Asesoris kedua adalah hiasan bunga yang memenuhi hampir separuh bagian gebyok khususnya bagian atas. Bunga-bunga tersebut biasanya terdiri dari berbagai macam warna dan jenis dan ditata sedemikian rupa untuk menambah keindahan pandangan. Â Makna di balik rangkaian dan taburan bunga tersebut adalah keharuman dan keharmonisan yang diharapkan dapat terus menyertai kedua mempelai dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.
Asesoris ketiga adalah aksesoris berupa rangkaian berbagai buah dan sayur yang biasanya diletakaan di kedua sisi kursi mempelai. Makna dan alasan di balik susunan buah dan sayur ini adalah harapan agar mempelai senantiasa dilimpahkan kemakmuran harta.
Asesoris keempat adalah aneka lampu hias yang digantung di hampir seluruh bagian pelaminan.Lampu hias tersebut umumnya digantung di berbagai titik inti sebuah pelaminan untuk menciptkan nuansa lighting yang menarik sehingga perhatian undangan dapat terfokus pada kedua mempelai.
Salah satu simbol dalam pelaminan Minangkabau adalah banta gadang (bantal besar). Banta gadang mempunyai simbol prestise bagi keluarga yang melaksanakan pesta  pernikahan. Jumlah banta gadang mengisyaratkan berapa jumlah hewan yang dibantai untuk konsumsi penyelenggaraan pesta.
Unsur lain dalam pelaminan Minagkabau adalah limpapeh yang dibaluik (balut) kain sapilin 3 warna yaitu merah, hijau dan  kuning . Limpapaeh mengibaratkan tiang kokoh penyangga rumah tangga. Tali tiga sapilin melambangkan suatu bentuk kepemimpinan di Minangkabau.
Unsur berikutnya adalah tirai, jumlah tirai beragam dan paling banyak ada 7 lapis dan diperuntukan buat bangsawan. Semakin  kecil kedudukannya, semakin kecil juga lapisan tirainya. tirai ini juga sebagai simbol bahwa wanita harus mampu menjaga harkat martabatnya dari gangguan dan godaan pihak luar.
Dua contoh uraian makna pelaminan tradisional di atas, sudah memberikan gambaran bagi kita, bahwasanya pelaminan tradisional dengan segala ornamen dan asesorisnya mempunyai makna yang sudah dituahkan oleh pemuka adat dahulunya.
Demi mengikuti trend ke barat-baratan kita rela mengganti suatu simbolik pernikahan dengan ornamen –ornamen minimlais bergaya Eropa. Kalau menurut pandangan saya tidak ada yang seindah dan seunik pelaminan tradisional yang ada di negeri ini. Mari kita lestarikan ciri khas budaya dengan kembali ke khasanah budaya yang menjadi jati diri bangsa selama ini.
Kembali menggunakan pelaminan  tradisional di negeri ini berarti kita sudah memelihara kekayaan dan keragaman budaya (cultural diversity) di negeri yang kita cintai. Siapa lagi yang akan menjaga kekayaaan dan keragaman budaya di negeri yang dicintai ini kalau tidak dimulai dari diri sendiri dan keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H