Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi potensi disharmoni tersebut. Pertama, perlu adanya kerjasama dan koordinasi yang baik antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam merumuskan kebijakan pendidikan yang terkait dengan kepramukaan. Koordinasi yang baik akan memastikan bahwa prioritas kedua undang-undang dapat diakomodasi dan disinkronkan secara efektif.
Kedua, diperlukan peran aktif dari institusi pendidikan dalam memastikan penerapan yang efektif. Institusi pendidikan perlu menerapkan strategi yang tepat, seperti pelatihan atau pendidikan kepramukaan untuk tenaga pengajar, kolaborasi dengan organisasi kepramukaan, atau pengembangan rencana pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai pramuka.
Ketiga, peran orang tua dan masyarakat umum juga penting dalam mendukung sinergi kedua undang-undang ini. Orang tua dan masyarakat dapat membantu meningkatkan kegiatan kepramukaan di sekolah dan mempromosikan nilai-nilai kepramukaan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada akhirnya, meskipun Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Kepramukaan memiliki potensi disharmoni dalam penerapannya, namun langkah-langkah konsolidasi dan sinergi yang tepat dapat diambil untuk meminimalkan ketidakselarasan tersebut. Dengan upaya yang tepat, maka kedua undang-undang ini dapat berkontribusi secara bersama-sama dalam membentuk karakter dan kepribadian para peserta didik di sekolah dan generasi muda yang berkualitas di Indonesia ?! Wallahu A'lamu Bishshawwab.
Bekasi, 2 September 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H