"Ubah dirimu sendiri, karena kamulah yang memegang kendali itu" -Mahatma Gandhi-
Benar yang diungkapkan Mahatma Gandhi bahwa semua perubahan adalah diawali dari diri sendiri. Orang lain tidak mampu mengubah karakter seseorang jika orang tersebut tidak mempunyai niat untuk mengubah dirinya untuk menjadi lebih baik.
Sungguh miris ketika melihat masih ada orang yang tidak mempunyai rasa peduli pada orang lain, merampas hak-hak orang lain sedangkan dia demikian hebat memperjuangkan hak pribadinya sampai mengabaikan kepentingan banyak orang. Hal ini dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.
Ada satu hal yang membuat saya sangat prihatin ketika melewati jembatan Ranugrati, Sawojajar Malang yang sangat rawan macet.Â
Dada saya terasa sesak, emosi saya meledak-ledak. Dada saya sampai sesak karena saya tidak mampu melakukan apa-apa selain memendam emosi itu dalam hati.
Bagaimana tidak emosi, manakala begitu banyak orang bersabar dan tertib di jalur yang benar di tengah kemacetan, lalu melihat beberapa pengendara motor seenaknya sendiri melewati trotoar yang sudah menjadi hak pejalan kaki atau pedestrian.
Mereka sliwar sliwer tanpa malu, tanpa peduli sekitarnya. Labih parah lagi mereka kemudian seenaknya sendiri memotong jalan dan memaksakan diri demi memuluskan jalan mereka. Jika ditegur atau diingatkan justru mereka bersikap reaktif. Kita yang malah kena semprot.
Baru-baru ini di lokasi yang sama yaitu di jembatan Ranugrati, saya sempat bersitegang dengan seorang pengendara motor yang seenak perutnya melewati trotoar.
Emosi saya tersulut saat ia memaksakan diri mengambil posisi dengan memotong jalur saya.
Sebenarnya bisa saja saya mengalah dan membiarkan ia meneruskan perjalannya, tetapi karena saya sedang membonceng anak saya, justru saya merasa perlu untuk menunjukkan hal yang benar.Â
Jalan raya bukan akses pribadi melainkan untuk umum. Saya ingin kelak anak saya tidak melakukan hal yang salah seperti yang mereka lakukan di depan mata kami; saya dan anak saya.Â
Cerdas berlalu lintas tidak hanya sebatas mematuhi peraturan lalu lintas semata, melainkan lebih dari itu yakni dengan menghargai hak-hak orang lain.Â
Kita perlu mengingat pula bahwa kita mempunyai hak-hak yang sama dalam berlalu lintas dan ini didukung dengan peraturan dan undang-undang.
Saya sangat mendukung langkah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD yang melakukan sosialisasi kampanye keselamatan berkendara atau Road Safety Campaign 2022 yang dilangsungkan di Yogyakarta pada Sabtu, 27 Agustus 2022 lalu. Melalui kegiatan ini kita diingatkan tentang perlunya safety riding dalam berkendara dan berlalu lintas.
Acara ini dihadiri dan didukung pula oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi dan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi dengan melibatkan komunitas sepeda motor dan perwakilan mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta.
Budi Karya Sumadi mengungkapkan bahwa ada empat prinsip yang harus dipegang saat berkendara yaitu alertness atau kewaspadaan, awareness atau kesadaran, attitude atau perilaku dan anticipation atau antisipasi.
Awareness dan Attitude Berkendara
Dari keempat prinsip berkendara yang disampaikan Menteri Perhubungan tersebut di atas, saya menyoroti dua point awareness (kesadaran) dan attitude (perilaku) dalam berkendara.
Dalam kasus yang saya alami di jalur jembatan Ranugrati di ulasan sebelumnya, saya mengalami tindakan reaktif yang dilakukan oleh pengendara yang melanggar peraturan.
Mereka melewati trotoar yang seharusnya adalah hak pedestrian kemudian memaksakan memotong jalur pengendara lainnya merupakan tindakan yang jauh dari norma kesopanan. Jelas mereka tidak mempunyai awareness atau kesadaran berlalu lintas. Selain itu mereka mempunyai bad attitude atau perilaku yang buruk yang sangat menggangu hak orang lain.
Mereka sangat reaktif dan berani balik menyerang siapa yang menegur atau memberi saran. Tak jarang terjadi perseteruan yang ujung-ujungnya menjadi rumit di mana yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi pihak yang salah.
Hak-hak Pedestrian atau Pejalan Kaki
Saya salut, trotoar selalu menjadi perhatian pemerintah daerah. Dalam kurun waktu tertentu trotoar selalu dipercantik. Pembangunan infrastruktur yang menjadi hak pejalan kaki atau pedestrian ini sama halnya mempercantik kota dan akan menjadi daya tarik tersendiri.
Sayangnya hal ini tidak disadari oleh beberapa kalangan yang bertindak semau gue. Trotoar menjadi rusak karena seringkali beralih fungsi.Â
Selain dipakai untuk mendirikan warung, menjadi tempat parkir liar, pengendara motor juga melaju seenaknya meskipun ada pedestrian yang sedang menggunakan haknya di atas trotoar itu.
Jika kita tilik lebih dalam, ada undang-undang yang mengatur motor tidak diperbolehkan berjalan di atas trotoar. Hak-hak pedestrian ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menyoal hak-hak pedestrian ini tertuang dalam Pasal 131 Ayat 1 yang berbunyi: "Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain." Artinya para pejalan kaki memiliki hak atau berhak menggunakan fasilitas trotoar demi kenyamanan dan keamanan.Â
Sanksi Bagi Pelanggar Pengguna Motor di Trotoar
Pengguna motor di atas trotoar merupakan pelanggar undang-undang. Mereka tidak menghormati dan mengabaikan hak-hak pejalan kaki.
Sanksi yang dikenakan bagi pelanggar yang mengendarai motornya di atas trotoar adalah mulai dari pengenaan denda sampai pidana penjara.Â
Sanksi ini diatur dalam Pasal 274 yang memuat bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah).
Sanksi berikutnya adalah yang terdapat dalam pasal 275 Ayat 1 yang menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki dan alat pengaman pengguna jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,- (dua ratus ribu rupiah). [etilang.id]
Belum ada Tindakan Langsung
Hal yang juga disayangkan bahwa kejadian ini terus berulang dan berulang tanpa ada penanganan yang serius. Upaya-upaya yang dilakukan aparat yang berwenang hanya di waktu-waktu tertentu saja, sedangkan kemacetan yang terjadi terjadi setiap waktu dan semakin memicu hal ini terjadi.
Upaya Pihak Berwenang
Dari pantauan TIMES Indonesia, terdapat beberapa titik rawan kemacetan di Kota Malang. Seperti di Jl. Agung Suprapto, Jl. Ranugrati Sawojajar, Jl. A. Yani (Masjid Sabilillah), Pertigaan Sukun, Fly Over Arjosari, Pertigaan Dinoyo, Perempatan Sudimoro, dan Mergan Lori. [malang.times.co.id]
Kemacetan di beberapa titik ini sampai hari ini masih menjadi permasalahan yang harus dihadapi bersama. Kendaraan bermotor bertambah terus volumenya, massa yang datang ke kota Malang setiap tahun meningkat, dan ruas jalan yang sempit menjadi salah satu penyebab kemacetan yang belum bisa diatasi.
Sudah ada upaya dan juga wacana untuk mengurai kemacetan ini dengan membuka jalur baru, memperlebar jalan dan membangun flyover. Namun tak bisa begitu serta merta dapat terjadi dan menyelesaikan masalah, masih perlu pertimbangan yang matang.
Berawal dari Diri SendiriÂ
Bertolak pada quote Mahatma Gandhi di atas, semua kembali pada diri sendiri. Tak akan ada perubahan yang berarti dan berdampak jika kita tidak mengubah diri terlebih dahulu.
Sekalipun ada peraturan dan undang-undang tertulis, jika diri pribadi masing-masing tidak ada perubahan maka pelanggaran akan terus terjadi.
Mari kita menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak dalam berlalu lintas. Kita aman, orang lain pun nyaman. (Yy)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H