Menjelajah kisah Mpu Bulul seolah berkelana ke dunia dongeng. Laksana empat bersaudara di sekuel film Narnia, penulis merasa seperti menembus waktu melalui gerbang mimpi menelusuri desa Kajatan (cikal bakal desa Bulul atau Bunulrejo) yang memiliki taman dan telaga yang eksotis pada zaman Kerajaan Medang.
Dalam kisah yang sudah tertuang dalam tiga tulisan tentang Mpu Bulul sebelumnya telah kita ketahui bersama bahwa Mpu Bulul merupakan sosok istimewa yang dapat dibilang seorang yang multitalent.
Andaikata ia hidup di dunia masa kini, pemuda Bulul ini dapat digambarkan seperti komedian ternama Indonesia Ernest Prakasa. Dilansir dari laman redaksi.com, Ernest Prakasa adalah seorang komedian yang juga piawai sebagai aktor, penulis skenario dan juga buku, sutradara, dan produser.
Mpu Bulul mengelola sebuah desa di dalam kerajaan Medang Kamulan, Jawa Timur. Kerajaan ini merupakan lanjutan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah yang berdiri pada abad ke-10 beribukota Wantan Mas yang terletak di kawasan sungai Brantas. Sebelumnya, Kerajaan Medang berdiri di Jawa Tengah dengan nama Kerajaan Mataram.
Kerajaan Mataram hancur ketika Gunung Merapi Meletus yang kemudian berpindah ke Jawa Timur. Hal ini dapat diketahui melalui Prasasti Mantyasih yang menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan Medang saat berada di Jawa Tengah adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Sebagai ahli taman dan merangkai bunga, Mpu Bulul tak pernah asing dari ritual-ritual atau upacara-upacara agama di kerajaan Hindu Medang. Bersama warganya ia membudidayakan bunga untuk keperluan ritual rutin kerajaan sebab bunga adalah sarana yang sangat penting dalam setiap upacara keagamaan.
Bagi umat Hindu, bunga merupakan unsur penting dalam ritus atau offering kepada Dewa. Bunga merupakan salah satu bagian dari organ tumbuhan yang juga berfungsi sebagai cikal bakal terbentuknya zigot atau keturunan baru.
Bunga mempunyai fungsi dan arti yang sangat penting dalam persembhayangan. Bunga mempunyai fungsi sebagai simbol Tuhan (Shiwa), wujud bakti kepada-Nya dan mempunyai fungsi sebagai sarana persembahyangan. Arti bunga dalam persembhayangan adalah sebagai lambang ketulusikhlasam yang suci serta melambangkan arti sifat cinta kasih Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan).
Bunulrejo di masa lalu sangat dikenal sebagai produsen bunga upacara. Kaitannya dengan kebun bunga, keberadaan sumber air atau beji yang berada di sekitarnya merupakan hal penting untuk kesuburan tanaman bunga yang dibudidayakan oleh Mpu Bulul.
Bunga Padma Simbol Kesucian
Seperti telah kita ketahui bahwa Mpu Bulul telah membuah maha karya sebuah taman bunga dan telaga yang bertaburan bunga padma atau teratai. Bunga-bunganya dibudidaya oleh Mpu Bulul sendiri Bersama warga desanya di desa Kajatan.
Dalam agama Hindu, bunga padma atau teratai merupakan sarana utama dalam upacara-upacara Panca Yadnya yang digunakan pandita-pandita ketika melakukan surya sewana yaitu pemujaan Matahari.
Bunga padma atau teratai itu sendiri mempunyai filosofi yang mendalam bagi umat Hindu dan juga Budha. Bunga ini merupakan simbol kesucian dan keagungan Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) yang helai daun bunganya berjumlah delapan.
Delapan helai daun bunganya ini sesuai dengan jumlah manifestasi Sang Hyang Widhi di arah penjuru mata angin sebagai kedudukan horizontal. Puncak mahkotanya berupa sari bunga yang menggambarkan symbol kedudukan Sang Hyang Widhi secara vertikal dalam manifestasi sebagai Shiwa (adathasana atau dasar), Sadashiwa (madyasana atau tengah) dan Paramashiwa (agrasana atau puncak).
Bunga padma adalah bunga yang sangat istimewa. Mengapa? karena ia hidup dalam tiga alam. Ia hidup dalam tanah atau lumpur yang artinya bhumi pertiwi, air atau apah dan udara atau akasa.
Bunga–bunga yang ditanam oleh Bulul tidak hanya teratai yang tumbuh di telaga saja, tetapi juga berbagai macam bunga di taman yang mengelilingi telaga serta bunga-bunga yang dipergunakan saat upacara dan ritual kerajaan. Alasannya (sambhanda) karena bunga tidak hanya untuk memperindah bentang lahan, namun hasilnya juga digunakan untuk keperluan upacara.
Selain untuk kegiatan upacara, bunga-bunga ini dipergunakan untuk aktivitas sembahyang setiap hari. Aktivitas rutin ini merupakan tradisi sebagai bentuk penghormatan pada Sang Hyang Widhi Wasa serta supaya mendapatkan perlindungan dan berkah dari-Nya sang pencipta alam semesta.
Mengenal Sembahyang dan Upacara Tradisi Hindu
Kegiatan sembahyang dalam tradisi Hindu selalu menggunakan sarana bunga. Selain bunga ada sarana lain yaitu api dan air. Aktivitas tradisi sembahyang umat Hindu setiap hari dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Mesodan, ibadah yang dilakukan setiap pagi hari. Sesajen yang disiapkan adalah canang berisi bunga dan dupa, cangkir kecil berisi kopi dan jajanan dalam piring kecil yang kemudian diletakkan jadi satu dalam sodan (tempat sesajen). Sodan ini kemudian ditempatkan di palinggih atau sanggah (tempat Tuhan bersthana) yang dipercaya sebagai tempat istana Dewa. Dihaturkan sembari mengucap mantra persembahan dan ngayap (menggerakkan jari maju mundur). Sodan ini bisa dilungsur atau diambil kembali saat siang atau sore. Kegiatan mesodan dilakukan pagi hari sebelum beraktivitas dan dilakukan setiap hari.
- Metanding canang (membuat canang), adalah aktivitas umat Hindu membuat atau mengatur sesajen untuk keperluan upacara. Dalam aktivitas sehari-hari ini canang dibuat dengan jejaitan ceper atau daun pisang, sebagai wadah, ditambah berbagai bunga di atasnya. Biasanya dilakukan lebih dari satu orang jika ada upacara besar karena membutuhkan sesajen yang kompleks. Dalam mempersiapkan upacara metanding canang dilakukan oleh kerabat atau sanak saudara dan biasanya dilakukan oleh kaum perempuan yang sejak dini harus dilatih agar mahir dalam metanding.
- Mebanten dikenal dengan mebanten canang, merupakan ibadah yang wajib dilakukan sebelum persembahyangan. Sarana yang digunakan adalah canang, tirta, dupa, bunga ditambah permen dan biskuit. Biasanya aktivitas ini dilakukan di sore hari, kecuali saat hari suci tertentu.
- Mesaiban juga dilakukan oleh masyarakat Hindu untuk membuat keperluan keagamaan dan banyak dikerjakan oleh kaum perempuan. Berupa potongan kecil daun pisang berisi nasi, lauk dan saur (serundeng kelapa) yang diletakkan di luar (diwang) rumah. Setiap selesai memasak sebelum makan, umat Hindu akan memotong kecil daun pisang dan ditempatkan di atas nampan lalu diberi nasi sukla (nasi yang belum dimakan sehabis memasak) secukupnya dan lauk sukla (belum dimakan), saur, kacang dan garam. Sesajen ini dihaturkan di setiap pelinggih dan pekarangan rumah sembari mengucap mantra persembahan dan ngayap. Aktivitas ini sebagai bentuk ucapan rasa syukur atas berkah dan anugerah pangan yang telah diberikan oleh Sang Hyang Widhi Wasa kepada manusia.
- Mejejaitan, merupakan aktivitas yang sering dilakukan oleh masyarakat Hindu membuat sarana upacara untuk keperluan keagamaan. Bahannya terdiri dari slepan (daun kelapa tua), busung (daun kelapa muda), ibung (sejenis daun mirip lontar) dan semat sebagai perekat yang dibuat dari bambu diiris kecil. Jenis jejaitan ini beragam, mulai jejaitan untuk sesajen upacara kecil (ceper, celemik, tamas dan lain sebagainya) hingga untuk sesajen upacara besar. Mejejaitan ini dilakukan oleh kaum perempuan.
Pada masa kerajaan Hindu, bunga merupakan hal yang sangat penting sebagai simbol Sang Hyang Widhi Wasa dan sebagai sarana persembahyangan (sesajen) yang dipersembahkan kepada Tuhan serta sinar suci-Nya, para leluhur dan para rsi.
Makna Bunga Upacara Tradisi Hindu
Pattram puspam phalam puspam phalam toyam
Yome bhaktya prayaccati
Tad aham bhaktyu pakrtam,
Asnami prayatat asnamah
(Bg . 9.26)
Artinya adalah : “Siapapun yang dengan kesujudan mempersembahkan kepada-Ku daun, bunga, buah-buahan atau air, persembahan yang didasari oleh cinta dan keluar dari lubuk hati yang suci, Aku terima.”
Kutipan Kitab Suci umat Hindu, Bhagavadgita bab IX sloka 26 ini menyebutkan unsur-unsur pokok persembahan yang ditujukan pada Sang Hyang Widhi Wasa adalah bunga, selain daun, air dan buah-buahan. Bunga persembahan juga tidak boleh sembarangan, harus segar dan tidak rusak, sobek atau dimakan ulat.
- Bunga berwarna putih, digunakan untuk memuja Sang Hyang Widhi Iswara yang mempunyai kekuatan seperti badjra dan memancarkan sinar berwarna putih. Bunga-bunga yang digunakan seperti : teratai putih, kamboja atau jepun petak atau putih, cempaka putih (kantil), sedap malam, pacar putih dan melati.
- Bunga berwarna merah, digunakan untuk memuja Sang Hyang Widhi Brahma yang memiliki kekuatan seperti gada dan memancarkan sinar berwarna merah. Bunga-bunga yang digunakan seperti : teratai merah, mawar merah, soka, kenyeri, pacar merah, dan kembang kertas merah, kembang sepatu merah.
- Bunga berwarna hitam biasanya diganti dengan warna biru atau hijau, digunakan untuk memuja Sang Hyang Widhi Wisnu yang memiliki senjata cakra yang memancarkan sinar berwarna hitam. Bunga-bunga yang digunakan seperti : teratai biru, kenanga atau teleng, kembang sepatu biru atau hibiscus.
- Bunga berwarna kuning, untuk digunakan untuk memuja Sang Hyang Widhi Mahadewa yang memiliki kekuatan seperti nagapasa dan memancarkan sinar berwarna kuning. Bunga-bunga yang digunakan seperti : teratai kuning, cempaka kuning, allamanda, marigold atau gemitir atau kenikir, dan pacar kuning.
Melalui gambaran di atas, sangat jelas bahwa bunga yang harus ada untuk ibadah umat Hindu sehari-hari dan untuk upacara-upacara tertentu itu telah ditanam pula oleh Mpu Bulul. Mpu Bulul diberi kepercayaan untuk meyediakan rangkaian bunga pada saat menerima tamu kerajaaan atau pada saat upacara-upacara kerajaan. Taman bunga sentuhan sang ahli Mpu Bulul, mempunyai peran sangat penting dalam kegiatan-kegiatan kerajaan Medang dan kerajaan Kanuruhan khususnya.
Sebagai taman pertama pada masa kerajaan Medang, taman Bulul menjadi ikon yang mempunyai nilai eksotisme tinggi didukung dengan udara dingin dan sejuk khas daerah yang terletak di dataran tinggi.
Kepiawian pemuda Bulul di bidang pertamanan dan keahliannya sebagai tutor atau pengajar cara menanam dan merangkai bunga di desanya adalah nilai lebih bagi keberadaan taman ini di masa lalu. Taman Bulul mempunyai daya tarik istimewa meskipun kota Malang juga menyimpan banyak sejarah taman yang tersebar di berbagai daerah di Malang Raya, baik di kota Malang, kota Batu maupun di daerah kabupaten Malang. Selain taman peninggalan kerajaan Kanuruhan (Kanjuruhan), tersebar taman-taman peninggalan kerajaan Tumapel dan Singhasari.
Begitu kaya kebudayaan negeri kita dalam keragaman tradisi setiap agama. Semoga dengan memahami sejarah nusantara kita dapat selalu memelihara rasa toleransi beragama juga bangga akan kekayaan budaya dan tradisi setiap suku bangsa dan agama.
Salam Rahayu. (Yy)
***
Sumber : Malang Cilin Digital Acces :
Eko-Sosio-Kultura Lokal Kota Malang dalam Perspektif Historis
"Eksotisme Taman Bunulrejo Era Kerajaan Medang dan Upaya Pelestariannya" - Yayuk_2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI