Mohon tunggu...
Yayuk Sulistiyowati M.V.
Yayuk Sulistiyowati M.V. Mohon Tunggu... Guru - Pembalap Baru

SOLI DEO GLORIA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen : Gulali dan Emput Mbok Ni

14 November 2022   18:10 Diperbarui: 26 November 2022   08:52 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Permen Gulali | wearemania.net

Brem gulali dari gula aren ini baru bisa kunikmati besok atau lusa, tunggu mengeras. Kalau saja aku punya kulkas nanti malam pasti sudah mengeras dan bisa segera kunikmati. Biasanya aku titip Roi, tetapi Roi sudah keburu pulang karena dijemput kakaknya.

***

"Papa, ayok beli itu!", Neta merajuk memintaku membeli sepotong permen gula. Permen gula itu berbentuk kelinci gembung warnanya merah menyala.

"Beli yang lain saja nak, nanti batuk lho…," aku berusaha membujuk Neta supaya tidak membeli permen gula itu. Aku khawatir Neta tak bisa mengkonsumsi makanan sembarangan yang belum jelas kebersihannya. Kiosnya penuh sesak, dan antrinya juga cukup panjang.

"Aku mau itu papa, baunya harum bentuknya lucu…", Neta masih saja merajuk.

Dalam pameran "Kotaini Tempoe Doeloe" ini banyak sekali makanan jadul yang dijual di sepanjang jalan poros jantung kota. Dari sekian banyak jajanan jadul yang beraneka ragam, Neta putri semata wayangku hanya tertarik membeli permen gula itu.

Demi menyenangkan hati Neta, kuterobos kerumunan menuju kios serba merah di seberang itu. Neta tertawa gembira dalam gendonganku. 

"Asyiiiik, aku mau permen yang bentuknya naga dan bunga ya pa…", seru Neta gembira, aku pun mengangguk dan memesan dua macam permen gula pada Ibu yang menjual permen gula itu.

"Saya catat dulu ya Om, masih antri 2 orang lagi. Silakan duduk dulu sambil menunggu," seorang gadis remaja berambut panjang mempersilakan aku duduk.

Aku duduk di sebuah kursi rotan sambil memangku Neta. Tangannya memainkan tali jaketku dan memilin-milinnya dengan jari kecilnya. Mataku tertuju pada nampan hijau berisi gulali di atas meja sebelah gadis remaja tadi. Harum khas gulali Mbok Ni menari-nari di lubang hidungku, sama persis. Di sebuah wadah plastik merah tersusun emput-emput dalam contongan kertas roti.

Aku mencium bau harum yang tak asing, ingatanku pun melayang dua puluh tahunan lalu ketika duduk jongkok di dekat keranjang Mbok Ni. Aku merindukan rasa gulali khas buatan Mbok Ni yang sejak lulus SD tak lagi kujumpai, kalah saing dengan snack-snack kemasan pabrik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun