Gerakan Literasi Sekolah (GLS) telah dicanangkan sejak 9 Agustus 2015, Tahun Kebangkitan Literasi. Menurut UNESCO (The United Nation of Educational, Scientific, and Cultural Organization) literasi adalah seperangkat keterampilan membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana keterampilan itu diperoleh, serta siapa yang memperolehnya. Dalam bahasa Inggris, Literacy artinya the ability to read and write atau kemampuan membaca dan menulis.
       Gerakan literasi di sekolah bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan literasi dengan menggunakan buku-buku pengayaan dan strategi membaca pada semua mata pelajaran. Dalam penerapan kegiatan literasi ini, guru merupakan subyek pembelajaran selain sebagai fasilitator. Maka dari itu kegiatan literasi peserta didik  tidak lepas dari kontribusi guru. Guru diharapkan dapat menjadi fasilitator yang berkualitas karena merupakan figur panutan atau teladan literasi di sekolah.
       Tidak hanya itu, guru milenial juga dituntut untuk cakap digital. Hal ini merupakan upaya turut menyukseskan program Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tentang literasi digital bernama Indonesia Makin Cakap Digital 2021 yang dicanangkan pada 20 Mei 2021, bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional. Rangkaian kegiatan webinar telah dilakukan di berbagai daerah seluruh Indonesia agar masyarakat Indonesia cakap digital.
       Guru sebagai teladan di masa kini dituntut mampu untuk menjadi insan literat yang mampu membaca sekaligus menulis juga cakap digital. Sebagai insan cendekia, guru adalah sosok profesional dalam mengajar, mendidik dan membimbing generasi penerus bangsa yang mempunyai segudang kisah inspiratif dan dapat dituangkan dalam sebuah tulisan melalui proses menjalankan tugas utamanya sebagai pendidik yang melek digital.
Masih Tertinggal
       Data Bank Dunia (World Bank) tahun 2018 menyebutkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih rendah meskipun perluasan akses pendidikan untuk masyarakat sudah meningkat cukup signifikan. Dalam laporan berjudul "The Promise of Education in Indonesia", Bank Dunia menyebut Indonesia telah meraih kemajuan penting dalam meningkatkan akses pendidikan namun sangat disayangkan bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih menjadi masalah.
       Pemerhati pendidikan Asep Sapa’at  mengungkapkan bahwa problem yang muncul masih berasal seputar guru karena guru adalah instrumen yang bisa mengeksekusi semua kebijakan. Maka kualitas guru berdampak pada kualitas pembelajaran. Guru yang berkompentensi baik diharapkan mampu memenuhi hak-hak belajar anak, mengoptimalkan kualitas pendidikan anak agar mampu bersaing di dunia global. (Dw.com, Januari 2020)
       Lembaga survei Programme for International Student Assessment (PISA), pada Desember 2019 di Paris, Indonesia disebut menempati peringkat ke-72 dari 77 negara. Dalam survei ini negara kita masih jauh tertinggal oleh Malaysia di urutan ke-56 dan Singapore bertengger di urutan ke-2. (Dw.com, Januari 2020)
Menjadi Momok