SMK tanpa praktek, apa  bedanya siswa SMK dengan siswa SMA? Tuntutan lulusan SMK adalah untuk menjadikan mereka hidup mandiri dan mampu bekerja di bidang yang diampunya.  Untuk bisa ahli dibidang yang diampu, SMK adalah sekolah yang bisa memfasiliasi pengembangan skill siswa
Mengolah limbah padat non B3 Â merupakan salah satu skill yang harus dikuasai oleh siswa program studi kimia industri, oleh sebab itu intuisi saya mengatakan, percobaan-demi percobaan yang saya lakukan pasti muaranya nanti ke pengembangan objek praktek siswa.
Komposter dengan ukuran kecil dan hanya berkapasitas sekitar 25 kg sampah organik basah, menjadi andalan saya untuk ber ekperiment setiap waktu. Â Ternyata baik menurut saya belum tentu baik menurut orang-orang lain di lingkungan saya.
Berbagai protes mulai muncul saat komposter tersebut sudah mulai mengeluarkan bau yang menyengat , apalagi  saat itu komposter saya letakan tak jauh dari laboratorium kimia.
Berdasarkaan saran dari teman-teman, Â akhirnya komposter tersebut dipindahakan jauh dari lalu lintas guru dan siswa. Sedih sekali disaat komposter itu disuruh letakan dibagian paling belakang sekolah yang tidak terjamah oleh manusia. Kecewa sekali karena komposter imut itu direncanakan sebagai media belajar untuk siswa praktek, khusus untuk pengolahan limbah padat non B3.
Tetap dengan  keteguhan hati kalau yang saya lakukan akan bermanfaat buat orang banyak, saya tidak patah arang disaat harus rela setiap hari pergi ke belakang sekolah, untuk menambah sampah organik yang saya peroleh dari kantin, mencincang sampah sampai menjadi ukuran kecil, dan memasukannya ke dalam komposter yang sebelumnya saya semprot dengan cairan khusus.
Cairan lindi yang saya sebut pupuk cair setiap hari dikeluarkaan dari  kran yang di pasang di bawah komposter.  Cairan lindi saya campur dengan sejumlah  kapur sirih dengan jumlah tertentu, setelah itu dilakukan pengecekan pH dengan indikator universal, apabila pH sudah sesuai dengan standar,  saya menyaring pupuk cair, kemudian memasukan ke dalam botol aqua bekas dan  siap di aplikasikan ke tanaman  uji coba.
Waktu yang saya lakukan untuk memantau kinerja komposter adalah setelah saya menyelesaikan semua pekerjaan saya di sekolah, lebih sering saya lakukan saat akan pulang ke rumah. Â Hal ini dilakukan karena setelah selesai bekerjaa di komposter bau dari sampah akan lengket di pakaian.
Tak kenal lelah, saya mengajak memperkenalkan ke siswa akan komposter dan hasil yang diperoleh, namun respon dari mereka masih minim, sehingga saya belum berani menjadikan objek praktek.Â
Walau hasil uji coba pupuk cair yang sudah diaplikasikan ke tanaman, menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan tanaman yang tidak dipupuk dengan cairan ini, keunggulan lain dari pupuk cair ini adalah, tanaman bebas dari hama ulat.
Kelemahan dari pupuk cair yang dihasilkan sampah organik ini adalah berbau busuk, sehingga orang lain enggan untuk menggunakannya. Diawal saya tawarkan ke teman-teman di sekolah, beberapa dari mereka merespon kalau pupuk  cair sangat busuk membuat mereka tidak mau menggunakannya kembali. Bagaimanpun saya meyakinkan kalau pupuk ini kandungan  NPK nya seimbang berdasarkan hasil uji labor, namun  tetap saja orang tidak berminat.