boso Walikan atau jika diucapkan terbalik osob kiwalan.
Bahasa ini adalah dialek yang dituturkan dengan membalik posisi huruf pada kosakata bahasa Jawa atau bahasa Indonesia pada umumnya. Hanya saja, tidak membalikkan konsonan rangkap, afiks, dan gabungan suku kata yang tidak mungkin dibalik (id.wikipedia.org).
Boso Walikan ini mempunyai sejarah yang patut diketahui oleh khalayak khususnya masyarakat Malang atau Arema (Arek Malang). Boso Walikan tidak lahir begitu saja hingga melekat erat dalam percakapan sehari-hari.Â
Bagi saya sebagai aremanita (sebutan untuk arek Malang Wanita), sudah seyogyanya osob kiwalan ini tidak hanya asal dibunyikan namun sangat perlu ditelusuri bagaimana asal muasalnya.
Merupakan Bahasa Isyarat atau Sandi
Kota Malang telah dikenal mempunyai pahlawan daerah bernama Hamid Roesdi. Hamid Roesdi yang berpangkat sebagai mayor ketika masa perang Agresi Militer II (Clash II) itu merupakan pemimpin Gerilya Rakyat Kota (GRK).
Pada saat berperang melawan Belanda, ia bersama kesatuan lain menciptakan bahasa isyarat atau kata sandi dengan membalik susunan huruf dalam sebuah kata.Â
Hal ini dipergunakan untuk mengirim pesan pada pasukannya. Konon Gerilya Rakyat Kota ini terkenal dengan pasukan yang taktis dan gigih dalam melakukan perlawanan hingga sangat ditakuti oleh lawan (Belanda). Dijelaskan bahwa pencetus awalnya adalah Suyudi Suharno.