Apakah Anda adalah penggemar film-film rohani Kristen semisal "Miracles From Heaven" (2016) atau "Heaven is for Real" (2014)? Kalau ya, berarti ini adalah film yang tepat untuk Anda.
Apakah Anda juga merupakan penggemar film-film bertema investigasi a la jurnalis seperti "Kill The Messenger" (2014) atau "Spotlight" (2015)? Kalau jawabannya ya, maka film ini tidak akan mengecewakan Anda.
Bagaimana jika ada sebuah film yang menyajikan keduanya, kisah iman Kristen dan investigasi, dalam satu cerita drama menarik? Wajib ditonton pastinya, bukan?
Film "The Case For Christ" adalah film adaptasi dari buku laris berjudul sama yang ditulis oleh Lee Strobel, dengan inti cerita mengenai  kisah lompatan imannya, dari seorang jurnalis ateis berprestasi, yang awalnya dia bangga dengan itu, hingga menjadi seorang pemeluk Kristen yang taat (saat ini dia menjadi pengajar teologi terkenal dan penulis buku-buku Kristen laris).
Berikut adalah trailer resminya.
Mengambil latar di Chicago tahun 1980, film ini dibuka dengan deskripsi singkat tentang seorang jurnalis muda bertalenta bernama Lee Strobel (Mike Vogel) yang beristrikan Leslie (Erika Christensen). Keduanya memiliki seorang putri bernama Alison (Haley Rosenwasser).
Untuk merayakan promosinya menjadi editor hukum di koran lokal, Chicago Tribune, Lee memboyong keluarga kecilnya makan malam di sebuah restoran. Sebuah insiden nyaris merenggut nyawa putri mereka, Alison, yang tersedak saat memakan permen. Namun, berkat bantuan seorang perawat bernama Alfie Davis (L. Scott Caldwell), hal yang tak diinginkan tersebut urung terjadi.Â
Alih-alih menerima ucapan terima kasih dari suami istri tersebut, Alfie justru mengatakan bahwa itu semua berkat pertolongan Yesus. Alfie menjelaskan bahwa dia dan suaminya sebenarnya tidak bermaksud makan malam di restoran tersebut, namun Tuhan menggerakkan mereka untuk datang ke rumah makan tersebut.Â
Lewat pertemuan dengan Alfie inilah, Leslie perlahan kembali menemukan iman Kristennya yang telah lama hilang. Awalnya Lee hanya menganggap bahwa keputusan istrinya mengimani Yesus adalah masalah sepele dan yakin bahwa istrinya akan segera kembali menjadi ateis.Â
Perkiraan Lee salah. Leslie dari hari ke hari menjadi semakin religius, dan hal ini membuat Lee merasa "diselingkuhi". Lee sering memulai pertengkaran dan mengakibatkan keduanya makin sering cekcok.Â
Menyadari bahwa kehidupan pernikahan mereka sedang dalam bahaya, Lee, berbekal kemampuan investigasinya yang baik, memutuskan untuk menyelidiki tentang Yesus, dan ingin membuktikan bahwa kebangkitan-Nya hanyalah dongeng belaka.Â
Lee berpendapat jika dirinya bisa membuktikan "kebohongan" ini, maka kekristenan akan ambruk dan, tentu saja, kehidupan pernikahannya akan terselamatkan.Â
Lee melakukan serangkaian investigasi untuk membuktikan bahwa Yesus tidak pernah bangkit dari kematian. Dia berpendapat bahwa Yesus sebenarnya tidak mati sewaktu disalibkan, melainkan pingsan. Hal ini untuk menjelaskan kenapa kubur Yesus dalam keadaan kosong.
Lee menemui semua pakar dari berbagai bidang ilmu untuk mendukung pendapatnya.Â
Dimulai dengan menemui seorang ahli sejarah Kristen untuk mempelajari kekristenan awal, kemudian dilanjutkan dengan menemui seorang pastor Katolik yang juga seorang arkeologi untuk mempelajari bukti otentik tulisan-tulisan yang membuktikan kebenaran Alkitab, hingga menemui seorang pakar psikologi yang alih-alih memberikan jawaban yang memuaskan, malah mengusik kepahitan hidupnya.
Proses investigasi Lee yang sangat ilmiah ini sangat menarik untuk diikuti, terlebih banyak momen-momen menyentuh yang menghiasi sepanjang film.Â
Hasil-hasil investigasinya yang tak terduga, memberikan fakta-fakta unik dan menarik tentang kematian dan kebangkitan Yesus, serta kebenaran-kebenaran ilmiah yang menguatkan cerita Alkitab, yang pada akhirnya membuat Lee mengangkat bendera putih dan menerima Yesus sebagai Juru Selamatnya.
***
Film yang diarahkan oleh Jon Gunn (sutradara spesialis film drama) ini sudah dirilis secara terbatas pada 7 April 2017 yang lalu di bioskop-bioskop Amerika.Â
Di Indonesia sendiri, film ini kemungkinan tidak akan tayang di bioskop, namun bisa diakses lewat DVD dan konten digital streaming.Biasanya film seperti ini juga akan tayang di lingkungan gereja seperti halnya film "The Passion of the Christ" (2004) yang rutin ditayangkan setiap masa prapaskah.
Tambahan:
Film ini memiliki kualitas yang cukup baik dalam segala aspek, dibuktikan dengan perolehan skor 5,8 Â dari IMDB dan 55% (lebih banyak tomat segar dibandingkan tomat busuk) dari Rotten Tomatoes.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H