Apakah perlindungan terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja  (K3) hanya hak buruh saja?. Dan bagiaman dengan guru. Selama ini guru lebih banyak fokus menuntut  pada aspek penghargaan (reward)  dan kesejahteraan.
Fakta membuktikan bahwasanya disaat tunjangan sertifikasi terlambat keluar, beragam komentar dan kegelisahan di kalangan guru timbul. Disaat suatu karya tidak dihargai  banyak tuntutan dan rasa kecewa  yang dialami oleh guru. Disaat para guru honorer tidak kunjung diangkat menjadi  Aparatur Sipil Negara (ASN),  para guru akan diturun ke jalan dan berorasi agar diangkat menjadi PNS.
Sampai saat ini belum ada guru yang turun ke jalan dan melakukan orasi meminta perlindungan pelayanan kesehatan ke pemerintah, yang sudah menjadi hak mereka. Salah satunya adalah kewajiban medical check up rutin bagi guru yang sudah berumur di atas 41 tahun.  Pada hal medical check uprutin  tersebut sudah menjadi hak guru, disaat gaji mereka di potong setiap bulannya untuk jaminan kesehatan.
Dan sampai saat ini belum ada guru honorer meminta perlindungan dan jaminan kesehatan disaat bekerja kepada instansi yang mengangkatnya, yang dituntut oleh guru honorer adalah kenaikan gaji, diangkat jadi PNS dan tunjangan kesejahteraan.
Belum ada guru yang melakukan orasi dan menuntut hak disaat guru mengalami sakit mata  gara-gara setiap hari  harus berhadapan dengan sinar radiasi dari komputer.
Belum ada guru yang menuntut  karena sudah mengalami sakit asma , karena setiap  hari terpapar dengan debu  (partikulat) akibat aktifitas praktik di bengkel.  Belum ada guru yang menuntut hak  ke pemerintah gara-gara mengalami gangguan pendengaran yang diakibatkan setiap hari harus mengawasi siswa praktek menggunakan mesin yang menghasilkan bunyi yang melebihi 100 desibledan terpapar lebih dari 4 jam dalam satu hari.
Guru belum peka dengan resiko kerja yang bersifat  tidak langsung. contohnya peralihan penggunaan kapur tulis menjadi spidol menjadi trend akhir-akhir ini. Spidol dianggap bersih dan tidak menimbulkan debu (partikulat) seperti halnya kapur tulis. Sehingga disaat menggunakan spidol guru  tidak merasa khawatir. Padahal resiko yang dtimbulkan saat  menggunakan spidol  secara langsung tidak nampak, namun secara tidak langsung,  dalam tinta spidol mengandung bahan-bahan kimia beracun yang bersifat karsinogenik (pemicu kanker), salah satunya adalah  senyawa xylene.Â
Xylene merupakan senyawa kimia yang sangat beracun dan kalau dalam daftar Material Safety Data Sheet (MSDS) senyawa xylene dilambangkan dengan gambar tengkorak (beracun). Dalam tinta spidol, Â xyleneberfungsi sebagai pemberi aroma pada tinta . Xylenememiliki partikel yang sangat halus dan bisa masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi atau saluran pernafasan.
Saat guru mengalami pusing-pusing dan  sakit kepala, kebanyakan guru beranggapan bahwa apa yang sudah dideritanya disebabkan karena kelelahan, kurang istirahat atau dehidrasi. Jarang guru yang menyadari kalau sakit kepala, pusing dan mual adalah  satu efek jangka pendek yang dialami ketika terhirup  senyawa xylene. Sedang efek jangka panjangnya adalah kerusakan otak  secara permanen, kerusakan hati dan ginjal serta sistem syaraf pusat.
Penggunaan spidol oleh guru dalam kegiatan sehari-hari merupakan salah satu contoh bahwasanya guru disaat bekerja harus di lindungi oleh K3. Penggunaan spidol merupakan salah satu contoh bahwasanya lingkungan kerja  guru dapat menimbulkan potensi bahaya yang dapat menimbulkan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan kecelakaan saat bekerja.  (Hasil kajian Toxicologycal Profile for xylene, Agency for Toxic Substancers dan deases Regsitry).
Sekolah Menengah kejuruan (SMK), merupakan sekolah vokasi dengan segala macam kompleksitas resiko dan potensi bahaya kerja yang akan dialami oleh siapa saja yang berada di lingungan kerja maupun di lingkungan sekolah. Berada di SMK seolah-olah kita berada di pabriknya sekolah, beragam kegiatan praktek dilaksanakan di laboratorium, bengkel dan workshop-workshop sekolah.