Kitab Pentigraf ke-10 bertajuk Studio Kita telah terbit dan sudah dapat dinikmati.
Kitab ini berisi 106 karya pentigrafis yang menuangkan cerita-ceritanya yang khas dengan tema "Ruang".
Kitab setebal 264 halaman berisi 241 karya pentigraf ini dikurasi langsung oleh pakar, penggagas dan suhu Pentigraf; Tengsoe Tjahjono.
Dalam kitab yang diterbitkan oleh Penerbit Delima, Februari 2023 ini memuat dua karya saya yang bertajuk Duka Biru dan Ruang Pesta. (hlm. 229-230)
1. Duka Biru
Guyuran hujan sore ini membasahi sebagian celana denim hitamku. Dengan motor matic berbodi lebar kubonceng Olin gadis semata wayangku yang baru saja wisuda. Sengaja ia lepas kain panjang yang dikenakannya lalu mengganti sepatu high heels-nya dengan sandal jepit. Ia gembira sekali karena akhirnya dapat menonton langsung laga tim kebanggaannya sore ini sebagai hadiah wisuda. Bercelana pendek warna khaki dengan atasan kebaya tosca berbalut boomber biru ia bersenandung riang di belakangku, “Ayoo, ayo Arema. Sore ini, kita harus menang!.”
Kegembiraan kami menguap, mengangkasa bersama dengan kepulan asap yang pekat dan pengap. Dada sesak, kami semua megap-megap. Semua semburat mencari selamat. Kutarik lengan Olin dengan segera menuju gate 13 yang penuh manusia berjubelan. Dalam kepanikan, lengan Olin terlepas dari genggamanku dan ia jatuh terkulai karena lemas. Aku menjerit, tubuh gadisku terinjak-injak ratusan manusia yang berusaha menyelamatkan nyawanya.
Di dalam ruang berkelambu biru, aku ratapi kepergian gadisku. Dadaku masih sesak, mataku pun sangat pedih. Luka ini melebihi sakitnya luka-luka di badanku. Malam ini kupeluk raganya yang berbalut bendera Arema dengan tangisan pilu. Ingin rasanya aku menyusul Olin dan Liana, istriku; yang kurelakan pergi setelah melahirkan gadis semata wayangku dua puluh dua tahun lalu.
Duka Kanjuruhan, 1 Oktober 2022
2. Ruang Pesta
Wajah Rizal memerah, ada ketakutan dan rasa malu yang tersirat. Kilatan blitz dan jepretan kamera fotografer dan wartawan berbagai media membuatnya tercekat, seolah ia ingin memberontak namun ia tak kuasa. Dengan berbalut kemeja khas berwarna oranye, ia menahan rasa sesak dan sesal setelah resmi menjadi tersangka tindak pidana KDRT pada Elis istrinya hingga mengalami luka yang cukup serius.
Rizal meringkuk lesu di balik terali besi meratapi nasib. Semua media televisi menghentikan kontrak secara sepihak, karirnya pun hancur dalam hitungan menit. Tatapannya kosong, cambangnya yang tumbuh tak beraturan membuat wajahnya semakin tak bercahaya. Perjalanan hidupnya yang kelam di masa lalu mencuat tanpa diminta. Kini ia terkulai tak berdaya dalam sel tahanan yang kotor dan sempit.
Hampir ia melompat karena terkejut ketika seorang pria kekar dengan wajah tampan mendekat dan duduk di sebelahnya. Tangannya meremas paha Rizal sambil berbisik, “Hai ganteng, kamu sekong *) kan?, jangan bersedih, nanti malam kita rayakan berdua di ruang pesta ini”. Tubuh Rizal menggelinjang dan membalas pria itu dengan senyuman. Kini ia tak lagi meratapi nasibnya dan ‘ruang pesta’ itu telah menjadi saksi bisu perayaan mereka berdua setiap malam.
*) sekong salah satu bahasa gaul untuk kaum (pria) sejenis (maaf tidak saya cantumkan)
Ada yang sudah membaca semua isi kitab ini? (Yy)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H