Dalam kasus yang saya alami di jalur jembatan Ranugrati di ulasan sebelumnya, saya mengalami tindakan reaktif yang dilakukan oleh pengendara yang melanggar peraturan.
Mereka melewati trotoar yang seharusnya adalah hak pedestrian kemudian memaksakan memotong jalur pengendara lainnya merupakan tindakan yang jauh dari norma kesopanan. Jelas mereka tidak mempunyai awareness atau kesadaran berlalu lintas. Selain itu mereka mempunyai bad attitude atau perilaku yang buruk yang sangat menggangu hak orang lain.
Mereka sangat reaktif dan berani balik menyerang siapa yang menegur atau memberi saran. Tak jarang terjadi perseteruan yang ujung-ujungnya menjadi rumit di mana yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi pihak yang salah.
Hak-hak Pedestrian atau Pejalan Kaki
Saya salut, trotoar selalu menjadi perhatian pemerintah daerah. Dalam kurun waktu tertentu trotoar selalu dipercantik. Pembangunan infrastruktur yang menjadi hak pejalan kaki atau pedestrian ini sama halnya mempercantik kota dan akan menjadi daya tarik tersendiri.
Sayangnya hal ini tidak disadari oleh beberapa kalangan yang bertindak semau gue. Trotoar menjadi rusak karena seringkali beralih fungsi.Â
Selain dipakai untuk mendirikan warung, menjadi tempat parkir liar, pengendara motor juga melaju seenaknya meskipun ada pedestrian yang sedang menggunakan haknya di atas trotoar itu.
Jika kita tilik lebih dalam, ada undang-undang yang mengatur motor tidak diperbolehkan berjalan di atas trotoar. Hak-hak pedestrian ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menyoal hak-hak pedestrian ini tertuang dalam Pasal 131 Ayat 1 yang berbunyi: "Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain." Artinya para pejalan kaki memiliki hak atau berhak menggunakan fasilitas trotoar demi kenyamanan dan keamanan.Â