Ketika waktu untuk mengucapkan selamat tinggal tiba, Mbah Sukem hanya mendongakkan kepalanya dan mengiakan salam jumpa dengan tatapan yang terkesan mati akan segala rasa. Senyumannya lambat laun kian mengerucut, seperti tenggelamnya bulan purnama di langit yang bertaburan dengan gemintang-gemintang yang memudar. Binar kehidupan yang sempat berdansa di kedua mata senja Mbah Sukem perlahan-lahan kembali meredup bak mentari fajar yang kehilangan cakrawala kesayangannya, kepiluan dari hati yang tersayat meringis dan merintih di dalam kesunyian yang menggelegar melodinya. Â Â
Terkadang, berdiam diri di alam mimpi memang terkesan lebih bahari daripada harus menghadapi pahitnya kehidupan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H