"Rek, itu Mbok Ni…”, kudengar Juki berteriak keras, telunjuknya menunjuk perempuan berkebaya berwarna pink pucat. Ia dan Antok melompat turun dari pohon waru.
Aku, Roi dan Iyan pun mendongak dan buru-buru turun. Aku yang di dahan pohon paling atas pun berusaha cepat turun meskipun agak kesulitan. Aroma harum gulali gula aren Mbok Ni seolah menusuk-nusuk hidungku.
Kami berlarian menyambut Mbok Ni yang berjalan menuju pojok lapangan sekolah sambil menyunggi keranjang sambil menenteng dingklik kayu. Mbok Ni tersenyum gembira dan mempercepat jalannya. Perempuan paruh baya ini terlihat trengginas dan sangat lihai berjalan meskipun kakinya berbalut sewek.
Juki dan Antok berlari paling cepat, dan di lapangan rumput pojok bagian barat sekolah mereka langsung ngglempoh menunggu Mbok Ni duduk dan mengatur dagangannya.
“Tumben baru datang Mbok, anak-anak sudah menunggu dari tadi”, tanya Pak Sis penjual es jeruk orson sebelah tempat mangkal Mbok Ni.
“Iyo Sis, aku ngantar anakku ke terminal mau ke Surabaya, malam nanti berangkat ke Batam. Alhamdulillah dapat kerjaan di Playwood,” jawab Mbok Ni sambil meletakkan gulungan handuk merah alas sunggiannya.
“Alhamdulillah Mbok,” Pak Sis menyahut sembari menyodorkan segelas es jeruk pada Mbok Ni. Mbok Ni tidak langsung meminumnya, ia letakkan di atas batu besar di sebelah ia duduk di atas dingklik mungilnya.
Aku, Iyan, Roi, Antok dan Juki sudah duduk melingkari keranjang bakul Mbok Ni. Seperti biasanya Mbok Ni membagi-bagikan kerupuk rakyat pada kami sebagai bonus sambil menunggu Mbok Ni beraksi memilin-milin gulalinya.
“Mbok, pleiwut itu apa?”, aku bertanya sambil terus mengunyah kerupuk. Jujur aku penasaran dan kata yang sangat asing bagiku pada waktu itu.