Mohon tunggu...
Yuyun Srimulyati
Yuyun Srimulyati Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pelatih Daerah/trainer PPKB Kemenag RI bidang profesional 2 (Publikasi Ilmiyah), pegiat literasi, public relation

Hobi yang baru saja menggeliat dan menantangku yaitu MENULIS karena terinspirasi para kompasianer, kumainkan jemari di pojok kompasiana, terjebak di ruang kolaborasi komunitas KAUSAKu4NKRI, berawal dari kepenasaran maka akhirnya Practice Makes Perfect basmalah ikuti langkah Kuntowijoyo menulis, menulis dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perang Batin : Kritis atau Overhinking?

18 Januari 2025   05:13 Diperbarui: 18 Januari 2025   06:52 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ilustrasi meta

Pendahuluan 

Di era digital yang serba cepat ini, kita dihadapkan pada banjir informasi yang tak pernah berhenti. Setiap hari, kita dibombardir dengan berita, notifikasi, dan berbagai macam tuntutan. Di tengah hiruk pikuk ini, pikiran kita seringkali terjebak dalam perangkap berpikir berlebihan atau overthinking. Namun, di sisi lain, kita juga perlu mengembangkan kemampuan berpikir kritis untuk menyaring informasi dan mengambil keputusan yang tepat. Lantas, bagaimana cara kita menyeimbangkan keduanya agar tidak terjebak dalam lingkaran kekhawatiran yang tak berujung? Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan antara berpikir kritis dan overthinking, serta memberikan tips praktis untuk mencapai keseimbangan mental yang optimal

Bayangkan pikiran kita seperti sebuah lautan. Di dalamnya terdapat berbagai macam gelombang, ada yang tenang dan ada yang bergejolak. Berpikir kritis adalah seperti ombak yang membawa kita ke arah tujuan yang jelas, sementara overthinking adalah arus bawah yang dapat menyeret kita ke dalam pusaran kekhawatiran. Dalam artikel ini, kita akan mempelajari cara mengendalikan gelombang pikiran kita agar dapat berlayar dengan aman di lautan informasi yang luas.

Berpikir kritis dan overthinking, dua sisi mata uang yang seringkali membingungkan kita. Di satu sisi, kita perlu berpikir secara mendalam untuk menemukan solusi atas masalah. Namun di sisi lain, terlalu banyak berpikir justru dapat menghambat kita untuk bertindak. Artikel ini akan membantu Anda memahami perbedaan keduanya serta memberikan tips praktis untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menghindari jebakan overthinking.

Berpikir Kritis : Solusi Aman Menghadapi Tantangan

Berpikir kritis adalah kunci untuk mengatasi berbagai tantangan yang kita hadapi sehari-hari. Proses menganalisis informasi secara mendalam, mengevaluasi argumen secara objektif, dan mengambil keputusan berdasarkan fakta terbukti sangat bermanfaat. Dengan berpikir kritis, kita dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, membuat keputusan yang lebih baik, dan bahkan mengurangi tingkat stres. Misalnya, seorang mahasiswa yang tengah mengerjakan tugas akhir dapat memanfaatkan berpikir kritis untuk menganalisis berbagai sumber, membandingkan berbagai sudut pandang, dan akhirnya menghasilkan karya tulis yang berkualitas.

Berpikir kritis adalah seperti sebuah pisau tajam yang membantu kita mengiris informasi menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Dengan membekali diri dengan kemampuan berpikir kritis, kita dapat menggali lebih dalam ke dalam suatu masalah, mengevaluasi berbagai argumen secara objektif, dan mengambil keputusan yang rasional. Hal ini sangat berguna, misalnya, bagi seorang mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir. Dengan menganalisis berbagai sumber secara kritis, mahasiswa tersebut dapat menyusun argumen yang kuat, membedakan fakta dari opini, dan menghasilkan karya tulis yang orisinal.

Overthinking : Musuh Bebuyutan Kreatifitas

Overthinking, atau terlalu banyak memikirkan sesuatu, adalah kebiasaan yang seringkali menghambat produktivitas kita. Ketika seseorang terjebak dalam lingkaran pikiran yang berulang-ulang, tanpa menemukan solusi, hal ini dapat memicu kecemasan, stres, dan bahkan gangguan tidur. Akibatnya, konsentrasi dan fokus menjadi terganggu, sehingga sulit untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan dengan baik. Misalnya, seseorang yang terus-menerus memikirkan kesalahan masa lalu akan sulit untuk move on dan meraih kesuksesan di masa depan. Itu sebabnya overthinking oleh dalam studi psikologi disebut paralysis analysis,  serupa kelumpuhan analisis. Sulit memformulasikan ide dan gagasan karena kesimpang siuran informasi, melimpahnya data dan fakta hingga parameter pemikiran yang terlalu luas, bahkan idealis.

Overthinking dapat diibaratkan seperti roda yang terus berputar tanpa tujuan. Ketika kita terlalu banyak memikirkan suatu masalah, pikiran kita akan terjebak dalam lingkaran setan yang sulit untuk dihentikan. Hal ini tidak hanya menguras energi mental, tetapi juga dapat memicu berbagai masalah kesehatan seperti kecemasan, stres, dan gangguan tidur. Akibatnya, produktivitas kita menurun dan kita menjadi kurang mampu untuk menikmati hidup. Sebagai contoh, seseorang yang terus-menerus memikirkan kesalahan masa lalu akan sulit untuk membangun kepercayaan diri dan menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain.

Perbedaan Kritis : Lebih dari Sekedar Kata

Berpikir kritis dan overthinking adalah dua proses kognitif yang seringkali tertukar, namun memiliki tujuan dan fokus yang sangat berbeda. Berpikir kritis adalah proses aktif yang bertujuan untuk mencari solusi atas suatu masalah. Pemikir kritis akan berfokus pada fakta dan informasi yang relevan untuk menganalisis situasi secara objektif. Mereka cenderung memiliki emosi yang stabil dan rasional, memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang tepat. Sebaliknya, overthinking cenderung menghindari masalah dengan cara memikirkan segala kemungkinan terburuk secara berulang-ulang. Fokusnya yang terpecah pada berbagai kemungkinan negatif ini justru menghambat kemampuan seseorang untuk menemukan solusi dan dapat memicu kecemasan yang berlebihan. Singkatnya, berpikir kritis adalah tentang mencari jawaban, sedangkan overthinking lebih kepada menghindari pertanyaan.

Zona Aman : Menyeimbangkan Keduanya

Menemukan keseimbangan antara berpikir kritis dan overthinking adalah seperti mencari titik tengah antara kedalaman laut dan langit yang cerah. Untuk mencapai zona aman ini, kita perlu mengenal diri sendiri lebih dalam. Dengan memahami pola pikir kita, kita dapat mengidentifikasi kapan kita mulai terjebak dalam pusaran overthinking. Teknik-teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga dapat menjadi jangkar yang menenangkan pikiran kita. Alih-alih terpaku pada masalah, cobalah untuk fokus pada solusi yang mungkin. Selain itu, membatasi konsumsi informasi yang berlebihan juga penting untuk menghindari kecemasan yang tidak perlu. Terakhir, dengan rutin melatih kemampuan berpikir kritis, kita dapat mengasah pikiran kita untuk menjadi lebih tajam dan efektif dalam menghadapi berbagai tantangan.

Kesimpulan

Dalam kesimpulannya, kita telah menjelajahi perbedaan mendasar antara berpikir kritis dan overthinking. Berpikir kritis adalah alat yang ampuh untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan yang bijaksana, sementara overthinking justru menghambat kita untuk mencapai potensi penuh. Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat mulai membangun kebiasaan berpikir yang lebih sehat. Dengan menerapkan tips yang telah dibahas, seperti melatih kesadaran diri dan mempraktikkan teknik relaksasi, kita dapat mengendalikan pikiran kita dan mencapai keseimbangan yang lebih baik. Ingatlah, dengan konsistensi dan latihan, kita dapat mengubah pola pikir kita dan menciptakan kehidupan yang lebih tenang dan produktif. Saatnya menggunakan akal sehat dan menemukan solusi terbaik dalam setiap masalah yang kita hadapi.

Salam literasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun