Tepat pukul 12.00 siang, sayup-sayup terdengar  lonceng yang berdentang dan bergaung di tengah-tengah kota Malang. Suara lonceng yang berdentang  syahdu itu mengangkasa dari sebuah menara kapel kuno yang berlokasi di dalam komplek gedung Kampus Ursulin Cor Jesu yang kokoh menjulang di jalan Jaksa Agung Suprapto 55.
Suaranya terdengar samar-samar di tengah kebisingan kendaraan yang lalu lalang di kota yang mulai didera kemacetan ini. Gedung kapel ini tidak terlihat dari jalan raya, tetapi gaung dentang loncengnya masih terdengar mencapai radius 3 kilometer. Konon suara dentang lonceng kapel ini bisa terdengar hingga radius 5 hingga 7 kilometer.
Sayangnya pada akhir tahun 2020, lonceng ini mengalami kerusakan. Ia tak lagi berdentang. Dalam kurun waktu hampir dua tahun dentangnya tak menghiasi kota Malang.
Sebelum lonceng ini dinyatakan sudah tidak laik lagi untuk digaungkan, tepat di waktu yang sama pukul 12.00, seluruh komunitas Kampus Ursulin Cor Jesu baik yang ada dalam biara maupun yang di unit-unit sekolah dalam komplek Cor Jesu menghentikan segala aktivitas dan pekerjaannya.Â
Bagi umat beragama Katolik, spontan mengambil sikap hening untuk berdoa Malaikat Tuhan atau dikenal dengan doa Angelus.
Tak hanya itu, beberapa kali penulis mengamati beberapa orang di kampung maupun di instansi-instansi sekitarnya juga terlihat menghentikan segala aktivitas harian mereka untuk istirahat dan makan siang setelah mendengar lonceng Kapel Cor Jesu berdentang.
Keberadaan Lonceng sejak 1925
Lonceng ini terdapat di menara kapel dengan arsitektur bangunan gereja neo-Gothic, gaya arsitektur yang muncul di Eropa pada abad pertengahan.Â
Kapel Cor Jesu berdiri pada tahun 1925 dan bangunannya dirancang oleh Biro Arsitek Belanda dengan tiga arsiteknya Eduard Cuypers, Marius J. Hulswit dan A.A. Fermont. Hal ini dapat dibuktikan dengan prasasti di tembok depan kapel Cor Jesu yang memuat nama biro dan nama ketiga arsitek tersebut.Â