Mohon tunggu...
Yuzelma
Yuzelma Mohon Tunggu... Guru - Giat Literasi

Ilmu adalah buruan, agar buruan tidak lepas, maka ikatlah dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Kasus Penganiayaan Kepala Sekolah oleh Wali Murid

14 Februari 2018   22:30 Diperbarui: 14 Februari 2018   23:21 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belum hilang dalam ingatan saya, kasus kematian rekan sejawat Bapak Budi Cahyono di SMA Trojun Sampang Madura. Beberapa hari ini beredar postingan di grup WA pendidikan Indonesia, foto seorang guru yang mengenakan  seragam dinas ,  babak belur dan berlumuran darah akibat sudah dianiya oleh salah seorang wali murid. Tidak lama kemudian foto yang sama sudah beredar di media sosial lainnya seperti facebook, Instagram dan hampir semua grup guru yang ada di HP saya. Semua tenaga pendidik yang nota bene  adalah rekan sejawat mengutuk perbuatan wali murid yang anarkis tersebut.

Setelah ditelusuri identitas guru tersebut, ternyata beliau adalah salah seorang kepala sekolah di SMP Lobak Sulawesi Utara. Penganiayaan dilakukan karena wali murid tidak terima anaknya di beri peringatan oleh kepala sekolah atas kenakalan yang sudah diperbuatnya. Bertindak bagaikan seorang eksekutor yang siap mengeksekusi orang yang dianggap salah tanpa mengklarifikasi  permasalahan terlebih dahulu. Walaupun sampai saat ini saya belum membaca berita yang berisi keterangan dari polis. Bagaimanapun tindakan penganiyaan adalah tindakan yang tidak tepat  dilakukan dalam menyelesaikan masalah, ini sama halnya ingin menyelesaikan masalah, namun yang timbul adalah masalah baru.

Belasan tahun sudah menjadi tenaga pendidik, menjadi walikelas, dan sekaligus saya berperan sebagai wali murid bagi dua orang putra-putri saya di sekolah. Siapapun itu yang namanya orang tua pasti akan melindungi anak-anaknya dari ancaman kejahatan.  Jangankan manusia , ayam saja mulai dari menetas, sampai anaknya bisa hidup  mandiri selalu melindungi anak-anaknya dari ancaman musuh, udara panas, maupun udara dingin. Bahkan induk ayam tidak segan-segan mengejar segala sesuatu yang diyakini akan mengancam anak-anaknya, walaupun itu orang yang dikejarnya adalah tuan yang memeliharanya selama ini.

Tujuan orang tua melakukan tindakan anarkis adalah untuk membela /melindungi anak. Namun karena amarah sudah menguasai diri, sehingga tindakan diluar batas dan diluar kendalipun terjadi.  Hal ini dilakukan karena bisa jadi orang tua hanya mendengar pengaduan sepihak dari anak , tanpa melakukan klarifikasi ke guru yang bersangkutan. Disinilah bahayanya kalau telinga difungsikan hanya satu. Padahal Allah telah ciptakan di muka bumi ini semua berpasangan-pasangan. Tujuan penciptaan berpasang=pasangan itu mengandung makna filosofi yang mendalam bagi orang yang mau mengambil hikmah akan penciptaan Tuhan. Tuhan Ciptakan telinga satu pasang, yang kiri dan yang kanan, tujuannya adalah untuk keseimbangan. Oleh sebab itu implementasi dari penciptaan telinga kiri dan kanan adalah mendengar dari dua sisi (dua belah pihak).

Apabila mendapat pengaduan dari anak tentang apa yang dilakukan oleh gurunya di sekolah, jangan diterima 100 persen laporan anak. Karena berdasarkan pengalaman, anak yang melaporkan ke orang tua sebagian besar menyembunyikan kesalahannya, karena si anak juga takut dimarahi oleh orang tua. Oleh sebba itu sebagai orang tua, "klarifkasi dan Komunikasikan terlebh dahulu dengan orang tua yang bersangkutan . Pahami terlebih dahulu apa yang sudah anak kita perbuat, sehingga guru memberikan sanksi kepada siswanya.

Guru adalah manusia, guru juga memiliki hati dan rasa, tugas guru di sekolah bukan hanya mentransper ilmu, namun lebih diarahkan untuk mendidik siswa. Saat siswa bermasalah, guru tidak akan secara langsung memberikan sanksi, namun secara bertahap guru akan memberikan pembinaan -demi pembinaan, untuk perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Namun terkadang walau guru sudah memberikan pembinaan, namun karakter siswa tidak juga berubah, sanksi mendidik biasanya akan diberikan.  Sanksi merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan kepada siswa dengan tujuan untuk memberikan efek jera, namun dengan catatan " hindari sanksi fisik". 

Saat sanksi sudah diberikan , namun perilaku siswa tidak berubah, solusi lainnya adalah melalui  peringatan bertingkat sesuai dengan aturan yang sudah dibuat oleh sekolah. Namun terkadang ada siswa yang kelakukannya sudah melampaui batas. Hal yang wajar, guru juga manusia , sehingga akan memancing emosional guru. Yang pada akhirnya akan merembes ke tindakan-tindakan seperti berkata kasar, memukul dan sebagainya. Inilah yang terkadang berujung pengaduan ke orang tua oleh si anak. Saya rasa  sekolah manapun dan siapapun gurunya pasti tidak akan memberikan sanksi fisik terlebih dahulu. 

Apakah orang tua fasih dengan kelakukan anaknya di sekolah? saya rasa orang tua tidak akan tahu 100 persen apa perangai anaknya di sekolah. Karena tidak setiap yang dilakukan anaknya  akan  dilaporkan oleh guru setiap waktu. Karena pada dasarnya setiap guru  optimis  untuk bisa mendidik, mengarahkan, membina dan  memotivasi siswanya.  Selagi dia bisa mengarahkan anak didiknya kearah yang lebih baik, guru akan berusaha dan berjuang untuk itu, karena  mendidik adalah tupoksi guru. walau disini guru tidak menutup komunikasi dengan orang tua. 

 Sukses tidaknya siswa di sekolah bukan hanya peran guru semata, namun orang tua dan lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh sebab itu, wali murid, siswa atau guru anak kita adalah kelurga baru kita. Oleh sebab itu jalinan silaturahim harus dijalin. Komunikasi tidak hanya sebatas di sekolah saja, namun kemajuan teknologi saat ini bisa digunakan untuk  saling berkunjung di dunia maya. Saling menyapa, saling menanyakan keadaan, dan sekali-kali duduk bersama saat lebaran dan hari -hari khusus.

Saya pernah dikadukan oleh salah seorang wali murid ke  Ombusdman (LSM). Saat itu saya menagih tunggakan SPP salah seorang siswa yang sudah mencapai dua tahun. Awalnya saya kaget, kenapa saya yang dikadukan ke ombusman, bukankah  orang tua menolak untuk membayarkan?. Saat itu orang tua mengakui  dia sebagai kelurga miskin. Sesuai dengan prosedur akhirnya saya melakukan home visit ke rumah orang tuanya. Betapa kagetnya saya saat itu, ternyata orang tua siswa saya sudah berbohong. Mereka memilIki usaha kedai kelontong yang isinya lumayan banyak, dan pembeli ramai. 

Setelah saya mendapatkan data-data tentang kondisi orang tua siswa, kemudian saya mendatangi kantor Ombusdman, yang diawal sudah menuduh saya tidak kooperative dengan siswa miskin. Setelah semua diklarifikasi dan dikomunikasikan akhirnya LSMtersebut memohon maaf kepada saya. Tidak berapa lama orang tua   pada akhirnya juga memohon maaf atas kebohongan yang sudah dibutanya.

Marahkah saya dengan kasus ini?. saya hanya tersenyum  dan memahami  secara bijaksana saja, kenapa dia berbuat bohong untuk masa depan anaknya sendiri. Pada akhirnya tunggakan SPP dibayar lunas. ternyata di tengah-tengah ada rezeki ada juga orang yang berdoa miskin ya pembaca. 

Disinilah saya menyadari pentingnya komunikasi dan klarifikasi  setiap persoalan, agar tidak emosinonal dalam menghadapinya. bagaimanapun setiap perbuatan yang dilakukan dengan emosional akan melahirkan tindakan-tindakan di luar kendali.

Sebagai orang tua ,saya juga pernah mengalami kecewa atas penganiayaan yang dilakukan oleh beberapa orang siswa kepada anak saya yang tertua. Saat itu pulang sekolah saya mendapati  kening dan mata anak saya lebam dan menghijau. Sebagai orang tua melihat kondisi anak seperti itu, akhirnya saya menemui wali  kelas. Karena kejadinya sudah sore dan menjelang pulang wali kelas hanya memberi tahukan sekilas tentang apa yang menimpa anak saya. Kejadian waktu itu Jumat sore, sementara Sabtu  sekolah libur. itu artinya saya harus menunggu hari Senin untuk mencari tahu, kenapa anak saya di aniaya oleh beberapa orang kakak kelasnya.

Saat anak ditanya, pasti jawabannya hanya memihak kedia, namun walau anak saya benjol sebagai orang tua saya sedih dan kecewa. Bukan berarti malam itu harus dicari temannya yanng menganiaya anak saya. Saya rasa tidak akan menyelesaikan masalah. sebagai orang tua saya membawa anak saya ke rumah sakit, sekaligus melakukan visum untuk memastikan kondisi fisiknya baik-baik saja. Hasil visum  cukup sebatas rumah sakit yang menyimpan. Dan sebagai orang tua dan juga tenaga pendidik saya berusaha untuk sabar menjelang Senin, untuk mencari tahu apa permasalahanya kenapa anak saya dikeroyok.

Setelah duduk bersama, saling berhadap-hadapan, disitulah tahu kebenarannya. Walau anak saya punya andil kesalahan yang menyebabkan kakak kelasnya emosi, yang terpenting saat itu dia menyadari kekeliruannya untuk memnaggil kakak kelas dengan sebutan nama saja. Karena ada tradisi di sekolah mereka, kakak kelas harus di panggil kakak. Sementara anak saya sebut nama saja.

Kalau saja  saya tidak tenang dalam menghadapi masalah tersebut, pasti buntut kasusunya bertambah panjang.

Jadi belajar dari kasus yang menimpa  guru  yang sekaligus kepala sekolah tersebut, menjadi pelajaran bagi kita sebagai tenaga pendidik, orang tua siswa, dan juga sekaligus kita jadi wali murid bagi anak-anak kita di sekolah. 

" Komunikasi, klarifikasi, diskusi, tahan emosi" adalah  solusi untuk untuk menghambat tidak terjadinya tindakan anarkis. Perlu diingat" kita sebagai orang tua sekaligus sebagai guru buat anak-anak kita.  saat kita melakukan tindakan anarkis ke orang lain, maka jangan disesali nanti anak-anak  kita akan berlaku sama memperlakukan orang lain. jadi jangan rusak karakter  keturunan  kita dengan tindakan seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun